1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikAmerika Serikat

Kamala Harris Bertekad Akhiri Perang Israel-Hamas

23 Agustus 2024

Di Konvensi Nasional Partai Demokrat AS, calon presiden Kamala Harris menyebut skala penderitaan di daerah kantong Palestina "memilukan". Ia bertekad ingin mengakhiri perang Israel-Hamas.

Kamala Harris, calon presiden dari Partai Demokrat AS berbicara di Konvensi Nasional Demokrat di Illinois, 22 Agustus 2024
Calon Presiden dari Partai Demokrat AS Kamala HarrisFoto: Callaghan O'hare/REUTERS

Wakil Presiden Kamala Harris secara resmi menerima pencalonan sebagai presiden oleh Partai Demokrat pada hari Kamis (23/08) dengan seruan untuk mengakhiri perang Israel-Hamas di Gaza dan melawan tirani di seluruh dunia. Pernyataannya dinilai sangat berbeda dengan Donald Trump, calon presiden dari Partai Republik.

"Dalam perjuangan abadi antara demokrasi dan tirani, saya tahu di mana saya berdiri dan saya tahu di mana Amerika Serikat seharusnya berada," kata Kamala Harris, sambil menuduh Trump bersikap lunak terhadap para diktator.

Pada malam terakhir konvensi yang paling ditunggu-tunggu, Harris, 59, berusaha mendefinisikan kembali dirinya untuk Amerika. Ia dan Trump memasuki 11 minggu terakhir kampanye yang sangat ketat untuk memperebutkan kursi presiden.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

Konvensi ini juga disambut oleh demonstrasi dari para simpatisan Palestina yang kecewa karena tidak mendapatkan tempat berbicara di konvensi tersebut. Harris berjanji untuk mengamankan Israel, memulangkan para sandera dari Gaza dan mengakhiri perang di daerah kantong Palestina.

"Gaza menyedihkan, tapi Israel punya hak untuk membela diri"

Terkait isu yang sangat memecah belah tentang perang Israel di Gaza, Harris menyebut skala penderitaan di daerah kantong Palestina "memilukan".

Ia bertekad untuk menggolkan kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas, dan sorak-sorai pun bergemuruh ketika ia berjanji untuk memungkinkan rakyat Palestina "menentukan nasib sendiri."

"Sekarang adalah waktu untuk mencapai kesepakatan penyanderaan dan gencatan senjata," kata Harris yang disambut sorak-sorai pendukungnya. 

"Dan biar saya perjelas, saya akan selalu membela hak Israel untuk membela diri dan saya akan selalu memastikan Israel mempunyai kemampuan untuk membela diri."

"Apa yang terjadi di Gaza selama 10 bulan terakhir sungguh menyedihkan. Begitu banyak nyawa tak berdosa melayang, orang-orang kelaparan yang putus asa terus-menerus melarikan diri demi keselamatan. Skala penderitaan ini sangat memilukan," katanya.

"Presiden Biden dan saya berupaya mengakhiri perang ini, sehingga Israel aman, para sandera dibebaskan, penderitaan di Gaza berakhir dan rakyat Palestina dapat mewujudkan hak mereka atas martabat, keamanan, kebebasan, dan penentuan nasib sendiri."

Demonstran simpatisan Palestina menyerukan Partai Demokrat untuk berbuat lebih banyak guna mengakhiri perang di Gaza.

David Peterson, 50 tahun, salah seorang demonstran, mengatakan ingin hadir untuk memperjuangkan suara warga Palestina, terutama di dalam konvensi.

"Setiap orang yang bersuara akan menyelamatkan nyawa," katanya. "Ini adalah kesempatan." Aksi protes sebagian besar berlangsung damai dengan suasana kekeluargaan.

Mengukir sejarah

Harris resmi menjadi kandidat presiden dari Partai Demokrat kurang dari sebulan lalu ketika Presiden Joe Biden, 81, mundur dari pencalonan untuk berlaga di Pemilu AS 2024. Jika berhasil, ia akan mengukir sejarah sebagai perempuan pertama yang terpilih sebagai presiden di negara itu. 

Ia menggambarkan pemilihan umum pada tanggal 5 November mendatang sebagai "kesempatan yang berharga dan singkat untuk melupakan kepahitan, sinisme, dan pertikaian yang memecah belah di masa lalu."

Harris menggambarkan serangkaian hal yang kontras dengan Trump. Ia menuduh Trump tidak memperjuangkan kelas menengah, berencana memberlakukan kenaikan pajak melalui usulan tarif, dan menjadi penyebab gerakan untuk mengakhiri hak konstitusional untuk bisa memilih dalam melakukan aborsi dengan penunjukkan personel Mahkamah Agung AS olehnya.

Harris juga mencatat putusan Mahkamah Agung baru-baru ini tentang kekebalan presiden dan risiko yang akan timbul jika Trump kembali berkuasa. "Bayangkan saja Donald Trump tanpa pagar pembatas," katanya.

ae/hp (reuters, afp, ap)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait