Pemerintah Jerman menolak seruan Partai Kristen Demokrat untuk meregulasi praktik dalam Islam di Jerman. Usulan anggota parlemen itu memicu perdebatan soal migrasi jelang pemilu parlemen tahun ini.
Iklan
Pemerintah koalisi Jerman mengatakan tidak punya rencana untuk memperkenalkan apa yang disebut "Undang-undang Islam", setelah anggota parlemen dari partai CDU mengusulkan rangkaian aturan untuk meregulasi praktik Islam di Jerman.
Wakil ketua partai CDU Julia Klöckner dan komite eksekutif CDU Jens Spahn, melontarkan gagasan guna meningkatkan dukungan bagi Partai Kristen Demokrat(CDU) menjelang pemilihan umum bulan September 2017, dengan mengatur praktik kaum Muslim di Jerman dan pendaftaran masjid. Salah satu usulan regulasi itu di antaranya, penggunaan bahasa Jerman untuk khotbah di masjid.
Kanselir Jerman Angela Merkel, yang mencalonkan kembali untuk periode keempat jabatannya sebagai kepala pemerintahan Jerman, mengalami penurunan dukungan pemilih, akibat kebijakan "pintu terbuka" bagi para pengungsi. Hampir satu juta imigran yang sebagian besar beragama Islam masuk ke Jerman sejak tahun 2015.
Namun, juru bicara Merkel, Steffen Seibert menolak gagasan pengaturan semacam itu. "Aturan seperti itu bukan isu penting bagi pemerintah," tandasnya kepada wartawan.
Tujuh Fakta Muslim di Jerman
Setelah Kristen, Islam merupakan agama ke dua terbesar dengan pemeluk terbanyak di Jerman. Mereka berasal atau keturunan migran dari berbagai negara. Beberapa fakta bagi Anda untuk mengenal lebih dekat Muslim di Jerman.
Foto: picture-alliance/Frank Rumpenhorst
Ke-2 Terbesar di Eropa
Di Jerman menetap sekitar 4 juta warga Muslim atau 5 persen dari populasi Jerman. Angka ini menempatkan Jerman, di bawah Perancis, sebagai negara ke-2 di Eropa dengan populasi Muslim terbanyak . Di Perancis ada sekitar 4,7 juta warga Muslim.
Foto: picture-alliance/dpa
NRW Terbanyak
Sekitar 1.343.000 warga Muslim tinggal di Nordrhein-Westfalen (NRW), menempatkan negara bagian ini menjadi wilayah dengan penduduk Muslim terbanyak di Jerman.
Foto: picture-alliance/dpa
Dari Turki Terbanyak
Mayoritas Muslim di Jerman adalah pendatang dan keturunan migran generasi kedua atau ketiga. Turki merupakan negara asal Muslim Jerman terbanyak: 1,5 juta. Sementara Muslim di Jerman yang berasal dari Asia Tenggara hanya sekitar 73.000 orang, Afrika Utara 92.000, Eropa Tenggara 355.000. Dari Asia Tengah 13.000, Kawasan Timur Tengah 110.000 dan dari negara lainnya 32.000.
Foto: picture-alliance/dpa
Banyak yang Punya Paspor Jerman
44,4 persen warga Muslim di Jerman memegang paspor Jerman. Secara prosentase, warga Muslim Jerman yang berasal atau keturunan dari negara-negara Asia Selatan dan Tenggara merupakan warga Muslim berkewarganegaraan Jerman terbanyak: 69,2 persen.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Brandt
Muslim KTP?
Dari hasil jajak pendapat tahun 2008, hanya 36 persen yang menyatakan bahwa mereka benar-benar Muslim. Dan hanya 33, 9 persen warga Muslim Jerman yang menyatakan menjalankan kewajiban beribadah. Sementara 20,4 persen lainnya tidak pernah sama sekali.
Foto: picture-alliance/dpa
Dibangun di Pusat Kota
Menurut statistik, di Jerman ada 206 mesjid dan sekitar 2.600 rumah ibadah kaum Muslim. 120 mesjid tengah dalam pembangunan atau dalam perencanaan. 53,7 persen mesjid yang ada di Jerman di bangun di pusat kota dan 26,8 persen di wilayah pemukiman.
Foto: picture-alliance/dpa
Aliran Terbesar
Di Jerman ada enam mazhab Islam dengan kaum Sunni yang terbanyak, yaitu 74,1 persen. Sementara penganut Alawiyah 12,7 persen, dan Syiah 7,1 persen.
Foto: DW/A. Ammar
7 foto1 | 7
Seibert juga menekankan bahwa pemerintah menjunjung tinggi kebebasan beragama di Jerman, dengan menekankan bahwa hal tersebut adalah "salah satu kebebasan yang dijamin oleh konstitusi Jerman".
Sementara itu, mantan Sekretaris Jenderal CDU, Ruprecht Polenz, menganggap usulan tersebut sebagai "ide eksentrik kaum populis."
Kehilangan dukungan
Seruan CDU untuk menerapkan "regulasi Islam" terutama untuk mengatasi kegelisahan di basis paratai konservatif itu, yang sebagian mengatakan bukan tidak mungkin mereka mendukung partai Alternatif untuk Jerman, AfD yang anti imigran.
AfD meraup dukungan signifikan, yakni sekitar 15,5 persen pada akhir 2016, meskipun pertikaian internal dan perang pernyataan anggota partai telah memecah belah partai anti imigran tersebut dan menurunkan dukungan secara signifikan.
Kanselir Merkel dalam musyawarah partai CDU Desember lalu, mendemonstraikan kesiapan untuk kurang kompromi dalam perdebatan imigrasi, dengan menyerukan larangan cadar wajah sepenuhnya, di manapun jika secara hukum dimungkinkan.
Hidup di Jerman: Ramadan Tiba, Galau Melanda
Perasaan galau yang muncul saat menjalani bulan puasa di negeri orang, dengan jujur dikisahkan Nana yang berasal dari Lombok, NTB. Apa saja kegalauan yang ia rasakan di Jerman saat Ramadan dan bagaimana menyiasatinya?
Foto: DW/A.Purwaningsih
Tak sekedar keimanan
Tantangan ibadah puasa di negeri orang, bagi Nana, bukan sekedar masalah keimanan, namun juga menyangkut persoalan budaya, penyesuaian diri, kejujuran dan keikhlasan dalam menjalankan hidup. Bulan Ramadan selalu menjadi masa penting baginya untuk berefleksi mengenai semua hal menyangkut kehidupan dan keimanananya.
Foto: DW/A.Purwaningsih
Hidup baru
Sejak 2011, Nana tinggal di Jerman. Berbekal pendidikan & pengalaman di Mataram, NTB serta dukungan suaminya yang orang Jerman, Nana membuka usaha spa. Usaha itu sementara terhenti tahun 2014, karena ia dikaruniai seorang bayi. Dari pernikahan sebelumnya, Nana juga sudah memiliki anak remaja berusia 13 tahun yang kini tinggal bersamanya dan suami di Jerman. Kini usaha spanya berlanjut lagi.
Foto: DW/A.Purwaningsih
Menyesuaikan ibadah
Tidak mudah baginya menyesuaikan budaya Lombok darimana ia berasal dengan budaya baru di Jerman. Begitu pula dalam menyesuaikan kebiasaan beribadah. Biasanya di bulan Ramadan, ia memilih pulang kampung & berpuasa di sana. “Tahun-tahun lalu sudah mencoba puasa di Jerman, tengah bulan puasa biasanya pulang kampung karena tak bisa puasa di Jerman, tak ada euforia Ramadan di sini, sepi dan galau.“
Foto: DW/L. Sanders
Tahun 2016 mulai puasa di Jerman
Jika biasanya pulang kampung saat Ramadan, sejak 2016 Nana bertekad Ramadan di Jerman. Jadi baru tahun 2016 Nana menjalankan puasa di Jerman. 2017, puasa di musim panas di Jerman bisa 19 jam. “Masih bolong-bolong,“ akunya jujur. “Kadang tak kuat puasa 19 jam. Kangen suasana Ramadan yang tak terasa di sini. Beberapa hari ini saya sudah berhasil puasa di sini, rasanya nikmat sekali,“ ujar Nana.
Foto: DW/A.Purwaningsih
Anaknya belajar menyesuaikan diri
Anak pertama Nana dari pernikahan sebelumnya bernama Putri. Ia tinggal bersama ibu dan keluarga barunya di Jerman sejak 2014. Di sekolah, ditambah bimbingan ayah barunya, ia belajar bahasa Jerman dengan cepat. Karena terbiasa dari kecil beribadah bersama nenek di Lombok, kebiasaan beribadah dari kampung halaman itu, tidak dilupakannya di Jerman.
Foto: DW/A.Purwaningsih
Berbagi cerita dan perasaan
Seperti ibunya, sejak kecil di Mataram, Lombok, Putri sudah terbiasa mengaji. Di sekolah ia juga punya teman-teman dekat dari berbagai negara lain, seperti Turki, Marokko, Tunisia dan Palestina yang juga beragama Islam. Jika kesulitan beradaptasi dengan lingkungan baru, mereka saling berbagi tips dan pengalaman.
Foto: DW/A.Purwaningsih
Mengaji bersama
“Meski belum mampu menjalankan ibadah sepenuhnya, saya selalu berusaha.. Saya ajak anak saya mengaji. Putri dari dulu pandai mengaji,“ papar Nana tentang putri sulungnya. Karena ia dan keluarga barunya pulang kampung pada saat Lebaran, mereka punya waktu banyak di Jerman selama Ramadan untuk melakukan berbagai kegiatan rohani bersama, di antaranya mengaji dan mencoba berpuasa.
Foto: DW/A.Purwaningsih
Beda puasa di Lombok dan di Jerman
“Di Lombok dulu, Putri sudah puasa sejak usia tujuh tahun. Karena pada musim panas di Jerman puasanya bisa 19 jam, saya tak terlalu memaksakan diri atau putri saya.” tambahnya. Tahun 2016 ini, mereka beberapa kali berpuasa. “Di kampung, ada ngabuburit, tarawih bersama, buka puasa bersama, suasana yang sangat kami rindukan," papar Nana.
Foto: DW/A.Purwaningsih
Tak pernah dipaksa
Suami Nana, Marcel, kini beragama Islam. Istrinya ikut mengajarkannya salat. “Tapi saya tidak pernah memaksanya dalam beribadah. Yang paling baik adalah kesadaran itu tumbuh dari dirinya sendiri. Dia banyak bertanya dan sebisa mungkin saya mencari tahu jawaban-jawabannya mengenai agama Islam. Agama bukan untuk dipaksakan,” papar Nana.
Foto: DW/A.Purwaningsih
Dukungan suami
“Dulu waktu kami masih pacaran di Lombok, Marcel selalu ikut berpuasa, padahal belum mualaf. Tapi selalu ingin ikut-ikutan kita berpuasa,” tutur Nana menceritakan kisah suaminya. Dengan mengenal budaya dan kebiasaan ibadah tersebut, sang suami tak heran lagi jika istri dan anak perempuannya berpuasa belasan jam.
Foto: DW/A.Purwaningsih
Sholat bersama
Jika Marcel melihat istri dan putrinya salat, ia pun tak ragu untuk ikut beribadah bersama keluarga kecilnya. Menurutnya, menjadi imam dalam beribadah, adalah bagian dari tanggung jawabnya kini sebagai kepala keluarga. Sejauh ini ia masih belum bisa mengaji dan masih kesulitan dalam menjalankan ibadah puasa. Namun ia bangga, istrinya mulai menyesuaikan diri untuk berpuasa di Jerman.
Foto: DW/A.Purwaningsih
Masak untuk berbuka
Selain beribadah bersama, berbuka bersama membangun rasa kebersamaan dalam keluarga yang sangat membahagiakan. Ia selalu berusaha menyajikan masakan Indonesia untuk berbuka sekaligus bisa dihangatkan untuk sahur.
Foto: DW/A.Purwaningsih
berbuka bersama
“Ketika sukses berpuasa, rasanya senang sekali, saya berhasil menang lawan hawa nafsu,” tambahnya. “19 jam tak boleh ngomel, berkeluh kesah, atau suntuk.”Meski tak puasa, sang suami tak segan menunggu makan bersama pada waktu berbuka sekitar pukul sekitar 22.00 waktu Jerman. Saat melayani suaminya makan, Nana berseloroh: “Suami lebih suka masakan Indonesia, meski pedas.” ujarnyal tertawa.
Foto: DW/A.Purwaningsih
Menu spesial
Salah satu menu yang pasti dibuatnya di bulan puasa adalah ikan belado tongkol yang pedas, dan sate ayam. Untuk hidangan penutup, tak lupa Nana menyiapkan kolak singkong pisang, kurma dan es jeruk.
Foto: DW/A.Purwaningsih
Asyiknya makan pakai tangan
“Kurang seru rasanya jika makan pakai sendok garpu,“ ujar Putri kepada ibunya sambil menyuap makanan ke mulut dengan genggaman tangannya. “Masakan mama saya selalu enak. Mengingatkan saya pada kampung halaman,” tambahnya.
Foto: DW/A.Purwaningsih
Bulan berkah
Baginya, bulan Ramadan adalah bulan penuh berkah dan pengampunan. "Berpuasa bagiku tak hanya menahan lapar dan haus, tapi juga kesabaran. Sebagai umat Muslim, saya harus menjalankannya,“ tandas Nana. “Tak terasanya suasana Ramadan membuat saya sedih dan secara psikologis mengganggu,“ katanya. “Saya akan membayar zakat pada anak yatim di kampung saat Lebaran.”
Foto: DW/A.Purwaningsih
Yang penting berimbang
Nana selalu berusaha mengimbangi antara kehidupan modernitas di dunia barat, perbedaan budaya dan ketaaan beragama. “Akhir pekan saya meluangkan waktu berkegiatan latihan menyanyi musik Melayu untuk berbagai pementasan budaya. Ini penting untuk mempromosikan budaya Indonesia di masyarakat Jerman, dimana kini saya tinggal,“ ungkapnya.
Foto: DW/A.Purwaningsih
Masa depan
“Membiasakan diri melakukan kegiatan agama terutama di bulan Ramadan itu penting, karena suatu saat nanti saya dan suami sama-sama ingin tinggal di Lombok. Bukan hanya materi, mental dan hati harus siap,” tandasnya. “Di negara ini saya digembleng menghalau galau dan gamang dalam banyak hal, termasuk keimanan. Yang paling penting dari semua itu,selalu berbuat baik,” demikian Nana menutup kisahnya.