Sebuah kamp pelatihan bagi pria gay yang ingin bersiap menjadi orangtua adopsi untuk pertama kalinya digelar di Asia menyusul lonjakan permintaan dari Taiwan. Seminar serupa diyakini akan sering digelar di masa depan
Iklan
Kamp pelatihan terbesar buat mendidik pria gay menjadi orangtua akan digelar di Asia untuk pertamakalinya menyusul lonjakan permintaan dari Cina, klaim organisator. Selama ini organisasi nirlaba, Man Having Babies (MHB) menggelar pelatihan serupa di seluruh dunia, kecuali di Asia.
Lembaga yang bermarkas di New York itu berkomitmen membantu kaum LGBT yang ingin mengadopsi anak dan menjadi orangtua. Kamp pertama di Asia rencananya akan diadakan pada 9/10 Maret di Taipei, Taiwan.
"Selama lebih dari tiga tahun terakhir kami menyimak betapa permintaan dari Asia tumbuh cepat, terutama kebanyakan warga Cina, yang datang ke Amerika Serikat untuk mengadopsi anak," kata Ron Poole-Dayan, Pendiri dan Direktur Eksekutif MHB.
Seperti Apa Pernikahan Gay di Jerman
00:58
Saat ini situasi bagi kaum LGBT di Asia cendrung memburuk, terutama karena maraknya diskriminasi dan persekusi di Malaysia, Myanmar, Brunei Darussalam, Singapura dan Indonesia. Aksi Polri yang berulangkali mengadakan penggeledahan dan penggerebekan terhadap pesta kaum LGBT turut memperburuk catatan pelanggaran HAM di kawasan.
Meski demikian tidak semua perkembangan di Asia merugikan kaum LGBT. Di India misalnya pemerintah menghapus pasal 377 yang melarang hubungan intim sesama jenis. Adapun parlemen Taiwan sedang menggodok rancangan Undang-undang untuk memperbolehkan pernikahan sesama jenis.
Isu adopsi anak oleh pasangan gay atau lesbian tidak hanya menjadi masalah di negara berkembang, tetapi juga belum sepenuhnya diizinkan di sejumlah negara di Eropa. Adapun Amerika Serikat menyerahkan regulasi adopsi ke masing-masing negara bagian.
Taiwan, Pertama di Asia Akui Pernikahan Sesama Jenis
Mahkamah konstitusional Taiwan mendukung pernikahan sesama jenis- Ini menjadikan Taiwan tempat pertama di Asia yang mengakui pernikahan sesama jenis. Keputusan penting itu mengubah hidup kaum LGBT di negara itu.
Foto: Reuters/T.Siu
Daphne & Kenny: 'Begitu undang-undang lolos, kita dapat perlindungan hukum
Daphne dan Kenny akan menikah pada akhir tahun 2017, lima bulan setelah Kenny berlutut di hadapan Daphne melamarnya, tepat pada saat digelarnya demonstrasi lesbian, gay, biseksual dan transgender di boulevard terbesar di Taipei. Keduanya mencoba pakaian pernikahan. Sampai saat ini, pasangan sesama jenis di Taiwan hanya dapat mendaftar sebagai pasangan hidup.
Foto: Reuters/T.Siu
Daniel Cho dan Chin Tsai: 'kita akan jadi yang pertama dalam antrean'
Hak-hak mereka seringkali terbatas dibandingkan pasangan suami istri heteroseksual. "Daniel pindah ke New York karena pekerjaan, tapi karena pemerintah Taiwan tidak mengakui hubungan kami, saya tidak dapat ajukan visa pasangan untuk pergi bersamanya ke NY. Jika undang-undang tersebut lolos, kami yang pertama antre mendaftar perkawinan." ujarnya.
Foto: Reuters/T.Siu
Hare Lin & Cho Chia-lin: 'Taiwan dapat berubah'
Hare Lin, berprofesi sebagai penerbit. Cho Chia-lin, seorang penulis. Keduanya percaya pada dunia yang berpikiran terbuka: "Ketika saya pertama kali mengadakan parade gay tahun 2003, hanya ada sekitar seribu orang peserta, namun beberapa tahun kemudian, pawai dihadiri 60 ribu orang," kata Lin."Juga ada artis, politisi, anggota dewan dan calon presiden yang gay. Saya percaya dunia bisa berubah."
Foto: Reuters/T.Siu
Aktivis hak LGBT, Chi Chia-wei: 'akan melanjutkan perjuangan'
Presiden Taiwan Tsai Ing-wen, yang dalam kabinetnya juga terdapat menteri transgender, menulis di Twitter: "Menyelesaikan perbedaan adalah awalnysa, lalu dibutuhkan semakin banyak dialog dan pemahaman."Aktivis hak-hak Gay Chi Chia-wei setuju: "Jika Taiwan menolak ke arah perbaikan, kami akan melanjutkan usaha kami dan membuat negara pelangi, bahkan sebuah revolusi."
Foto: Reuters/T.Siu
Wang Yi & Meng Yu-mei: 'Taiwan adalah negara demokratis'
Taiwan terkenal dengan parade gay tahunannya yang memamerkan semangat komunitas lesbian, gay, biseksual dan transgender. Seniman Wang Yi berkata, "Anda pikir kami ingin lewati proses berat ini? Kami memiliki hubungan yang sulit dengan orang tua kami. Tapi saya merasa diskusi tentang pernikahan sesama jenis harus dilakukan di bawah payung aturan hukum."
Foto: Reuters/T.Siu
Huang Chen-ting & Lin Chi-xuan: 'berjuang untuk perlakuan yang adil'
Huang Chen-ting dan Lin Chi-xuan: "Kami sama dengan pasangan heteroseksual. Diskriminasi ada dalam banyak bentuk, dari warna kulit, sampai orientasi seksual, tapi kita semua adalah manusia. Kita semua berjuang untuk perlakuan yang adil," kata Chi-xuan. Jajak pendapat baru-baru ini menunjukkan mayoritas penduduk Taiwan mendukung pernikahan sesama jenis.
Foto: Reuters/T.Siu
Leber Li dan Amely Chen: 'cinta antara kami kuat‘
Leber Li menyetir mobil membawa Amely Chen dan putra mereka Mork. "Adalah impian kami untuk bisa memiliki anak, kami memiliki anak melalui inseminasi buatan, tapi hanya satu dari kita yang bisa terdaftar menjadi ibu. Ini sangat tidak adil. Bayi itu memiliki cinta dua ibu. Keluarga terbentuk asalkan ada cinta," kata Chen.
Foto: Reuters/T. Siu
Huang Zi-ning dan Kang Xin: 'Kami adalah generasi penerus'
Pelajar Huang Zi-ning dan Kang Xin berpose selfie di Taoyuan. "Kelompok anti perkawinan sejenis mengatakan bahwa mereka menentang, karena ingin melindungi generasi berikutnya Tapi saya adalah generasi berikutnya Mengapa mereka mendengarkan orang-orang yang akan meninggal dunia dan bukan suara kami? Kita perlu keluarkan pendapat," Kata Zi-ning. (Ed: Nadine Berghausen/ap/as)
Foto: Reuters/T. Siu
8 foto1 | 8
Poole-Dayan yang kini mengasuh remaja kembar berusia 18 tahun bersama pasangannya mendirikan MHB pada 2005 lalu. Lembaga ini menggelar seminar bulanan untuk pria gay yang ingin menjadi orangtua. Sejak itu MHB telah menggelar seminar serupa di Eropa, Kanada dan Israel.
"Konferensi kami tidak ditujukan untuk membujuk pria gay agar menjadi orangtua. Seminar ini dibuat untuk mereka yang sudah berniat mengadopsi anak dan ingin membuat prosesnya lebih mudah," kata dia kepada Thomson Reuters Foundation. "Orang mulai menyadari, menjadi seorang gay bukan berarti tidak mampu memiliki kehidupan yang sempurna, termasuk misalnya mendirikan keluarga dan memiliki anak."
Jay Lin, seorang aktivis LGBT di Taiwan, ikut dalam program MBH setelah melahirkan seorang anak berkat donor sperma seorang teman di kampung halaman. Menurutnya sangat sulit mencari informasi yang diperlukan bagi seorang pria gay untuk menjadi orangtua.
"Ketika saya masuk ke sebuah seminar MHB di San Fransisco dan saya meliha ratusan pria dengan semua warna kulit dan usia duduk bersama berusaha membangun keluarga, saya tahu saya tidak sendirian dan saya bisa melakukannya," kata dia.
rzn/ap (Reuters)
Lika-Liku Seorang Gadis Spanyol Menjadi Transpria
Seorang perempuan Spanyol bertekad mengubah kelaminnya menjadi laki-laki. Perjalanan Gabriel Diaz yang penuh pengorbanan dan rasa sakit diabadikan oleh fotografer Reuters, Susana Vera.
Foto: Reuters/Susana Vera
Pria di Tubuh Wanita
Gabriel Diaz de Tudanca terlahir seorang perempuan. Tapi sejak kecil dia mengidentifikasikan diri sebagai laki-laki. "Ketika saya berusia tiga tahun, saya mengatakan kepada ibu saya bahwa jika saya besar, saya akan menjadi seorang laki-laki bernama Oscar," kisahnya.
Foto: Reuters/Susana Vera
Dilahirkan Kembali di Meja Operasi
Dengan dukungan teman dan keluarga, Gabriel menjalani operasi kelamin dan terapi hormon. Dia lalu mengubah nama dan mengurus pergantian surat identitas. Singkat kata, perempuan berusia 15 tahun ini dilahirkan kembali sebagai seorang pria. Perjalanan Gabriel diabadikan oleh fotografer Reuters, Susana Vera, selama tiga tahun.
Foto: Reuters/Susana Vera
Diskriminasi Transgender
Spanyol mewajibkan setiap orang menjalani pemeriksaan mental sebagai syarat perubahan dokumen identitas pribadi. Pasalnya transgender hingga kini masih dianggap penyakit mental di banyak negara Eropa, termasuk Spanyol. "Saya tidak merasa terhina didiagnosa mengidap penyakit mental," kata Gabriel. "Tapi saya marah karena itu dijadikan syarat untuk mengubah jenis kelamin di dokumen pribadi."
Foto: Reuters/Susana Vera
Pengakuan oleh PBB
Badan Kesehatan Dunia (WHO) Juni 2018 silam sudah menginstruksikan agar transgender tidak lagi diklasifikasikan sebagai gangguan mental. Sebaliknya WHO kini menganggapnya sebagai "ketidaksesuaian gender" yang berarti perbedaan antara jenis kelamin dan perilaku gender yang dialami individu secara konsisten. Tampak dalam gambar Gabriel sedang menunggu suntikan hormon testosteron.
Foto: Reuters/Susana Vera
Lompatan Besar Menuju Kebebasan
Gabriel memulai terapi hormon untuk memperkuat karakter maskulin, yakni untuk memperberat suara dan mengubah pola distribusi lemak menjadi serupa pria. Dua tahun sebelumnya dia menjalani operasi pengangkatan payudara. "Ini perubahan besar dalam hidup saya," kata dia ihwal kehilangan payudara. "Operasi itu adalah sebuah pembebasan."
Foto: Reuters/Susana Vera
Hidup di Tengah Prasangka
Meski diterima sebagai pria di lingkup sosialnya, sebagian masih menolak mengakui perubahan gender pada Gabriel. Seorang teman lama bahkan mengatakan dia tidak menganggapnya sebagai pria lantaran tidak memiliki alat kelamin laki-laki. Meski demikian, Gabriel kini telah memiliki seorang kekasih perempuan.
Foto: Reuters/Susana Vera
Melawan Persepsi Miring dan Kebencian
Tidak heran jika Gabriel kini mengabdikan hidupnya untuk membantu pemerintah kota menyebar kampanye buat melawan delik kebencian terhadap kaum LGBT. Dia antara lain membiarkan dirinya dijadikan sampul poster kampanye yang disebar di stasiun-stasiun kereta di ibukota Spanyol, Madrid. "Kebencian dan intoleransi yang mereka tunjukkan disebabkan oleh ketidaktahuan tentang kaum trans," imbuhnya.