Kantong kresek dan sampah bekas kemasan makanan berserakan di jalan dan menyumbat saluran air di perkotaan. Indonesia menghadapi krisis sampah plastik. Pengusaha yang satu ini, punya solusi unik.
Iklan
Seorang pengusaha di Bali merasa muak terhadap maraknya sampah plastik yang mengotori Pulau Dewata itu. Ia mencoba untuk mengatasi masalah tersebut dengan mencari solusi alternatif untuk menggantikan plastik konvensional.
Lewat perusahaan Avani Eco, sang pengusaha itu kemudian memproduksi barang-barang unik: tas dari bahan dasar singkong, wadah makanan terbuat dari tebu dan sedotan dibuat dari jagung. Pendiri perusahaaan ramah lingkungan tersebut, Kevin Kumala mengatakan materi produk-produknya dapat terurai di alam dengan relatif cepat dan tidak meninggalkan residu beracun. "Saya seorang penyelam dan peselancar. Selama ini saya banyak melihat sampah plastik ini di depan mata saya," kata Kumala menjelaskan mengapa ia memutuskan untuk masuk ke bisnis "bioplastik".
Kresek bisa 'diminum'
Proyeknya dimulai saat masalah sampah plastik makin merajalela di Bali dan Jawa. Berkantor pusat di Bali, dengan pabrik utamanya di pulau Jawa, produk bioplastik Avani Eco mulai dijual pada tahun 2015. Produk yang paling populer adalah tas yang terbuat dari singkong – bahan makanan yang murah dan melimpah di Indonesia - dengan kata-kata "Saya bukan plastik" yang terpampang di tas tersebut.
Kevin Kumala yang merupakan lulusan biologi, mencelupkan tas yang terbuat dari singkong ke dalam segelas air panas.
Tas itu kemudian larut dalam air dan ia pun kemudian menelan airnya. "Jadi, ini memberi harapan kepada hewan laut, mereka tidak lagi tersedak atau tertelan sesuatu yang bisa berbahaya," katanya.
Sekitar tiga ton tas yang diproduksi di pabrik per harinya dan dijual di toko-toko dan hotel, terutama di Bali dan seluruh Indonesia, tetapi juga untuk semakin banyak perusahaan di luar negeri yang menaruh minat pada produknya.
Mencari solusi atas sampah plastik
Produk bioplastik lainnya telah lama ada di pasar, namun United Nations Environment Programme (UNEP) tampak ragu akan industri tersebut. Dalam laporan tahun 2015, Badan PBB itu menyimpulkan bahwa produk bioplastik cenderung lebih mahal dan tidak memainkan peranan utama dalam mengurangi sampah laut. Meski demikian, pejabat senior UNEP Habib El-Habr, yang bekerja pada perlindungan lingkungan laut, mengakui, bioplastik adalah "solusi inovatif" yang bisa menjadi bagian dari solusi jangka panjang.
Masalah Sampah Plastik
Rata-rata kantung plastik digunakan hanya 25 menit. Tetapi untuk hancur dan terurai di alam dibutuhkan hingga 500 tahun. Ini jadi masalah serius.
Foto: picture-alliance/dpa
Sampah dari Darat ke Laut
Bagaimana kantong plastik, botol dan pengemas lain sampai ke lautan? 80 persen sampah itu berasal dari daratan. Tempat penampungan sampah yang terbuka seperti di Inggris dan Belanda menyebabkan sampah bisa terbawa angin. Lewat sungai, sampah kemudian sampai ke laut.
Foto: Fotolia/fottoo
Ratusan Ton Sampah Plastik di Laut
Bagi banyak orang yang berlibur di tepi pantai, skenario sampah di tempat wisata ini tentu tidak asing lagi. Sesuatu menyentuh kaki, tetapi bukan ikan langka melainkan sobekan kantung plastik.
Foto: picture-alliance/dpa
Sampah Plastik di Laut Terus Bertambah
100 juta hingga 150 juta ton sampah yang ditemukan di laut adalah sampah plastik. Jumlahnya terus bertambah, sekitar 6,5 juta ton per tahunnya. Menurut keterangan program lingkungan PBB, sekitar 13.000 partikel plastik bisa ditemukan di setiap kilometer persegi areal laut.
Foto: MIKE CLARKE/AFP/Getty Images
Plastik Sulit Terurai
Ini sebagian dari sampah yang ditemukan di laut. Kebanyakan terbuat dari plastik. Masalahnya, hingga plastik terurai kembali, diperlukan waktu hingga 500 tahun.
Foto: Fotolia/sablin
Laut Menderita
Masalah paling besar ditimbulkan kantung plastik dan bola-bola plastik berukuran kecil, yang sering terdapat pada produk untuk peeling seperti sabun mandi. Karena bola-bola itu begitu kecil hingga tidak tersaring instalasi pemurnian air.
Foto: picture alliance/WILDLIFE
Kantong Plastik Jadi Kompos?
Kantong dari plastik organik pada awalnya bertujuan untuk mengurangi masalah sampah palstik. Namun, plastik organik ini ada yang mengandung lebih dari 60 persen minyak bumi dan tidak bisa diolah menjadi kompos maupun didaur ulang.
Foto: picture-alliance/ZB
"Uang Jaminan" Bagi Botol Plastik
Di Jerman, salah satu upaya mengurangi sampah plastik adalah dengan menerapkan aturan jaminan bagi botol kemasan minuman. Pembeli harus membayar sejumlah uang untuk kemasannya. Uang jaminan itu akan dikembalikan lagi oleh penjual, jika si pembeli mengembalikan botol bekasnya.
Foto: picture-alliance/dpa
7 foto1 | 7
Bioplastik didefinisikan sebagai plastik yang terbuat dari bahan-bahan biologis seperti tepung jagung, lemak nabati, sementara plastik biasa yang dibuat dari gas alam atau minyak bumi.
Dikutip dari kantor berita AFP, Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) Tuti Hendrawati Mintarsih, mengakui ada saat ini tidak ada dana dari pemerintah secara khusus yang ditujukan untuk mengurangi sampah plastik. Namun dia mengatakan pemerintah mencoba menerapkan skema nasional, dimana toko-toko wajib mengenakan biaya pada pelanggan yang gunakan kantong plastik dari toko mereka. Skema ini telah diuji coba di berbagai kota dan telah berhasil mengurangi penggunaan.
Supermarket Bebas Kemasan
Sampah di rumah menumpuk karena kemasan barang belanjaan? Di Berlin, supermarket "Original Unverpackt" mencoba membantu. Anda bisa membeli barang sesuai jumlah yang diperlukan dan menaruhnya di wadah bawaan sendiri.
Foto: Original Unverpackt/J. Schröder
Kebanyakan Sampah Kemasan
Dua perempuan Jerman Sara Wolf (31) dan Milena Glimbovski (24) yang merasa kesal dengan "overdosis" sampah kemasan memutuskan untuk mendirikan toko yang menjual barang tanpa kemasan. "Penting untuk beraksi dan menjadi bagian dari solusi," ujar Glimbovski. Supermarket mereka namakan "Original Unverpackt" atau "asli tidak dikemas".
Foto: Original Unverpackt/J. Schröder
Beli 32 Gram Beras
Pelanggan bisa membeli cornflakes, beras atau pasta dengan mengambil sesuai kebutuhan dan memasukkannya ke wadah yang dibawa dari rumah. Setelah itu baru ditimbang dan dibayar. Jadi kalau hanya butuh sedikit beras, Anda tidak perlu membeli satu karung. Begitu juga jika membeli minuman. Anda bisa membawa botol kosong sendiri.
Foto: Original Unverpackt/J. Schröder
Belanja Untuk Persediaan
Selain bisa membeli berbagai macam bumbu sesuai kebutuhan (foto), supermarket Original Unverpackt juga menjual sabun cair dan kebutuhan kamar mandi dalam jumlah banyak. Jadi Anda bisa belanja untuk persediaan jangka panjang. Misalnya membeli sampo 10 liter.
Foto: Original Unverpackt/J. Schröder
Sewa Wadah
Anda lupa membawa wadah sendiri? Tidak masalah. Ini (foto) contoh beberapa wadah yang bisa disewa dari supermarket Original Unverpackt. Selain ini ada toples kaca dan tas kain. Di sini Anda tidak akan menemukan kantong plastik.
Foto: Original Unverpackt/J. Schröder
Tren Baru di Eropa?
Original Unverpackt hanya satu dari sedikit supermarket di Eropa yang menerapkan sistem penjualan barang tanpa kemasan. Apakah akan bisa menjadi tren baru masih harus ditunggu perkembangannya. Selain di Jerman ada dua toko sejenis di Italia, satu di Bordeaux, Perancis dan satu di ibukota Austria, Wina.
Foto: Original Unverpackt/J. Schröder
5 foto1 | 5
Sebuah laporan yang diterbitkan oleh Yayasan Ellen MacArthur tahun 2016 memperingatkan bahwa pada tahun 2050 akan ada lebih banyak plastik daripada ikan di laut. Di Indonesia, gelombang banjir plastik di sungai dan lautan telah menyebabkan masalah selama bertahun-tahun. Saluran air di kota menjadi tersumbat, risiko banjir meningkat. Belum lagi, plastik telah menyebabkan kematian hewan laut yang menelan kemasan plastik.
Meskipun menghadapi banyak tantangan, pengusaha Kevin Kumala optimistis bahwa momok plastik di Indonesia dapat ditangani. Ia memiliki rencana untuk memperluas usahanya ke negara-negara lain di Asia Tenggara.
ap/vlz(afp)
Pengki Raksasa Bersihkan Samudera Bumi
Seorang remaja bermimpi membersihkan samudera Bumi dari sampah plastik. Gagasannya membangun filter di laut yang menjaring sampah mengundang decak kagum ilmuwan, tetapi juga hujan kritik.
Foto: theoceancleanup.com
Plastik Mencemari dan Membunuh
Program lingkungan PBB, UNEP, menaksir setiap tahun sekitar tujuh juta ton sampah plastik mencemari samudera Bumi. Sampah itu sulit terurai, cuma lumat menjadi potongan kecil yang dimakan ikan atau burung dan menyusup dalam rantai makanan. Tidak terhitung berapa jumlah satwa yang pernah menjadi korban, atau terancam oleh pencemaran laut oleh manusia.
Foto: Gavin Parson/Marine Photobank
Gagasan Mulanya Mengundang Cibiran
Karena itu seorang mahasiswa muda berusia 20 tahun asal Belanda, Boyan Slat, mencari akal untuk menangani masalah lingkungan terbesar abad ini. Solusinya sederhana. Ia mengembangkan filter yang menjaring sampah laut secara perlahan. Ide Boyan awalnya mengundang cibiran dari pakar kelautan dan ilmuwan...
Foto: theoceancleanup.com
Pengakuan dari Ilmuwan
Tanpa mengindahkan cibiran orang, Slat membuka penggalangan dana pribadi lewat crowdfunding. Tak diduga ia berhasil mengumpulkan dana dua juta US Dollar. Dengan duit di kantong, Slat memproduksi prototip pertama dan mengundang 100 tenaga ahli untuk uji kelayakan. Hasilnya? jika dibentangkan sepanjang 100 kilometer dalam waktu 10 tahun, filter buatan Boyan bisa menjaring 40 persen sampah di laut
Foto: theoceancleanup.com
Sampah Ikuti Arus Laut
Tantangan terbesar adalah menemukan lokasi yang tepat untuk filter sampah agar menjaring sebanyak mungkin plastik dari laut. Untuk itu ilmuwan menganalisa segunung data untuk mengungkap probabilitas keberadaan kumpulan sampah dan arah pergerakannya yang banyak bergantung pada arus laut.
Foto: theoceancleanup.com
Keraguan dan Kritik
Namun ide besar Slat bukan tanpa hujan kritik. Sebagian ilmuwan atau ahli oseanografi meragukan keampuhan filter laut buatan Boyan. Mereka misalnya menyangsikan filter laut tersebut akan mudah terbawa arus dan mengalami kerusakan. Selain itu beberapa pakar biologi laut juga mengkhawatirkan, filter tersebut bisa ikut menjaring satwa laut yang hidup di permukaan air.