Kalangan Ekonomi Jerman Kritik Sanksi AS Terhadap Iran
6 November 2018
Kamar Dagang dan Industri Jerman serta kalangan ekonomi mengeritik kebijakan Presiden Trump terhadap Iran. Namun, banyak perusahaan terpaksa mundur dari negara Mullah itu.
Iklan
Kamar Dagang dan Industri Jerman DIHK serta asosiasi industri lain mengeritik kebijakan sanksi ekonomi AS terhadap Iran yang sangat bertentangan dengan kepentingan Eropa dan Jerman. Ketua DIHK Eric Schweitzer (foto artikel) mengatakan, situasi hubungan ekonomi Jerman-Iran saat ini menjadi kritis setelah keputusan pemerintahan Trump.
Asosiasi Pengekspor Jerman BGA melontarkan kritik lebih keras lagi. Dalam pernyataan yang dirilis hari Senin (19/11) BGA menyebutkan, penerapan kembali sanksi ekonomi terhadap Iran adalah "satu lagi tamparan dari pemerintah AS untuk Eropa". BGA menegaskan pentingnya Eropa melakukan "emansipasi" dan melepaskan diri dari ketergantungan kepada AS dalam bisnis ekspor.
Pemerintah Jerman sendiri menerangkan tidak bisa memberi jaminan kepada perusahaan Jerman agar terhindar dari dampak negatif sanksi ekonomi AS. Pemerintah memang bisa mengusahakan beberapa kelonggaran bagi perusahaan kecil dan menengah, namun tidak ada jaminan perusahaan Jerman terhindar dari sanksi AS. Namun pemerintah Jerman menekankan, tetap masih ada bisnis dengan Iran yang legal menurut UU Uni Eropa.
Harus pilih AS atau Iran
Ketua DIHK Eric Schweitzer memperkirakan, bisnis Jerman-Iran dalam waktu dekat akan mengalami penurunan besar. Karena makin banyak perusahaan Jerman yang menarik diri dari Iran.
"Selain karena sanksi terhadap perbankan, yang bersedia melakukan transaksi dan membiayai bisnis ke Iran, banyak perusahaan khawatir akan kehilangan bisnisnya di AS, kalau mereka tetap aktif di Iran", katanya. Sekalipun Uni Eropa sudah merencanakan cara melakukan transaksi dengan Iran melalui sarana khusus.
AS hari Senin (5/11) mulai menerapkan lagi sanksi ekonomi luas terhadap Iran seperti diumumkan Presiden Donald Trump setelah menarik dari dari Kesepakatan Atom Iran yang dicapai tahun 2015. Sanksi itu berlaku di sektor energi, penerbangan dan pelayaran serta sektor perbankan. Sepertiga pendapatan Iran berasal dari sektor minyak dan gas.
Foreign companies scared of Iran business
02:26
Sulit melakukan transaksi tanpa bank
Bank-bank Eropa yang masih melakukan transaksi dengan Iran sekarang terancam sanksi dari AS. Karena itu, kebanyakan bank dengan cepat menyatakan segera menghentikan segala bentuk transaksi dengan negara itu. Hanya ada beberapa bank kecil yang masih melayani transaksi dengan Iran, kebanyakan bank yang bergerak dalam bidang-bidang khusus.
Sektor pariwisata juga secara tidak langsung akan terkena dampak sanksi ekonomi AS. Maskapai penerbangan Inggris dan Perancis, British Airways dan Air France, sudah menghentikan penerbangan ke Iran sejak bulan September. Sementara maskapai penerbangan Jerman Lufthansa menyatakan masih melakukan penerbangan seperti biasa ke Teheran.
Perdagangan obat-obatan dan kebutuhan medis tidak terkena sanksi secara langsung. Namun bisnis itu juga akan makin sulit, karena para importir di Iran sulit melakukan pembayaran ke Eropa. Sekalipun begitu, perusahaan farmasi Perancis Sanof mengumumkan akan melanjutkan bisnisnya dengan Iran.
Dunia Hitam Putih Ali Khamenei
Ayatollah Ali Khamenei adalah loyalis garis keras konsep Wilayatul Faqih yang diwariskan Khomeini. Demi gagasan itu pula ia rela membunuh ribuan aktivis dan memenjarakan ulama-ulama besar Syiah yang tidak sependapat.
Foto: azzahra
Mullah Tak Dikenal
Di hari-hari revolusi Iran melawan Syah Reza Pahlevi, seorang jurnalis kiri bernama Houshang Asadi mendapati dirinya menempati sebuah sel kecil bersama seorang mullah tak dikenal di penjara Moshtarek. Mereka lalu menjalin persahabatan. Ketika Asadi dibebaskan, keduanya menangis sembari berpelukan. Sang Mullah pun berbisik "jika Islam berkuasa, tidak ada lagi tangisan kaum tak berdosa."
Foto: Inn.ir
Pengkhianatan Seorang Teman
Dua puluh tahun kemudian mullah yang sama memerintahkan penangkapan Asadi lantaran dugaan pengkhianatan. Jurnalis itu disiksa dan diancam hukuman mati karena bekerja untuk koran kiri dan berideologi Komunis. Nama sang mullah adalah Sayid Ali Hosseini Khamenei, aktivis revolusi yang kemudian menjadi presiden dan kelak diangkat sebagai pemimpin spiritual Iran.
Foto: Getty Images/AFP/A. Joe
Loyalitas Absolut
Penggalan kisah dari Moshtarek itu menggambarkan sosok Khamenei yang loyal dan berani melakukan apapun untuk melindungi warisan mentornya, Ayatollah Khomeini. Ia tidak hanya memerintahkan pembunuhan terhadap ribuan aktivis dan politisi, tetapi juga berani melucuti kekuasaan ulama-ulama besar Syiah lain yang berani mempertanyakan legitimitas kekuasaannya.
Foto: Fararu.com
Pertikaian Para Ulama
Padahal Khamenei bukan pilihan pertama Khomeini buat menjaga warisan revolusi berupa sistem kekuasaan para Mujtahid, Wilayatul Faqih. Status tersebut awalnya diserahkan pada Ayatollah Hussein-Ali Montazeri. Terlepas dari loyalitasnya, Khamenei memiliki kelemahan besar. Dia bukan seorang Ayatollah dan sebabnya tidak memenuhi syarat mengemban otoritas tertinggi dalam Islam.
Foto: www.amontazeri.com
Roda Nasib Berputar
Karir Khamenei berubah ketika Montazeri mulai mengritik tindak-tanduk Khomeini memberangus suara-suara yang bertentangan. Puncaknya adalah ketika sang pemimpin revolusi memerintahkan Dewan Ulama Qum mencabut gelar keagamaan Ayatollah Kazem Shariatmadari dan menutup sekolahnya lantaran mengritik penyanderaan pegawai Kedutaan Besar AS di Teheran. Sejak itu Montazeri menjadi musuh Wilayatul Faqih
Foto: Khamenei.ir
Tahta Tanpa Gelar
Dinamika ini menempatkan Khamanei, seorang Mujtahid kelas menengah yang lebih sering berjuang melawan rejim Pahlevi ketimbang mempelajari ilmu agama, dalam posisi teratas daftar pewaris Khomeini. Ia buru-buru dideklarasikan sebagai pemimpin spiritual tanpa pernah mengenyam pendidikan tinggi untuk menjadi Ayatollah. Gelar itu baru disematkan padanya setelah beberapa tahun berkuasa
Foto: Nahand.info
Gurita Kekuasaan Khamenei
Sejumlah pengamat meyakini, Khamenei dipilih lantaran dianggap mudah dikendalikan. Kendati cerdas dan memiliki riwayat panjang revolusi, dia dinilai tidak memiliki karisma seorang Khomeini. Namun sang imam perlahan membangun basis kekuasaan absolut dengan menggandeng Garda Revolusi dan menempatkan perwakilan di hampir setiap lembaga penting pemerintah.
Foto: Khamenei.ir
Melawan Ulama
Serupa Khomeini, ia juga aktif memberangus suara-suara yang bertentangan, bahkan memenjarakan sejumlah ulama besar yang tidak mendukung konsep Wilayatul Faqih seperti Ayatollah al-Shirazi, Hassan Tabatabaei Qomi, Montazeri dan Ayatollah Jooybari. Sebab itu pula Wilayatul Faqih gagal diterapkan di Irak lantaran ditolak oleh Ayatollah Al-Sistani, ulama Syiah paling berpengaruh di negeri jiran.
Foto: Jamnews
Pertikaian Sunyi Kekuasaan Absolut
Kini Khamenei berada di ujung usia. Berulangkali dia menghilang dari hadapan publik dan dirawat di rumah sakit. Sang pemimpin besar digosipkan menderita kanker prostata. Panggung politik Iran pun tenggelam dalam pertikaian sunyi merebutkan kekuasaan absolut. Khamenei yang belum siap membawa Iran keluar dari gaung revolusi diyakini akan menunjuk sosok yang juga loyal pada warisan Khomeini.