Kanselir Olaf Scholz Setujui Aturan Lebih Ketat soal Migrasi
11 Mei 2023
Lonjakan migran pada tahun 2022 membuat negara-negara Uni Eropa termasuk Jerman mengisyaratkan adanya revisi peraturan migrasi yang lebih ketat.
Iklan
Kanselir Jerman Olaf Scholz dan 16 kepala negara bagian Jerman pada hari Rabu (10/05) menyepakati langkah-langkah baru dalam mengatasi lonjakan angka migrasi setelah melalui diskusi panjang.
Hampir 218.000 permohonan telah diajukan di Jerman pada tahun lalu, jumlah tertinggi sejak tahun 2015-2016. Jumlah pendatang baru terbanyak di Jerman berasal dari Suriah dan Afganistan yang tengah dilanda peperangan, disusul Turki dan Irak.
Selain itu, lebih dari satu juta migran tiba dari Ukraina, setelah Rusia menginvasi negara tersebut pada Februari tahun lalu.
Aturan baru yang disepakati
Dalam kesepakatan pertemuan pada hari Rabu (10/05), modernisasi sistem IT dirasa mampu mempercepat proses pengajuan dan aplikasi permohonan suaka, yang saat ini memakan waktu rata-rata sekitar 26 bulan. Pembaharuan sistem ini juga berpotensi untuk mempercepat permohonan para migran yang tidak dapat diproses atau tidak berhasil.
Iklan
Perpanjangan masa detensi maksimum bagi para migran, yang semula 10 hari kini diubah menjadi 28 hari, kesepakatan ini mempermudah perintah dan proses penahanan mereka sebelum adanya kemungkinan deportasi.
Jerman juga akan berusaha untuk mencapai perjanjian "kemitraan migran terbaru" dengan negara-negara asal para pendatang yang mengajukan suaka ke Jerman, kata Scholz dalam sebuah konferensi pers.
Scholz juga mengatakan bahwa perjanjian tersebut akan memfasilitasi kedatangan "staf yang memenuhi syarat" dari negara-negara bersangkutan, dengan imbalan pertukaran dan pemulangan para migran tak berizin atau migran gelap.
Jalur perbatasan mulai diperketat
Pemerintah federal Jerman dan wilayah negara-negara bagiannya telah memilih untuk tidak menerapkan adanya pemeriksaan tetap di perbatasan dengan negara-negara tetangga, tetapi juga menolak untuk mengabaikan persoalan itu.
Saat ini, Jerman hanya menerapkan pemeriksaan tetap bagi setiap orang yang ingin melintas di sepanjang jalur perbatasannya dengan negara Austria. Mengacu pada peraturan tersebut, Scholz mengatakan bahwa "langkah-langkah serupa" akan diambil dengan negara-negara tetangga lainnya sesuai dengan situasi dan kondisi.
Secara wilayah, Jerman berbatasan dengan negara Belgia, Republik Ceko, Denmark, Prancis, Luksemburg, Belanda, Polandia, dan juga Swiss.
Pemberlakuan kembali pemeriksaan di jalur perbatasan untuk pergerakan bebas wilayah Schengen Uni Eropa, hanya diizinkan dalam keadaan tertentu.
Kami Berasal dari Sini: Kehidupan Keturunan Turki-Jerman dalam Gambar
Untuk merayakan ulang tahun ke-60 kesepakatan penerimaan pekerja migran asal Turki di Jerman, museum Ruhr memamerkan foto-foto karya fotografer asal Istanbul, Ergun Cagatay.
Fotografer Ergun Cagatay dari Istanbul, pada 1990 mengambil ribuan foto warga keturunan Turki yang berdomisili di Hamburg, Köln, Werl, Berlin dan Duisburg. Ini akan dipajang dalam pameran khusus “Kami berasal dari sini: Kehidupan keturunan Turki-Jerman tahun 1990” di museum Ruhr. Pada potret dirinya dia memakai pakaian pekerja tambang di Tambang Walsum, Duisburg.
Dua pekerja tambang bepose usai bertugas di tambang Walsum, Duisburg. Dipicu kemajuan ekonomi di tahun 50-an, Jerman menghadapi kekurangan pekerja terlatih, terutama di bidang pertanian dan pertambangan. Menindak lanjuti kesepakatan penerimaan pekerja migran antara Bonn dan Ankara pada 1961, lebih dari 1 juta “pekerja tamu” dari Turki datang ke Jerman hingga penerimaan dihentikan pada 1973.
Ini foto pekerja perempuan di bagian produksi pelapis interior di pabrik mobil Ford di Köln-Niehl. “Pekerja telah dipanggil, dan mereka berdatangan,” komentar penulis Swiss, Max Frisch, kala itu. Sekarang, komunitas Turki, dimana kini sejumlah keluarga imigran memasuki generasi ke-4, membentuk etnis minoritas terbesar di Jerman dengan total populasi sekitar 2.5 juta orang.
Foto menunjukan keragaman dalam keseharian orang Turki-Jerman. Terlihat di sini adalah kedelapan anggota keluarga Hasan Hüseyin Gül di Hamburg. Pameran foto di museum Ruhr ini merupakan liputan paling komprehensif mengenai imigran Turki dari generasi pertama dan kedua “pekerja tamu.”
Saat ini, bahan makanan seperti zaitun dan keju domba dapat ditemukan dengan mudah di Jerman. Sebelumnya, “pekerja tamu” memenuhi mobil mereka dengan bahan pangan itu saat mereka balik mudik. Perlahan-lahan, mereka membangun pondasi kuliner Turki di Jerman, untuk kenikmatan pecinta kuliner. Di sini berpose Mevsim, pemilik toko buah dan sayur di Weidengasse, Köln-Eigelstein.
Anak-anak bermain balon di Sudermanplatz, kawasan Agnes, Köln. Di tembok yang menjadi latar belakang terlihat gambar pohon yang disandingkan dengan puisi dari Nazim Hikmet, penyair Turki: “Hidup! Seperti pohon yang sendiri dan bebas. Seperti hutan persaudaraan. Kerinduan ini adalah milik kita.” Hikmet sendiri hidup dalam pengasingan di Rusia, hingga dia meninggal pada 1963.
Di sekolah baca Al-Quran masjid Fath di Werl, anak-anak belajar huruf-huruf Arab agar dapat membaca Al-Quran. Itu adalah masjid dengan menara pertama yang dibuka di Jerman pada tahun 90-an. Sejak itu warga Turki di Jerman tidak perlu lagi pergi ke halaman belakang untuk shalat atau beribadah.
Cagatay, sang fotografer berbaur dengan para tamu di sebuah pesta pernikahan di Oranienplatz, Berlin-Kreuzberg. Di gedung perhelatan Burcu, para tamu menyematkan uang kepada pengantin baru, biasanya disertai dengan harapan “semoga menua dengan satu bantal.” Pengantin baru menurut tradisi Turki akan berbagi satu bantal panjang di atas ranjang pengantin.
Tradisi juga tetap dijaga di tanah air baru ini. Di pesta khitanan di Berlin Kreuzberg ini, “Masyaallah” tertulis di selempang anak sunat. Itu artinya “terpujilah” atau “yang dikehendaki tuhan.” Pameran antara lain disponsori Kementerian Luar Negeri Jerman. Selain di Essen, Hamburg dan Berlin, pameran juga akan digelar di Izmir, Istanbul, dan Ankara bekerjasama dengan Goethe Institute. (mn/as)
Pemerintah Jerman juga berkomitmen untuk menyuntikkan dana sebesar satu miliar euro (setara Rp16,1 triliun) kepada negara-negara bagiannya, melalui pembentukan kelompok kerja yang bertugas untuk mengkaji solusi jangka panjang.
Para pemimpin regional telah lama menuntut lebih banyak alokasi dana bantuan untuk mengatasi lonjakan para pendatang baru di wilayahnya, di mana banyak negara bagian Jerman dipaksa untuk membangun tempat penampungan sementara bagi para migran tersebut.
"Mengontrol dan membatasi migrasi gelap" adalah prioritas pemerintahan Jerman, kata Scholz.
Melonjaknya para pencari suaka baru-baru ini juga beriringan dengan meningkatnya jumlah dukungan bagi partai sayap kanan AfD, terutama di wilayah Jerman timur yang dulunya dikuasai pihak komunis.
Partai antimigran tersebut memperoleh suara sekitar 15 persen, 4,7 persen lebih banyak dibandingkan dengan pemilihan umum terakhir pada 2021, yang hanya mendapatkan suara sebanyak 10,3 persen.