Kanada Cabut Kewarganegaraan Kehormatan Aung San Suu Kyi
28 September 2018
Parlemen Kanada mencabut kewarganegaraan kehormatan pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi. Keputusan ini merupakan tanggapan atas kegagalan Suu Kyi menghentikan penindasan terhadap kelompok muslim minoritas Rohingya.
Iklan
Parlemen Kanada pada hari Kamis (27/09/18) memutuskan secara bulat untuk mecoret pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi dari daftar warga negara kehormatan Kanada, yang diberikan pada 2007 atas jasanya dalam membangun demokrasi di Myanmar.
Usulan untuk mencopot kewarganegaraan Suu Kyi muncul setelah parlemen menyatakan dukungannya atas mosi yang mengakui krisis Rohingya di Myanmar sebagai "tindakan genosida".
"Pemerintah kami mendukung usulan ini sebagai tanggapan atas kegagalannya menghentikan genosida Rohingya, kejahatan yang dilakukan oleh militer yang dengannya ia berbagi kekuasaan," kata Adam Austen, sekretaris pers untuk Menteri Luar Negeri Chrystia Freeland.
Bocah Rohingya: Diperkosa, Diculik dan Ditelantarkan
Pelarian Rohingya adalah kisah penderitaan panjang anak-anak. Lebih dari 60% pengungsi etnis minoritas itu berusia di bawah umur. Sebagian besar mengalami trauma berkepanjangan setelah menyaksikan orangtuanya dibantai.
Foto: DW/J. Owens
Ditembak dan Ditusuk
Sejak Agustus silam lebih dari 600.000 warga Rohingya mengungsi ke Bangladesh. "Pada hari ketika tentara datang, mereka membakar desa dan menembak ibu saya ketika dia berusaha melarikan diri. Ayah saya lumpuh, jadi mereka menusuknya. Saya melihatnya dengan mata sendiri," kata Muhammad Bilal, bocah berusia 10 tahun yang kini hidup di kamp pengungsi di Bangladesh.
Foto: DW/J. Owens
Dihantui Trauma
Saudara perempuan Muhammad, Nur, juga menjadi saksi kebiadaban tersebut. Sejak hidup di kamp pengungsi, keduanya bisa kembali bermain dan mendapat makanan secara berkala. Saat mengungsi dari Myanmar keduanya kerap kelaparan. Namun Nur mengaku masih dihantui trauma yang ia alami. "Saya kangen orangtua, rumah dan negara saya," ujarnya.
Foto: DW/J. Owens
Konflik Panjang
Konflik yang telah berlangsung sejak 70 tahun ini bermula setelah Perang Dunia II. Sejak operasi militer Myanmar 2016 silam, lebih dari 2.000 orang meregang nyawa, termasuk ibu bocah berusia 12 tahun, Rahman. "Mereka membakar rumah kami dan ibu saya terlalu sakit untuk melarikan diri," ujarnya.
Foto: DW/J. Owens
Pelarian Bocah Yatim
Dilu-Aara, 5, datang ke kamp bersama saudara perempuannya, Rojina, setelah menyaksikan kedua orangtuanya dibunuh tentara. "Saya menangis tanpa henti dan peluru berdesing di atas kepala kami. Entah bagaimana saya melarikan diri." Organisasi Save the Children membantu bocah yatim yang ditampung di kamp Kutupalong. Anak-anak mewakili 60% pengungsi Rohingya di Bangladesh.
Foto: DW/J. Owens
Diburu Seperti Binatang
Jaded Alam termasuk ratusan bocah yatim yang ditampung di Kutupalong. Beruntung bibinya mengurus Jaded dengan baik. Ia besar di desa Mandi Para dan gemar bermain bola. Kehidupannya berubah setelah serangan militer. "Mereka memaksa kami meninggalkan rumah. Ketika saya melarikan diri dengan kedua orangtua saya, tentara menembak mereka. Mereka meninggal di tempat," ujarnya.
Foto: DW/J. Owens
Penculikan Anak
Rahman Ali mengitari kamp pengungsi buat mencari anaknya, Zifad, yang berusia 10 tahun dan menghilang tiba-tiba. Sejak beberapa tahun penghuni kamp mencurigai adanya kelompok penculik anak yang berkeliaran di Kutupalong. Rahman mengkhawatirkan puteranya jatuh ke tangan pedagang manusia. "Saya tidak makan, saya tidak bisa tidur. Saya sangat kecewa. Seakan-akan saya jadi gila."
Foto: DW/J. Owens
"Pikiran saya tidak normal"
Ketika tentara tiba, Sokina Khatun berbuat segalanya untuk melindungi bayinya. Tapi ia gagal menyelamatkan Yasmie, 15, dan Jamalita, 20, yang saat itu berada di desa tetangga. "Leher mereka dipotong di hadapan kakek-neneknya," ujar Sokina. "Saya tidak bisa lagi merasakan sakit. Saat ini pikiran saya tidak normal," ujarnya.
Foto: DW/J. Owens
Dibunuh dan Diperkosa
Yasmine berusia 15 tahun, meski terlihat lebih muda, Di desanya ia terbiasa bermain di antara perkebunan dan sawah. Kini kenangannya akan kampung halaman sama sekali berubah. Tentara Myanmar menyiksa dan membunuh ayah dan saudara laki-lakinya. Dia sendiri diperkosa oleh sekelompok serdadu. "Saya merasakan sakit di sekujur tubuh saya," ujarnya. (Foto: John Owens/rzn/yf)
Foto: DW/J. Owens
8 foto1 | 8
Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau mengatakan kepada wartawan pada hari Rabu (26/09/18) bahwa dia tidak menentang pencabutan kewarganegaraan Suu Kyi tetapi mengatakan hal itu tidak akan menyelesaikan krisis di Myanmar.
Kegagalan Suu Kyi untuk menghentikan penindasan brutal militer Myanmar dan kelompok Budha terhadap minoritas Muslim Rohingya telah mengundang kutukan dunia. Kepala hak asasi manusia PBB telah menggambarkan situasi ini sebagai "contoh nyata" tentang pembersihan etnis.
Lebih dari 700.000 orang Rohingya di Negara Bagian Rakhine utara Myanmar telah mengungsi ke negara tetangga Bangladesh untuk menghindari kekerasan.
Pada 19 September, Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) menggelar penyelidikan awal mengenai eksodus massal Muslim Rohingya dari Myanmar ke Bangladesh.
Siapa Yang Menolong Rohingya?
Rohingya harus larikan diri dari Myanmar akibat sikap bermusuhan dan kekerasan. Terlepas dari simpati masyarakat internasional tentang situasi mereka, tidak semua negara ambil posisi sama karena alasan strategis.
Foto: Reuters
Indonesia
Pemerintah Indonesia mengirim Menlu Retno LP Marsudi ke Myanmar dan Bangladesh untuk merundingkan situasi Rohingya. Selain itu, Indonesia juga mengalirkan bantuan untuk memenuhi kebutuhan pengungsi Rohingya di Bangladesh. Di kawasan Rakhine, Indonesia mendirikan Rumah Sakit Indonesia. Setelah itu juga akan didirikan asrama dokter dan perawat.
Foto: Reuters/S. Zeya Tun
Bangladesh
Kebanyakan pengungsi Rohingya yang lari dari daerah Rakhine, Myanmar, cari perlindungan di Bangladesh. Penampungan begitu banyak orang menjadi tantangan besar bagi Bangladesh. Inisiatif koordinasi dengan organisasi bantuan internasional tengah berlangsung. Namun belakangan timbul berbagai laporan sebagian pengungsi yang tiba di perbatasan dengan Bangladeh diusir untuk kembali ke Myanmar.
Foto: picture-alliance/AA/Z. H. Chowdhury
India
India selama ini berusaha menjaga hubungan baik dengan Myanmar setelah menghadapi pemberontak di timur laut dan menjaga agar pengaruh Cina tetap terbatas. Perdana Menteri India Narendra Modi juga berkunjung ke Myanmar, dan mendukung pemerintah negara tersebut. India mengambil bagian dalam proyek pengembangan ekonomi Rakhine.
Foto: Getty Images/AFP/M. Sharma
Turki
Turki jadi salah satu negara yang bersedia memberikan bantuan kepada pengungsi Rohingya di Bangladesh. Menteri Luar Negeri Turki dan Ibu Negara mengunjungi kamp-kamp pengungsi dan menjamin soal bantuan. Turki juga ingin mengangkat isu-isu Rohingya di PBB.
Foto: picture-alliance/abaca/K. Ozer
Malaysia
Negara tetangga Indonesia ini menjamin tempat tinggal sementara pengungsi Rohingya karena alasan kemanusiaan. Namun, seperti orang luar yang tidak punya dokumentasi lainnya, mereka ditahan di lokasi tertentu. Mengingat Malaysia tidak menandatangani Konvensi Pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa, pengungsi dianggap imigran gelap disana.
Foto: Reuters/Stringer
Amerika Serikat
Mantan Presiden Barack Obama telah menunjukkan keyakinan besar pada pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi. Sementara administrasi Donald Trump tidak memainkan peran penting dalam krisis Rohingya saat ini. Departemen Luar Negeri AS mengungkapkan keprihatinan mendalam tentang situasi di Myanmar namun tidak mengambil posisi diplomatik apapun secara langsung terhadap Myanmar.
Foto: Getty Images/AFP/J. Watson
Uni Eropa
Uni Eropa telah menuntut kerjasama Myanmar dalam mencapai bantuan kemanusiaan di Rakhine. Sebagai tambahan, kelompok negara ini telah meminta agar kekerasan dihentikan. Uni Eropa juga berjanji untuk mengirim bantuan ke Bangladesh untuk membantu pengungsi.
Foto: Reuters/M. P. Hossain
Cina
Cina memiliki hubungan panjang dan mendalam dengan pemerintah Myanmar. Pemerintah Cina tidak menentang isu Rohingya demi kepentingan strategis di negara tersebut. Sementara posisi Cina di pentas internasional, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, sangat penting bagi pemerintah Myanmar dalam menghadapi tekanan internasional.
Foto: Reuters/R. Dela Pena
Rusia
Seperti Cina, Rusia juga mendukung hubungan baik dengan pemerintah Myanmar. Kedua negara yang punya hak veto di Dewan Keamanan PBB ini menentang langkah PBB. Sementara itu, ada upaya untuk menekan Moskow lewat demonstrasi Rohingya di wilayah Chechnya yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Foto: Demonstrasi warga Muslim di lapangan Akhmat Kadyrov di Grozny.
Foto: picture-alliance/dpa/Z.Bairakov
Perserikatan Bangsa-Bangsa
Badan pengungsi PBB UNHCR mengambil langkah untuk mengatasi situasi pengungsi Rohingya. Sekjen PBB Antonio Guterres meminta Myanmar untuk menghentikankekerasan. Sebuah komisi yang dipimpin mantan Sekjen Kofi Annan mengajukan beberapa proposal untuk memperbaiki situasi. Namun, DK PBB belum melakukan tindakan apapun di depan umum. Penulis: Sanjiv Burman (ml/as)