1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Olaf Scholz Gagal Meyakinkan Pengeritiknya di Washington

Michaela Kuefner
Michaela Küfner
9 Februari 2022

Kanselir Jerman Olaf Scholz terkesan datang ke Gedung Putih dengan tangan kosong. Itu tidak akan banyak membantu dalam meyakinkan para pengeritiknya di Washington. Opini editor DW Michaela Küfner.

Kanselir Jerman Olaf Scholz (kiri) di WashingtonFoto: Anna Moneymaker/Getty Images

"Saya berjanji, kita akan bisa melakukan itu." Ini adalah kata-kata tegas Presiden AS Joe Biden pada konferensi pers bersama dengan Kanselir Jerman Olaf Scholz di Gedung Putih hari Senin (7/2), ketika para wartawan meminta kepastian apakah proyek saluran gas Jerman-Rusia Nordstream 2 akan dihentikan, seandainya Rusia menginvasi Ukraina.

Michaela KuefnerFoto: DW/B. Geilert

Olaf Scholz tidak menentang pernyataan Biden, tapi dia sama sekali tidak menyebut Nordstream 2. Dia sekali lagi menolak menyatakan komitmen tegas, hal yang sudah biasa bagi publik selama lebih 60 hari masa jabatannya.

Dalam hal ketegangan antara Rusia dan Ukraina, Scholz mengatakan "semuanya ada di atas meja." Dan bahwa biaya untuk Rusia akan "sangat tinggi". Namun dia gagal menguraikan apa itu artinya secara konkret, dan hanya mengatakan bahwa "ada lebih banyak yang bisa terjadi".

Kapabiltas Olaf Scholz dipertanyakan

Selama berminggu-minggu sebelumnya, Scholz seperti menghilang dari panggung. Penampilannya pada konferensi pers di Washington tidak banyak menginspirasi kepercayaan baru. Sebelum kedatangannya ke Gedung Putih, sudah banyak di Washington yang bertanya-tanya: "Dapatkah Scholz diandalkan?"

Joe Biden berusaha menghilangkan keraguan itu sejak awal dan menegaskan, dia "tidak pernah ragu" bahwa Jerman dan pemimpinnya Olaf Scholz "benar-benar dapat diandalkan" Jerman dan Scholz. Tapi apakah itu akan cukup untuk meredam kritik di AS terhadap posisi Jerman dalam konflik di perbatasan Ukraina-Rusia? Kelihatannya tidak.

Bahkan ketika dia berbicara dalam bahasa Inggris, tidak ada kejelasan tentang komitmen Jerman, ketika dia mengatakan: "Jerman akan menjamin nilai-nilai yang kita bagi bersama dengan Amerika di Eropa."

Selama berminggu-minggu, lembaga think tank di Washington tidak melewatkan kesempatan untuk mencemooh pemerintah Jerman karena "terlalu takut", di saat-saat "ketika keadaan menjadi sulit". Sementara AS dan anggota NATO lainnya menyediakan senjata untuk Ukraina, Berlin mengumumkan akan mengirimkan helm dan rumah sakit militer.

Bahasa diplomatik yang berbeda

Scholz, sebagaimana mayoritas orang Jerman, ingin mengamankan perdamaian di Eropa melalui diplomasi. Jerman melihat ini sebagai pelajaran dari masa lalunya yang kelam. Sedangkan AS memang bisa "mengupayakan" perdamaian, jika perlu dengan cara-cara militer.

Singkatnya, Olaf Scholz berbicara dalam bahasa diplomatik yang sulit dipahami orang Amerika, terutama mereka yang ada di Kongres. Sementara itu, Scholz harus mempertahankan diri karena ulah salah satu pendahulunya, Gerhard Schröder, mantan Kanselir Jerman dan sesama petinggi partai Sosial Demokrat, yang akan terpilih menjadi Dewan Komisaris perusahaan gas Rusia Gazprom.

Ketika Scholz dan Biden berbicara di Washington, Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Presiden Rusia Vladimir Putin muncul di depan kamera di Moskow. Putin mengumumkan, dia akan berbicara lagi dengan Macron di telepon dalam beberapa hari ke depan. Penyelesaian konfrontasi paling berbahaya dengan Rusia sejak akhir era Perang Dingin mungkin bisa berakhir di Paris. Dan bayangan Angela Merkel tampak makin besar menyelimuti kanselir Jerman yang baru, saat konflik di Ukraina semakin meruncing.

(hp/as)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait