1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kamp Konsentrasi Dachau: Awal Kebiadaban Nazi Jerman

22 Maret 2023

Tepat 90 tahun lalu, pemerintahan Nazi membangun kamp konsentrasi pertama di Dachau, München. Keberadaannya menjadi peringatan tentang masa lalu Jerman. Namun upaya merawat bukti sejarah ini terhadang kisruh anggaran

Kamp konsentrasi Dachau
Kamp konsentrasi DachauFoto: Kickner/IMAGO

Pada 22 Maret 1933, tidak sampai dua bulan sejak berkuasa, Partai Buruh Nasional-Sosialis Jerman atau Nazi membangun kamp konsentrasi pertama, sekitar 20 kilometer dari pusat Kota München. 

Heinrich Himmler mengunjungi KZ Dachau pada 1936Foto: akg-images/picture alliance

"Dachau - arti nama ini tidak bisa dihapus dari sejarah Jerman,” kata penyintas Holocaust, Eugen Kogon, seorang cendikia yang meninggal dunia pada 1987. "Ia mewakili semua kamp konsentrasi yang dibangun oleh Nazi selama masa kekuasaannya.”

Hal ini dibenarkan sejarahwan Jerman, Wolfgang Benz. Menurutnya, rezim Adolf Hitler membangun  Dachau sebagai sebuah proyek percontohan. "Di sana, tercipta denah untuk kamp-kamp konsentrasi yang lain.”

Narapidana yang pertama kali menghuni KZ Dachau kebanyakan adalah musuh rezim Nazi, yakni kaum Komunis, Kristen, Yahudi, Sinti dan Roma, Saksi-saksi Yehuwa atau minoritas seksual. 

Selama 12 tahun sebelum direbut militer AS pada Perang Dunia II, Dachau menampung sekitar 200.000 narapidana dari seluruh Eropa. Sekitar seperempat jumlah tahanan merupakan warga Yahudi. 

Hingga perang berakhir, setidaknya antara 32.000 hingga 41.000 tahanan dibantai. Setidaknya 11.250 di antaranya adalah orang Yahudi. 

Blok khusus pemuka agama

Salah satu keunikan Dachau adalah keberadaan blok pendeta, di mana sejak 1940 pemuka agama dari 20 negara dipenjara. Kebanyakan beragama Katolik, yang sebagian besar berasal dari Polandia.

Hingga perang berakhir, sebanyak 3.000 pemuka agama ditahan di Dachau. Mereka ikut turun tangan membantu ketika penyakit tifoid mewabah pada awal 1945. Tidak sedikit yang lalu meninggal dunia.

Hingga beberapa pekan sebelum pembebasan oleh militer AS, kamp konsentrasi Dachau masih menjalani karantina. Diperkirakan, lebih dari 10.000 narapidana meninggal dunia akibat wabah tersebut.

Salah seorang penyintas Dachau adalah pendeta Katholik, Hermann Scheipers, yang dipidana sebagai "musuh negara” pada 1941. Hingga di usia 90 tahun, dia masih rajin berkeliling sekolah dan acara publik untuk berbagi pengalamannya.

"Saya harus mengabarkan kepada generasi mendatang tentang apa yang terjadi di Dachau,” kata dia.

Perluasan terhadang pendanaan

Sejak 1965, Dachau kembali dibuka sebagai monumen peringatan. Tidak semua bangunan kamp dibuka untuk publik. Setiap tahun, ia disambangi oleh rata-rata satu juta pengunjung dari seluruh dunia. 

Saat ini, pemerintah Negara Bagian Bayern berencana memperluas kompleks Dachau, "karena angka pengunjung semakin meningkat,” kata Menteri Dalam Negeri Joachim Herrmann. Untuk itu, sejumlah bangunan kompleks akan dibuka untuk pengunjung. 

Menurut rencana, proyek perluasan Dachau dituntaskan selambatnya hingga 2025. Meski demikian, hingga kini pemerintah belum bisa memastikan ketersediaan dana pembangunan. Penyebabnya adalah kisruh pendanaan antara pemerintah daerah dan pusat.

Bagi penyintas Holocaust, Charlotte Knobloch, Dachau tetap relevan di era kekinian. "Ekstremisme dari spektrum kiri dan kanan agama yang mengancam tenun sosial dan kemerdekaan, ia mengancam semua yang sudah kita bangun dengan susah payah,” kata dia. 

rzn/hp

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait