Polisi Lacak Puluhan Militan Yang Kembali dari Suriah
17 Oktober 2016Kepolisian Indonesia sudah memantau sekitar 40 anggota dan simpatisan ISIS yang kembali dari Suriah. Mereka berpotensi membangun jaringan teroris generasi baru berbekal keterampilan dan pengalaman yang mereka dapatkan di medan pertempuran.
Hal itu disampaikan Kapolri Tito Karnavian dalam wawancara dengan kantor berita Reuters hari Senin (17/10).
"Kami bisa berhubungan dengan mereka, tetapi mereka juga bisa menghindari deteksi kami. Kami percaya, mereka mengorganisir diri diam-diam dan berinteraksi dengan struktur radikal lainnya," kata Tito Karnavian.
Sekitar 10 anggota militan kini berada dalam tahanan untuk diinterogasi dan sisanya tetap bebas, kata dia. Kapolri menambahkan, sampai kini tidak ada indikasi tentang ancaman serangan teror dalam waktu dekat.
Mayoritas umat muslim di Indonesia bersikap moderat dan menolak gerakan radikal. Tapi kelompok-kelompok ekstremis kecil memang secara periodik melakukan aksi-aksi teror. Banyak anggotanya yang sudah tewas atau dipenjara.
Namun aparat keamanan belakangan melihat gejala kebangkitan baru-baru kalangan militan yang terinspirasi oleh ISIS. Pihak berwenang saat ini meyakini, ISIS punya lebih dari 1.200 pengikut di Indonesia, dan hampir 400 warga Indonesia berangkat ke Suriah untuk bergabung dengan kelompok teror itu.
Bulan Januari lalu, sedikitnya empat militan pro ISIS melakukan aksi penembakan dan serangan bom di tengah kota Jakarta. Delapan orang tewas dalam peristiwa itu, termasuk para penyerang. Menurut kepolisian, serangan itu tidak direncanakan dengan baik, sehingga tidak berhasil.
Tito Karnavian juga mengatakan, ada tren baru yang mengkhawatirkan yang muncul dari kalangan remaja, yang mengalami radikalisasi lewat internet dan terpikat untuk melakukan serangan teror skala kecil.
Agustus lalu, seorang anak berusia 16 tahun mencoba meledakkan bom rakitan di sebuah gereja di kota utara Medan namun gagal. Remaja itu juga mencoba menyerang pendeta yang sedang melayani jemaat dengan senjata tajam untuk membunuhnya.
Polisi mengatakan, remaja radikal itu terobsesi dengan pemimpin ISIS Abu Bakr al-Baghdadi dan telah mempelajari ideologi ISIS lewat internet.
"Ini adalah tren baru. Ini lebih sulit dilacak daripada jaringan yang ada sekarang... karena mereka adalah pelaku yang sering disebut "lone wolf" yang menjadi radikal lewat online," kata Karnavian. Dia menambahkan, polisi setidaknya mencatat ada 10 kasus seperti itu.
Di bawah undang-undang anti-terorisme, polisi Indonesia bisa menahan tersangka untuk diinterogasi sampai tujuh hari. Pemerintah sekarang mempertimbangkan langkah-langkah pencegahan yang lebih ketat, misalnya mencabut kewarganegaraan Indonesia dari warga yang ikut bertempur di luar negeri untuk kelompok ekstrimis. RUU anti-terorisme yang sudah direvisi masih menunggu persetujuan parlemen.
hp/rn (rtr)