Pemda Xinjiang, Cina, telah merevisi undang-undangnya agar dapat segera melegalisasi 'kamp interniran' yang menjadikan minoritas Muslim sebagai target pengawasan. Diperkirakan ada 1 juta Muslim di kamp-kamp tersebut.
Iklan
Pemerintah Cina di wilayah Xinjiang merevisi undang-undang untuk mengizinkan penggunaan "pusat pendidikan dan pelatihan" untuk memerangi ekstremisme agama.
Dalam prakteknya, pusat-pusat tersebut adalah kamp interniran di mana sebanyak 1 juta minoritas Muslim ditempatkan dalam 12 bulan terakhir. Ini menurut kelompok-kelompok hak asasi manusia dan laporan-laporan LSM.
Undang-undang yang diubah menyatakan bahwa pemerintah daerah "dapat mendirikan pusat pendidikan dan pelatihan kejuruan ... untuk mendidik dan mengubah mereka yang telah dipengaruhi oleh ekstrimisme."
Namun, selain mengajarkan bahasa Mandarin dan memberikan keterampilan kejuruan, petugas di pusat-pusat tersebut sekarang diarahkan untuk memberikan "pendidikan ideologis, rehabilitasi psikologis dan koreksi perilaku" di bawah klausul baru.
Beijing membantah bahwa pusat-pusat tersebut berfungsi sebagai kamp internirantetapi telah mengakui bahwa pelaku kejahatan ringan juga telah dikirim ke pusat-pusat tersebut. Mantan tahanan telah mengatakan kepada kelompok-kelompok hak asasi bahwa mereka dipaksa untuk mengecam Islam dan dipaksa untuk menyatakan kesetiaan mereka kepada Partai Komunis Cina.
Potret Muslim Uighur di Cina
Cina melarang minoritas muslim Uighur mengenakan jilbab atau memelihara janggut. Aturan baru tersebut menambah sederet tindakan represif pemerintah Beijing terhadap etnis Turk tersebut. Siapa sebenarnya bangsa Uighur?
Foto: Reuters/T. Peter
Represi dan Larangan
Uighur adalah etnis minoritas di Cina yang secara kultural merasa lebih dekat terhadap bangsa Turk di Asia Tengah ketimbang mayoritas bangsa Han. Kendati ditetapkan sebagai daerah otonomi, Xinjiang tidak benar-benar bebas dari cengkraman partai Komunis. Baru-baru ini Beijing mengeluarkan aturan baru yang melarang warga muslim Uighur melakukan ibadah atau mengenakan pakaian keagamaan di depan umum.
Foto: Reuters/T. Peter
Dalih Radikalisme
Larangan tersebut antara lain mengatur batas usia remaja untuk bisa memasuki masjid menjadi 18 tahun dan kewajiban pemuka agama untuk melaporkan naskah pidatonya sebelum dibacakan di depan umum. Selain itu upacara pernikahan atau pemakaman yang menggunakan unsur agama Islam dipandang "sebagai gejala redikalisme agama."
Foto: Reuters/T. Peter
Balada Turkestan Timur
Keberadaan bangsa Uighur di Xinjiang dicatat oleh sejarah sejak berabad-abad silam. Pada awal abad ke20 etnis tersebut mendeklarasikan kemerdekaan dengan nama Turkestan Timur. Namun pada 1949, Mao Zedong menyeret Xinjiang ke dalam kekuasaan penuh Beijing. Sejak saat itu hubungan Cina dengan etnis minoritasnya itu diwarnai kecurigaan, terutama terhadap gerakan separatisme dan terorisme.
Foto: Reuters/T. Peter
Minoritas di Tanah Sendiri
Salah satu cara Beijing mengontrol daerah terluarnya itu adalah dengan mendorong imigrasi massal bangsa Han ke Xinjiang. Pada 1949 jumlah populasi Han di Xinjiang hanya berkisar 6%, tahun 2010 lalu jumlahnya berlipatganda menjadi 40%. Di utara Xinjiang yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi, bangsa Uighur bahkan menjadi minoritas.
Foto: picture-alliance/dpa/H. W. Young
Hui Yang Dimanja
Kendati lebih dikenal, Uighur bukan etnis muslim terbesar di Cina, melainkan bangsa Hui. Berbeda dengan Uighur, bangsa Hui lebih dekat dengan mayoritas Han secara kultural dan linguistik. Di antara etnis muslim Cina yang lain, bangsa Hui juga merupakan yang paling banyak menikmati kebebasan sipil seperti membangun mesjid atau mendapat dana negara buat membangun sekolah agama.
Foto: picture-alliance/AP Photo/A. Wong
Terorisme dan Separatisme
Salah satu kelompok yang paling aktif memperjuangkan kemerdekaan Xinjiang adalah Gerakan Islam Turkestan Timur (ETIM). Kelompok lain yang lebih ganas adalah Partai Islam Turkestan yang dituding bertalian erat dengan Al-Qaida dan bertanggungjawab atas serangkaian serangan bom di ruang publik di Xinjiang.
Foto: Getty Images
Kemakmuran Semu
Xinjiang adalah provinsi terbesar di Cina dan menyimpan sumber daya alam tak terhingga. Tidak heran jika Beijing memusatkan perhatian pada kawasan yang dilalui jalur sutera itu. Sejak beberapa tahun dana investasi bernilai ratusan triliun Rupiah mengalir ke Xinjiang. Namun kemakmuran tersebut lebih banyak dinikmati bangsa Han ketimbang etnis lokal.
Foto: Reuters/T. Peter
Ketimpangan Berbuah Konflik
BBC menulis akar ketegangan antara bangsa Uighur dan etnis Han bersumber pada faktor ekonomi dan kultural. Perkembangan pesat di Xinjiang turut menjaring kaum berpendidikan dari seluruh Cina. Akibatnya etnis Han secara umum mendapat pekerjaan yang lebih baik dan mampu hidup lebih mapan. Ketimpangan tersebut memperparah sikap anti Cina di kalangan etnis Uighur. Ed.: Rizki Nugraha (bbg. sumber)
Foto: Getty Images
8 foto1 | 8
"Ini adalah pembenaran retrospektif untuk penahanan massal orang-orang Uighur, Kazakhstan, dan minoritas Muslim lainnya di Xinjiang," kata James Leibold, seorang sarjana kebijakan etnis Cina di La Trobe University Melbourne, kepada kantor berita AP.
"Ini adalah bentuk baru dari pendidikan ulang yang belum pernah terjadi sebelumnya dan tidak benar-benar memiliki dasar hukum, dan saya melihat mereka berebut untuk mencoba menciptakan dasar hukum untuk kebijakan ini."
Warga Uighur, Kazakhstan dan minoritas Muslim lainnya yang tinggal di luar negeri telah mengindikasikan bahwa mereka tidak dapat menghubungi keluarga mereka di Cina.
Pemerintah Cina selama beberapa dekade mencoba untuk menekan gerakan pro-kemerdekaan di antara komunitas Muslim Xinjiang, yang dipicu oleh frustrasi atas masuknya pendatang dari mayoritas Han China.
Pihak berwenang Cina mengatakan bahwa ekstrimis di wilayah itu memiliki hubungan dengan kelompok-kelompok teror, tetapi telah memberikan sedikit bukti untuk mendukung klaim itu.
Undang-undang terbaru ini muncul setelah pemerintah daerah meluncurkan tindakan keras terhadap produk halal dan melarang pemakaian jilbab.
Museum Pustaka Peranakan Tionghoa Buka Kunci Sejarah Indonesia
Terletak di kawasan perumahan di Tangerang, ruko berlantai dua ini diubah menjadi penyimpanan berbagai buku, majalah, koran, komik dan literatur tentang Tionghoa yang diberi nama “Museum Pustaka Peranakan Tionghoa”.
Foto: Monique Rijkers
Mengenal Museum Peranakan Tionghoa
Proses pengumpulan pustaka dilakukan sejak 2005. Kehadiran museum ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang peran orang Tionghoa di Indonesia dan memupus kesan negatif yang masih melekat pada segelintir orang Indonesia.
Foto: Monique Rijkers
Kontribusi Nyata Non Tionghoa
Azmi Abubakar bukan keturunan Tionghoa dan tidak berkaitan dengan Tiongkok. Namun ia berkontribusi bagi masyarakat Tionghoa di Indonesia dengan mendirikan Museum Pustaka Peranakan Tionghoa. Koleksinya dilirik hingga ke luar negeri dan membawa Azmi jadi pembicara tentang peranakan Tionghoa. Setelah museum, Azmi Abubakar berupaya membangun Universitas Cheng Ho di Aceh, tanah kelahirannya.
Foto: Monique Rijkers
Koleksi Pustaka, Koleksi Pengetahuan Sejarah
Bambang Sriyono, kawan seperjuangan Azmi Abubakar dalam membangun Museum ini memperkirakan hingga awal 2018 sudah ribuan buku ada di sini. Buku-buku itu berasal dari toko buku bekas di beberapa kota, diberikan orang hingga perburuan ke orang yang pindah rumah. Menurut Bambang Sriyono atau akrab disapa Ibeng, koleksi museum bisa dipamerkan di luar museum sebagai sarana edukasi kepada masyarakat.
Foto: Monique Rijkers
Bahasa Mandarin Dalam Aksara Jawa
Pengelola museum, Bambang Sriyono berkata, “Karena tak tahu bahasa Mandarin, banyak buku yang belum ketahuan isinya.” Ia berharap ada yang berminat menerjemahkan buku-buku ini ke bahasa Indonesia agar menambah khazanah pengetahuan. Buku tertua ini misalnya, ditulis dalam aksara Jawa kuno tetapi berbahasa Mandarin sehingga butuh penerjemah bahasa Jawa yang bisa bahasa Mandarin.
Foto: Monique Rijkers
Pendidikan Untuk Murid Tionghoa
Dari buku-buku tahunan ini diketahui ada sekolah khusus Tionghoa di Jakarta, Semarang dan Cirebon. “Tiong Hoa Hwee Koan” adalah sekolah di Jalan Patekoan 31 Jakarta yang berdiri sejak 1901 hingga ditutup pemerintah 1960. Di Jl Kampung Baru Utara 80, Jakarta ada sekolah dwibahasa bernama “The Chinese High School”. Kini di Tangerang ada upaya membangun kembali sekolah serupa yaitu Sekolah Pa Hoa.
Foto: Monique Rijkers
Pemakaman Bersejarah di Cirebon
Dari biografi “Majoor Tan Tjin Kie” yang disusun Tan Gin Ho, anak almarhum membawa pembaca pada peristiwa kematian Tan Tjin Kie, pemilik pabrik gula “Suikerfabriek Luwunggadjah”, orang terkaya di Cirebon, Jawa Barat. Saat meninggal 1919, peti matinya ditarik 240 orang dan dihadiri masyarakat Cirebon yang kehilangan sosoknya yang membangun masjid dan Rumah Sakit “Dr. Gottlieb” (RSUD Gunung Jati).
Foto: Monique Rijkers
Pendiri Rumah Sakit Husada di Jakarta
Dokter Kwa Tjoan Sioe pada 1924 sudah mengajak rekan-rekan dokter dan pengusaha Tionghoa dirikan perkumpulan Jang Seng Ie guna membangun klinik bersalin di Jakarta. Saat itu angka kematian bayi mencapai 45% dari jumlah kelahiran. Saking banyaknya pasien, kadang para pasien harus diinapkan di rumah dokter. Pada tahun 1965, Rumah Sakit Jang Seng Ie diganti nama jadi RS Husada oleh pemerintah.
Foto: Monique Rijkers
Lie Kim Hok, Tokoh Sastra Tionghoa-Melayu
Catatan kesusasteraan Melayu-Tionghoa banyak menyebut nama Lie Kim^Hok sebagai penulis Melayu-Tionghoa pertama yang sangat mempengaruhi perbendaharaan kata bahasa Indonesia. Ia merintis penggunaan bahasa Melayu yang kemudian jadi bahasa Indonesia di Jawa, Padang, Medan, Palembang, Banjarmasin dan Makassar. Buku pada foto ini ditulis oleh Tio Ie Soei untuk mengenang ulang tahun Lie KimHok ke-105.
Foto: Monique Rijkers
Cita Rasa Tionghoa Dalam Keberagaman
Cita rasa Tionghoa sangat mempengaruhi masakan di Indonesia. Dari buku resep masakan yang dikompilasi oleh Lie Tek Long terbitan Batavia tahun 1915, pembaca bisa mengetahui aneka bumbu dan bahan dalam makanan Betawi, Jawa dan Melayu seabad silam. Untuk sambal saja, buku ini memuat 40 resep sambal. Selain sambal, ada pula resep laksa, perkedel nyonya, sate Njo Kim Poei, sop telor burung, dll.
Foto: Monique Rijkers
Daur Ulang Komik Tionghoa Kekinian
Banjir sejak dahulu rupanya sudah menjadi momok bagi warga Jakarta. Hal ini bisa dilihat dalam komik yang menggambarkan kritik sosial dan keseharian seorang Tionghoa yang digambarkan selalu sial dalam komik yang berjudul Put On atau “Si Gelisah”. Put On menjadi judul komik karya Kho Wan Gie yang diterbitkan setiap edisi majalah Sin Po mulai tahun 1931.
Foto: Monique Rijkers
Koleksi Foto Museum Pustaka Peranakan Tionghoa
Saat rumah Jon Lie mau dijual, pendiri museum, Azmi Abubakar datangi rumah itu dan mendapat koleksi surat dan album foto pahlawan nasional Tionghoa pertama Indonesia itu. John Lie atau Lie Tjeng Tjoan dikenal sebagai mayor, komandan maritim Jakarta. Kisah tentangnya sangat minim karena profesinya sebagai penyelundup senjata untuk kebutuhan Angkatan Laut Indonesia melawan Belanda.
Foto: Monique Rijkers
Nama Indonesia dari Majalah Sin Po Tahun 1926
Membuka lembar-lembar halaman koleksi museum ini sesungguhnya menyelami rekam jejak sejarah Indonesia. Nama Indonesia dahulu digunakan oleh penulis-penulis Belanda dan Jerman pada rentang 1850-1880. Namun koran Sin Po yang terbit sejak 1910 dianggap mempopulerkan Indonesia. Pada terbitan mingguan Sin Po tahun 1926, Indonesia dipilih menjadi nama kolom yang memuat tulisan tentang beragam hal.
Foto: Monique Rijkers
Menjadi WNI
Meski peranakan Tionghoa di Indonesia berkontribusi pada bangsa ini, namun kebijakan politik Orde Lama hingga Orde Baru sisakan luka. Museum ini memiliki segepok dokumen kependudukan yang menorehkan catatan kelam dalam sejarah Indonesia. Surat pernyataan melepas kewarganegaraan Republik Rakyat Tiongkok untuk menjadi Warga Negara Indonesia di foto ini dikeluarkan di Surabaya pada tahun 1961.
Foto: Monique Rijkers
Ketika Ada "Staf Chusus Urusan Tjina"
Mengacu pada dokumen Laporan Tahunan Kabinet Pembangunan tahun 1968, berdasarkan Undang-undang No 4/1961 WNI yang masih memakai nama Cina wajib mengubah namanya sesuai nama Indonesia asli. Repotnya nama yang dipilih itupun masih bisa digugat oleh pihak yang keberatan pada pilihan nama baru tersebut. Dalam dokumen ini disebutkan masa tunggu ada-tidaknya gugatan selama tiga bulan.
Foto: Monique Rijkers
Di Balik Papan Nama Bolak-Balik
Berbagai papan nama Tionghoa - saksi bisu asimilasi identitas - jadi bagian penting koleksi museum. Papan nama yang dulu umumnya dipasang di depan rumah ini bisa dibolak-balik tergantung situasi. Jika ada keluarga yang akan berkunjung, papan bertuliskan Tan Lian Tjhoen yang ditampilkan. Setelah keluarga pergi, demi kenyamanan bertetangga, papan nama kembali menjadi nama Indonesia, Djoenaedy.
Foto: Monique Rijkers
Merawat Sejarah, Merajut Keberagaman
Dudi Duta Akbar, rekan Azmi Abubakar mengumpulkan bahan tulisan tentang koleksi museum. Kelak, seluruh pustaka yang ada diharapkan bisa jadi sumber sejarah Tionghoa dan rujukan jejak nenek moyang keluarga keturunan Tionghoa. Koleksi museum sudah berhasil menghadirkan bukti keberagaman di Indonesia yang harus selalu dirajut tanpa lelah. Penulis: MoniqueRijkers (ap/vlz)
Foto: Monique Rijkers
16 foto1 | 16
Cina dikecam dunia internasional
Menyusul perubahan hukum di wilayah Xinjiang, kelompok bipartisan anggota parlemen AS mendesak Presiden Donald Trump untuk mengecam "pelanggaran berat" hak asasi manusia di wilayah barat laut Cina.
Proposal yang diajukan oleh Komisi Eksekutif Kongres untuk Cina menyerukan kepada Trump untuk menekan mitranya dari Cina, Xi Jinping, agar segera menutup apa yang digambarkan sebagai "kamp pendidikan ulang politik."
Mereka juga mengusulkan penerapan sanksi terhadap Ketua Partai Komunis Xinjiang Chen Quanguo di bawah Akta Magnitsky, yang akan mencegahnya memasuki AS dan membekukan aset apa pun yang ia miliki di bank-bank AS.
"Otoritarianisme Cina di dalam negeri secara langsung mengancam kebebasan kami serta nilai-nilai dan kepentingan nasional kami yang paling dalam," ujar Senator Florida Marco Rubio dan perwakilan New Jersey, Chris Smith, keduanya dari partai Republik.
Pejabat kebijakan luar negeri Uni Eropa, Federica Mogherini, menyatakan keprihatinan serupa pekan lalu.
Langkah-langkah yang diusulkan oleh anggota parlemen AS datang karena ketegangan antara Washington dan Beijing terus meningkat atas sengketa tarif dan keluhan Amerika tentang kebijakan teknologi Cina.
vlz/yf (AP. AFP, dpa)
Kuburan Sepeda Warna-Warni di Cina
Gagasan awalnya adalah sebuah prakarsa ramah lingkungan: Berbagi sepeda atau bike sharing. Tapi kota-kota besar di Cina kelihatannya belum siap, sehingga sepeda besi tua menumpuk.
Foto: picture-alliance/Imaginechina/S. Chunchen
Alat transportasi massal
Dua tahun lalu, peminjaman sepeda menjadi sangat populer di kota-kota besar Cina. Puluhan perusahaan membanjiri jalan-jalan dengan sepeda pinjaman. Tapi infrastruktur di kota-kota besar ternyata belum mampu menghadapi ledakan jumlah sepeda dan pengendara sepeda. Akhirnya, gunung sepeda bekas muncul dimana-mana, seperti di Xiamen.
Foto: Reuters
Ditinggal di mana saja
Pengguna sepeda pinjaman memarkir sepedanya sembarangan saja di setiap tempat. Di kota-kota metropolitan seperti Beijing dan Shanghai, kerumunan sepeda tak bertuan dengan cepat tumbuh menjadi tumpukan yang mengganggu lalu lintas. Polisi lalu menyita sepeda-sepeda itu, yang kemudian ditumpuk di tempat pembuangan sepeda di luar kota.
Foto: Getty Images/AFP/G. Khanna
Sepeda warna-warni
Karena masing-masing perusahaan sepeda punya ciri khas warna sendiri, jajaran sepeda pinjaman yang menunggu pelanggan terlihat seperti sebuah lukisan abstrak, seperti dalam foto di Shanghai ini. Sepeda memang merupakan alat transportasi di Cina. Puluhan juta sepeda setiap hari memenuhi jalan-jalan di kota besar.
Foto: Getty Images/AFP/G. Khanna
Sewa sepeda dengan app
Meminjam sepeda di Cina sangat mudah. Pengguna memasang aplikasi yang sesuai di smartphonenya. Lalu dengan membayar beberapa Yuan saja, sepeda sudah bisa digunakan. Setelah selesai, sepeda diparkir dan dikunci dengan menggunakan aplikasinya. Beberapa kota sekarang sudah menyediakan lapangan parkir khusus untuk sepeda pinjaman.
Foto: Getty Images/AFP/J. Eisele
Mengumpulkan sepeda terlalu mahal
Kebanyakan perusahaan peminjaman sepeda adalah pemula, alias Start-ups. Mereka memang punya pekerja yang bertugas mengumpulkan sepeda-sepeda itu lagi. Tapi jumlah sepeda yang tersebar di seluruh kota terlalu banyak bagi sedikit pekerja. Dinas balai kota akhirnya kesal, karena merekalah yang nantinya harus menyingkirkan sepeda-sepeda itu.
Foto: Getty Images/AFP/J. Eisele
Jadi tumpukan besi tua
Peminjaman sepeda memang alternatif yang baik dan lebih ramah linkungan ketimbang transportasi dengan mobil. Tapi di Shanghai dan Beijing, penawaran sudah jauh melebihi permintaan. Karena itu otoritas kota sekarang membatasi jumlah sepeda. Akibatnya, sepeda-sepeda yang berlebih ditumpuk di tempat pembuangan sepeda seperti dalam foto di atas.
Foto: Getty Images/AFP
Ketika gelembung bisnis pecah
Pasar peminjaman sepeda yang tadinya mengalami booming, sekarang ambruk. Banyak pengusaha kecil yang berspekulasi terlalu tinggi, sekarang harus gukung tikar. Pengamat ekonomi mengatakan, bisnis peminjaman sepeda akan terus ada, tapi pertumbuhannya tidak seperti dulu lagi. Yang sekarang tumbuh adalah „tempat penguburan sepeda“.