Jerman Sambut Kemenangan Joe Biden dan Kamala Harris
Leah Carter
8 November 2020
Sejumlah politisi Jerman menyambut kemenangan Joe Biden dan berharap akan kerja sama yang lebih erat, terutama untuk berupaya memperbaiki hubungan Transatlantik.
Kanselir Jerman Angela Merkel menyampaikan ucapan selamatnya kepada Joe Biden.
"Selamat! Rakyat Amerika telah memutuskan," ujar Merkel dalam sebuah pernyataan. "Joe Biden akan menjadi Presiden ke-46 Amerika Serikat. Saya dengan tulus mendoakan semoga berhasil dan sukses dan saya juga ingin mengucapkan selamat kepada Kamala Harris, wakil presiden perempuan terpilih yang pertama dalam sejarah negara Anda."
"Saya menanti untuk dapat bekerja sama dengan Presiden Biden. Persahabatan Transatlantik kita sangat diperlukan jika kita ingin menghadapi tantangan utama di zaman kita," tambah Merkel.
Jika proyeksi hasil penghitungan suara telah dikonfirmasi, Harris akan menjadi perempuan pertama, orang kulit hitam pertama, dan keturunan Asia Selatan pertama yang menjadi wakil presiden terpilih dalam sejarah Amerika Serikat.
Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas mengatakan bahwa Jerman berharap untuk dapat bekerja sama dengan pemerintahan berikutnya, dan berharap untuk memperbarui kerja sama yang ada saat ini.
“Bagus akhirnya ada angka yang jelas,” ujar Maas lewat Twitter. "Kami berharap dapat bekerja dengan pemerintah AS berikutnya. Kami ingin berinvestasi dalam kerja sama awal baru Transatlantik, kesepakatan baru."
Selain Maas dan Merkel, Beberapa politisi Jerman juga menyebut kepresidenan Biden sebagai kunci untuk memperbaiki hubungan yang bermasalah antara Berlin dan Washington.
Iklan
Wakil Kanselir Jerman Olaf Scholz menyebut pemilihan Biden sebagai "babak yang baru dan menarik" antara kedua negara, ia juga menekankan bahwa AS adalah mitra "paling penting" Eropa.
"Selamat, Presiden Terpilih @JoeBiden. Sekarang adalah kesempatan untuk membuka babak yang baru dan menarik dalam hubungan Transatlantik. AS tetap menjadi mitra terpenting dan terdekat Eropa. Ada banyak yang mesti dilakukan. Kerja sama yang baik! #EveryVoteCounts," demikian bunyi cuitan Olaf Scholz.
Sementara Presiden Parlemen Jerman, Wolfgang Schäuble, mengatakan harapannya bahwa kepresidenan Biden akan dapat kembali menyatukan AS.
"Dia mungkin tidak sekarismatik Obama, tapi saya punya perasaan yang baik tentang Biden sebagai presiden," ungkap Schäuble kepada surat kabar Jerman, Bild am Sontag.
Schäuble menambahkan bahwa semua masalah di AS tidak akan dapat diselesaikan hanya oleh satu orang, tetapi dia berharap "Biden akan menjadi presiden bagi semua orang Amerika, dan mengurangi perpecahan di negara ... dan bersamanya AS dapat sekali lagi menyumbangkan kontribusinya yang sangat penting bagi nilai-nilai komunitas kita."
Pemilu AS dari Kacamata Kartunis
Donald Trump atau Joe Biden? Begini kacamata kartunis di seluruh dunia saat kedua kandidat berhadapan dalam debat terakhir.
Dua calon presiden saling mendiskreditkan satu sama lain
Apa yang terjadi dengan budaya debat politik di AS, tanya kartunis Ceko Marian Kamensky. Konfrontasi pertama di TV antar calon persiden merosot menjadi pertarungan lumpur. Alih-alih bertukar argumen, mereka saling menghina satu sama lain. Debat kedua pada tanggal 22 Oktober memiliki aturan yang lebih ketat, termasuk mikrofon yang dinonaktifkan untuk menghentikan interupsi.
'Taktik kotor' dan medan yang sulit
Pasangan Biden, Kamala Harris, menyebut strategi yang digunakan oleh petahana sebagai "taktik kotor". Demokrat tengah melalui medan yang sulit. Itu yang digambarkan karikatur Jerman karya Jens Kricke. Donald Trump, sang petahana, sepertinya tidak peduli. Dia tampak menyendiri, seperti penyihir jahat dalam dongeng.
Foto: Jens Kricke/toonpool.com
Propaganda yang dibuat-buat
Presiden ini senang melebih-lebihkan dengan berkata, "Saya orang paling tidak rasis yang pernah anda lihat", "Tidak ada yang lebih menghormati perempuan daripada saya" atau "Saya lebih memahami uang daripada orang lain." Dia pun yakin AS tidak pernah memiliki presiden yang lebih baik. Dalam sketsa karya Martin Erl ini, Trump memuji seorang fotografer sebagai "salah satu yang terbaik di dunia."
Foto: Martin Erl/toonpool.com
'Si Pengantuk Joe' dan 'Si Badut'
Biden adalah "orang tua yang mengantuk" dan "boneka kiri radikal," kata Trump, yang terus-menerus memotong lawannya dalam debat pertama. Biden menanggapi dengan menyebut Trump sebagai seorang rasis, pembohong, badut dan "presiden terburuk yang pernah dimiliki Amerika." Para komentator menyebutnya sebagai salah satu debat terburuk yang pernah dilihat Amerika. Seniman Italia Christi sangat setuju.
Perilaku kekanak-kanakan
Banyak orang Afrika juga heran dengan perilaku Trump yang tidak terlalu negarawan. Kartunis Damien Glez dari Burkina Faso melihat presiden sebagai anak nakal kecil yang ingin mendapatkan apa yang diinginkannya tanpa peduli harganya. Apa yang tidak cocok harus dibuat pas dan dengan paksa. Orang-orang hanya berharap presiden tidak menekan tombol nuklir.
Trumpzilla
Film Godzilla Jepang pertama muncul di layar pada tahun 1954. Kemana pun kadal raksasa itu pergi, ia meninggalkan kerusakan. Kartunis Takeshi Kishino menciptakan sosok presiden AS yang kejam menjadi monster Godzilla raksasa. Bisakah Joe Biden memiliki peluang melawan Trumpzilla ini?
Laki-laki alfa tetap bersatu
Donald Trump dikelilingi para penguasa yang tidak terlalu peduli dengan norma demokrasi: Putin, Erdogan, dan diktator Korea Utara Kim Jong Un. Kartunis Belanda Tjeerd Royaards merasa bahwa kesamaan yang dimiliki para politisi ini adalah perilaku mereka-mereka yang mengaku sebagai lelaki alfa. Trump menyebut Biden, di sisi lain, sebagai orang tua yang lemah - yaitu baginya, bukan lawan yang serius.
Pemungutan suara melalui surat? Tidak mungkin!
Trump mengatakan penipuan akan merajalela dan surat suara dengan namanya akan ditemukan di keranjang sampah. Selama berbulan-bulan, Trump telah menyerang konsep pemungutan suara melalui surat dan memotong dana untuk layanan pos. Marian Kamensky merangkum situasinya di sini. Karena risiko yang ditimbulkan oleh pandemi corona, banyak Demokrat dan pihak lain ingin memberikan suara melalui surat.
Foto: Waldemar Mandzel/Toonpool
Uluran bantuan?
Dalam protesnya terhadap layanan pos, Trump lalai menyebutkan bahwa ia sendiri telah memberikan suara melalui surat pada beberapa kesempatan. Meskipun FBI menyatakan bahwa tidak ada kecurangan pemilihan di AS, Trump bersikeras bahwa AS terancam oleh "pemilihan yang paling curang dalam sejarah." Jika perlu, dia bisa mendapatkan bantuan dari luar negeri, kata kartunis Yunani Kostas Koufogiorgos.
Foto: Kostas Koufogiorgos/toonpool.com
Trump sebagai presiden
Pendukung Trump tidak hanya ditemukan di AS, tetapi juga di negara lain. Atas nama kartunis di seluruh dunia, Mark Lynch dari Australia menginginkan Trump sebagai presiden AS untuk masa jabatan kedua. "Kami membutuhkan teman kami" dan "Kami mencintai kepala Twitter", teriak para demonstran - karena tidak ada politisi lain yang menawarkan bahan mentah sebagai bahan kartun sebanyak Trump.
Tidak akan bergerak
Trump telah berulang kali menjelaskan bahwa ia ingin tetap berada di Gedung Putih. Seandainya ia kalah dalam pemilihan, ia belum secara tegas menyetujui masa transisi damai. Ia hanya mengatakan: "Baiklah, kita akan lihat apa yang terjadi." Ia sudah memanggil pendukungnya untuk melaksanakan protes jika ia tidak terpilih kembali.
Foto: Cartoonfix/toonpool.com
Dinasti yang stabil
Trump juga mempertanyakan konstitusi Amerika dan aturan yang melarang masa jabatan ketiga. Apakah ia ingin menjadi presiden seumur hidup? Seluruh keluarga Trump sering muncul di rapat umum kampanye, termasuk putra bungsu presiden, Barron. Hal ini memicu visi kartunis Jerman Christiane Pfohlmann tentang lahirnya monarki di AS. (Ed: st/rap) Penulis: Suzanne Cords
Foto: Chrsitiane Pfohlmann/toonpool.com
12 foto1 | 12
Disambut hembusan napas lega
Sehubungan dengan kerjasama dengan NATO, Peter Beyer, koordinator Transatlantik pada pemerintah Jerman, mengatakan kepada DW bahwa kemenangan Biden disambut dengan "hembusan napas lega di seluruh dunia."
"Di Jerman, Donald Trump sangat tidak populer dan itu berdampak negatif pada persepsi terhadap Amerika Serikat secara keseluruhan, jadi saya berharap sekarang akan jadi lebih baik," kata Beyer.