Kapal pesiar Syariah milik perusahaan Italia berlabuh di Aceh. Sekitar 900 wisatawan melakukan kegiatan bertema 'Islamic Cruise' baik di atas kapal maupun ketika menjejakkan kaki di Serambi Mekah.
Iklan
Senin pagi (27/11), penumpang kapal pesiar bintang empat, MV Costa Victoria menjejakkan kaki di dermaga teluk Sabang, Aceh. Kedatangan mereka langsung disambut penampilan tari Silat Aceh dan Likok Pulo, tarian yang dulunya diciptakan seorang ulama asal Arab.
Bukan tanpa alasan kedatangan 980 wisatan tersebut disambut meriah, sebab ini kali pertama kapal mewah bertema "Islamic Cruise" bersandar di Serambi Mekah.
"Mudah-mudahan pelayanan yang kita berikan kepada para wisatawan Islamic Cruise akan memberi kesan positif kepada mereka, dan kunjungan ini direncanakan akan menjadi agenda kunjungan tahunan," ujar Irwan Faisal, Wakil Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) teluk Sabang, seperti dikutip dari Viva.
Selain berkunjung ke Sabang, para penumpang yang diawaki kapten kapal Fauci Gianfranco juga melakukan studi tur ke Banda Aceh. Masjid Baiturrahman dan situs Tsunami Aceh adalah sejumlah lokasi yang mereka singgahi.
Shalat dan dakwah di atas kapal
Kapal pesiar syariah tersebut berlayar dari Singapura ke Sabang. Di atas dek kapal, para wisatawan yang berasal dari Malaysia, Brunei Darussalam, Australia dan Indonesia tersebut menunaikan shalat berjamaah serta mendengarkan dakwah. Tak hanya itu, kapal asal Italia tersebut juga menjadi kapal pesiar asal Eropa pertama yang mengantongi serifikat Halal.
Kapal milik perusahaan pesiar internasional Costa Cruise itu dapat menampung lebih dari dua ribu orang. Pada pelayaran kali, kapal pesiar tersebut membawa 1.988 penumpang, yakni 980 wisatawan dan 1000 orang kru kapal.
Tujuh Fakta Syariah Islam di Aceh
Sejak diterapkan lebih dari satu dekade silam Syariah Islam di Aceh banyak menuai kontroversi. Hukum agama di Serambi Mekkah itu sering dikeluhkan lebih merugikan kaum perempuan. Benarkah?
Foto: AP
Bingkisan dari Jakarta
Pintu bagi penerapan Syariah Islam di Aceh pertamakali dibuka oleh bekas Presiden Abdurrachman Wahid melalui UU No. 44 Tahun 1999. Dengan cara itu Jakarta berharap bisa mengikis keinginan merdeka penduduk lokal setelah perang saudara berkepanjangan. Parlemen Aceh yang baru berdiri tidak punya pilihan selain menerima hukum Syariah karena takut dituding anti Islam.
Foto: Getty Images/AFP/O. Budhi
Kocek Tebal Pendakwah Syariah
Anggaran penerapan Syariah Islam di Aceh ditetapkan sebesar 5% pada Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBA). Nilainya mencapai hampir 700 milyar Rupiah. Meski begitu Dinas Syariat Islam Aceh setiap tahun mengaku kekurangan uang dan meminta tambahan anggaran. DSI terutama berfungsi sebagai lembaga dakwah dan penguatan Aqidah.
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
Polisi Agama di Ruang Publik
Sebanyak 22 milyar Rupiah mengalir ke lembaga polisi Syariah alias Wilayatul Hisbah. Lembaga yang berwenang memaksakan qanun Islam itu kini beranggotakan 1280 orang. Tugas mereka antara lain melakukan razia di ruang-ruang publik. Tapi tidak jarang aparat WH dituding melakukan tindak kekerasan dan setidaknya dalam satu kasus bahkan pemerkosaan.
Foto: Getty Images/AFP/C. Mahyuddin
Kenakalan Berbalas Cambuk
Menurut Dinas Syariat Islam, pelanggaran terbanyak Syariah Islam adalah menyangkut Qanun No. 11 Tahun 2002 dan No. 14 Tahun 2003. Kedua qanun tersebut mengatur tata cara berbusana dan larangan perbuatan mesum. Kebanyakan pelaku adalah kaum remaja yang tertangkap sedang berpacaran atau tidak mengenakan jilbab. Untuk itu mereka bisa dikenakan hukuman cambuk, bahkan terhadap bocah di bawah umur
Foto: Getty Images/AFP/C. Mahyuddin
Cacat Hukum Serambi
Kelompok HAM mengritik penerapan hukum Islam di Aceh tidak berimbang. Perempuan korban perkosaan misalnya harus melibatkan empat saksi laki-laki untuk mendukung dakwaannya. Ironisnya, jika gagal menghadirkan jumlah saksi yang cukup, korban malah terancam dikenakan hukuman cambuk dengan dalih perbuatan mesum. Adapun terduga pelaku diproses seusai hukum pidana Indonesia.
Foto: Getty Images/AFP/C. Mahyuddin
Petaka buat Perempuan?
Perempuan termasuk kelompok masyarakat yang paling sering dibidik oleh Syariah Islam di Aceh. Temuan tersebut dikeluhkan 2013 silam oleh belasan LSM perempuan. Aturan berbusana misalnya lebih banyak menyangkut pakaian perempuan ketimbang laki-laki. Selain itu penerapan Syariat dinilai malah berkontribusi dalam sekitar 26% kasus pelecehan terhadap perempuan yang terjadi di ranah publik.
Foto: picture-alliance/epa/N. Afrida
Pengadilan Jalanan
Ajakan pemerintah Aceh kepada penduduk untuk ikut melaksanakan Syariah Islam justru menjadi bumerang. Berbagai kasus mencatat tindakan main hakim sendiri oleh masyarakat terhadap tersangka pelanggar Qanun. Dalam banyak kasus, korban disiram air comberan, dipukul atau diarak tanpa busana. Jumlah pelanggaran semacam itu setiap tahun mencapai puluhan, menurut catatan KontraS