Kanselir Jerman telah memberikan pidato yang berapi-api tentang pentingnya kerjasama internasional dan multilateralisme. Merkel memperingatkan bahayanya "isolasionisme destruktif" dalam pembukaan Forum Perdamaian Paris.
Iklan
Kanselir Jerman Angela Merkel mengatakan, kerjasama internasional adalah satu-satunya cara untuk mencegah krisis global dan perang, dalam pidato di Forum Perdamaian Paris, Minggu (11/11), hanya beberapa jam setelah menghadiri peringatan 100 tahun berakhirnya Perang Dunia I bersama Presiden Perancis Emmanuel Macron.
"Kami tahu bahwa sebagian besar tantangan dan ancaman saat ini tidak lagi dapat diselesaikan oleh satu bangsa saja, tetapi hanya berhasil jika kita bertindak bersama. Itulah mengapa kita harus melakukan kolaborasi semacam ini," kata Merkel.
"Kerjasama internasional yang erat atas dasar nilai-nilai bersama yang diabadikan dalam piagam PBB: Ini adalah satu-satunya cara untuk mengatasi masa lalu yang kelam dan membuka masa depan yang baru," ujar kanselir kepada forum.
Pergolakan Politik Jerman dan Berakhirnya Perang Dunia I
Masa Perang Dunia I membawa pergolakan politik besar di Jerman dan akhirnya memaksa Kaisar Wilhelm II mundur. Kekaisaran Jerman berubah menjadi Republik Weimar.
Foto: picture-alliance/AP Photo/AP Images
Pembunuhan di Sarajevo
Perang Dunia I pecah setelah pangeran mahkota Austria, Franz Ferdinand dan istrinya Sophie ditembak mati oleh seorang mahasiswa Serbia, Gavrilo Princip, ketika berkunjung ke Sarajevo 28 Juni 1914. Foto di atas dibuat hanya beberapa saat sebelum aksi penembakan terjadi. Peristiwa itu menyebabkan krisis diplomatik, yang beberapa bulan kemudian meruncing dan menjadi alasan pecahnya PD I.
Foto: picture-alliance/dpa
Pelaku penembakan, mahasiswa muda nasionalis radikal
Gavcrilo Princip, 19 tahun (kanan) digiring aparat keamanan ke kantor polisi di Sarajevo, setelah dia menembak Purra Mahkota Austria Franz Ferdinand dan istrinya. Karena belum genap 20 tahun, Princip tidak dijatuhi hukuman mati, namun meninggal empat tahun kemudian di penjara karena sakit.
Foto: picture-alliance/AP Photo/AP Images
Pidato menentukan di AS
Presiden AS Woodrow Wilson pada 2 April 1917 berbicara di depan Kongres dan mendesak keterlibatan AS dalam perang di Eropa. Empat hari kemudian, AS secara resmi mengumumkan perang terhadap Jerman dan bergabung dengan negara-negara sekutu di Eropa.
Foto: AP
Ambisi perang pimpinan Jerman
Kaisar Jerman Wilhelm II (kiri) membahas situasi perang dengan pimpinan militer Jendral Paul von Hindenburg (tengah) dan Jenderal Ludendorff (kanan), Januari 1917. Kaisar Wilhelm II bersikeras melanjutkan perang, sekalipun sebagian kalangan militer dan politisi sipil menuntut agar perang dihentkan.
Foto: picture alliance/dpa/Everett Collection
Pengakuan kekalahan Jerman
11 November 1918, di atas sebuah gerbong kereta api di Compiegne, sekitar 90 kilometer dari Paris, Jerman dan Sekutu menandatangani gencatan senjata (armistice) yang mengakhiri Perang Dunia I. Jerman diwakili ketua tim negosiator Mathias Erzberger, pihak sekutu diwakili Marshall Ferdinand Foch dari Perancis. Secara teknis, Jerman mengakui kekalahan perang.
Foto: picture-alliance/dpa
Perjanjian Versailles
Awal 1919 dimulai perundingan perdamaian di Paris dan bulan Maret tahun yang sama ditandatangani Perjanjian Versailles yang secara resmi mengakhiri PD I. Jerman diwajibkan membayar reparasi kerugian perang. Pihak sekutu diwakili oleh (dari kiri ke kanan) pimpinan Inggris David Lloyd George, pimpinan Italia Vittorio Orlando, pimpinan Perancis Georges Clemenceau dan Presiden AS Woodrow Wilson.
Foto: picture-alliance/AP Photo
Krisis pemerintahan
Di Jerman, aksi protes menentang pemerintahan Kekaisaran memuncak November 1918 dalam protes massal dari berbagai kelompok kiri dan perwakilan buruh.
Foto: picture-alliance / dpa
Aksi mogok dan kerusuhan
Kondisi rakyat yang makin sulit karena perang menyulut berbagai aksi pembangkangan dan aksi mogok, diawali dengan pembangkangan sebagian anggota angkatan laut yang menolak berperang. 7 November 1918 di Hamburg warga menuntut bahan makanan dan menyerbu balai kota.
Foto: picture-alliance/akg-images
Berakhirnya Kekaisaran Jerman
November 1918, tokoh Partai Sosialdemokrat SPD Scheidemann mengumumkan pengunduran diri pemerintahan Kekaisaran. Pimpinan SPD Friedrich Ebert diangkat sebagai kanselir Jerman yang kemudian mendeklarasikan pembentukan Republik Weimar Jerman, mengakhiri kekuasaan Kekaisaran. Sebelumnya, Kaisar Wilhelm II dipaksa mengundurkan diri dan mengungsi ke luar Jerman. (Christian Trippe/hp/yf)
Foto: picture-alliance/akg-images
9 foto1 | 9
'Tindakan konkrit'
Sebelum pidato Merkel, Presiden Perancis Macron mengatakan tujuan forum itu adalah "untuk mempromosikan tindakan konkrit yang bisa memastikan bahwa upaya menuju perdamaian mengalami kemajuan setiap tahun."
Macron memperingatkan bahwa "kembalinya nasionalisme" menimbulkan tantangan eksistensial terhadap kerja sama internasional dan mengancam kemajuan yang tercapai setelah dua perang dunia. Ia juga menyebut terorisme, kejahatan siber, perubahan iklim dan risiko global bisa berpotensi mengancam kestabilan.
Komitmen Merkel dan Macron terhadap dunia multilateral tampak sangat kontras dengan kebijakan "America First" Presiden AS Donald Trump. Hubungan AS dengan negara-negara Barat menjadi tegang sejak ia menduduki jabatan sebagai presiden.
Buku bertemakan perang bagi anak-anak antara tahun 1914 dan 1918 di Eropa ditujukan mendorong ketertarikan anak pada Perang Dunia. Namun tidak semuanya berisi propaganda nasionalis.
Foto: DW/S. Hofmann
Ayah berperang
Ketika pada bulan Agustus 1914 Eropa - bahkan kemudian di seluruh dunia – saling berperang, hal itu dialami juga oleh anak-anak. Ayah dan saudara laki-laki mereka pergi berperang, sementara keluarga ditinggalkan sendirian. Tidak mengherankan jika sejumlah buku anak-anak pada masa itu mengambil tema perang.
Foto: DW/S. Hofmann
Humor dalam perang?
Inggris benar-benar dikenal karena humor hitam mereka. Hal ini sebenarnya juga berlaku untuk buku anak-anak. "Tapi selama perang," inilah kesan yang didapat Claudia Pohlmann setelah melihat beberapa buku yang dievaluasi dalam pameran, "tampaknya akibat kengerian, humor juga hilang. Sebuah kerugian bagi sastra anak-anak."
Foto: DW/S. Hofmann
Perang dan epilog
Banyak buku anak-anak memiliki karakter lucu, seperti dalam buku “Si Kerudung Merah" versi Perancis. Di buku digambarkan bagaimana Perancis bersama dengan sekutu-sekutunya berupaya melawan serigala jahat Jerman. Sementara dalam buku-buku perang anak-anak Jerman (lihat gambar) - sering disajikan kemenangan mudah dalam peperangan.
Foto: DW/S. Hofmann
Papan permainan dan kartu
Perang tidak hanya digambarkan dalam buku-buku, tetapi juga dalam bentuk papan permainan atau permainan kartu, seperti ini dari "Si Hitam Peter dari Serbia". Di balik permainan ini, perang tidak hanya beraspek pendidikan propaganda, tetapi juga sangat banyak lebih komersial. Dari perspektif penerbit, perang menjadi sarana terbaik dalam mencari uang.
Foto: DW/S. Hofmann
Pelajaran di sekolah
Buku-buku tidak hanya dibaca di rumah. Di sekolah, guru juga menyerukan semangat patriotik. Seringkali, pelajaran gagal diberikan, karena sekolah dijadikan rumah sakit - atau karena tidak ada batubara dan kayu untuk pemanas ruangan. Sementara karena buruknya perekonomian dalam masa perang, maka anak-anak harus bekerja.
Foto: DW/S. Hofmann
Buku anak perempuan
Banyak literatur perang mengusung petualangan berjiwa muda - dan terutama diarahkan untuk anak laki-laki. Tapi anak perempuan juga jadi "sasaran". Buku-buku ini terutama ditujukan pada apa yang disebut "fron kampung halaman" - sebagaimana kisah "Anak Keras Kepala" atau "Anak Bungsu" yang mengalami perang di Berlin, Jerman.
Foto: DW/S. Hofmann
Antara pencetakan berkecepatan tinggi dan seni
"Para juru gambar buku anak-anak di bawah tekanan waktu, jika yang harus ditangani adalah sebuah pertempuran," kata peneliti buku anak-anak dan mitra kurator Friedrich C. Heller. Tapi buku-buku Perancis secara konsisten menampilkan kualitas sangat tinggi. Foto: Invasi Jerman di Belgia, yang digambarkan dalam buku anak-anak Perancis: sepatu lars Jerman yang menginjak Liege, Belgia.
Foto: DW/S. Hofmann
Brosur dan panggilan perang
Juga di sejumlah brosur dan billboard muncul anak-anak, seperti dalam iklan cetak tahun 1915 ini, yang hadir dengan teks "Kita tidak boleh kelaparan." Dengannya diserukan sumbangan untuk anak-anak. Satu hal yang tidak boleh dilupakan: anak-anak tahu tentang perang tidak hanya dari buku, mereka mengalaminya setiap hari.
Foto: DW/S. Hofmann
Tidak ada jejak euforia
Dengan semakin melajunya perang, maka ilustrasi dalam buku anak-anak dan remaja semakin gelap. Bertentangan dengan apa yang disebut “lelucon“, dalam beberapa publikasi, disajikan gambaran realistis tentang kekejaman perang modern pertama, yaitu penggunaan gas beracun dan serbuan tank.
Foto: DW/S. Hofmann
Katedral Reims
Bahkan buku yang bernada pasifisme juga ada, meskipun tidak banyak. Kelelahan akibat perang, membuat para penulis buku anak-anak sekarang tampaknya rindu perdamaian. Dalam terbitan Perancis, "Reims, da Cathédrale“ ditampilkan mimpi atas dunia yang ideal. Kehancuran katedral Reim lama dianggap sebagai wujud kebarbaran Jerman di Perancis. Dalam buku, katedral muncul sebagai simbol yang menyatukan.
Foto: DW/S. Hofmann
Damai? Hanya dalam waktu yang singkat
Pada 11 November 1918, akhirnya penguasa Jerman melakukan gencatan senjata dengan Perancis dan Inggris. Namun perdamaian itu tidak bertahan. Banyak bocah laki-laki yang telah membaca buku cerita selama Perang Dunia Pertama, pada tahun 1939 menjadi tentara dalam perang berikutnya.
Foto: DW/S. Hofmann
Dari buku gambar prajurit menjadi tentara sesungguhnya
"Ketika sebagai anak-anak menyaksikan tayangan visual berulang, maka tanpa disadari mereka membentuk pemahaman diri sebagai seorang prajurit, demikian menurut peneliti buku anak-anak, Heller. "Ini bukti bahwa kekuatan gambar dan teks tidak bisa diremehkan."