1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Ketika Mayoritas Menekan Hak Kelompok Minoritas

26 Januari 2016

Ratusan warga mendatangi sekretariat Ahmadiyah di provinsi Bangka-Belitung dan menuntut mereka enyah. Sekda Bangka Belitung sebelumnya menulis surat resmi pengusiran Ahmadiyah dengan batas waktu sampai 14 Desember 2015.

Indonesien Brandstiftung Gebäude der Gafatar Sekte
Foto: Reuters/Antara/J.H. Wuysang

Hari Minggu, 24 Januari lalu, ratusan warga mendatangi Sekretariat Ahmadiyah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung di Kelurahan Srimenanti, Sungailiat, Kabupaten Bangka. Mereka ingin mengusir paksa warga Ahmadiyah yang berada di wilayah itu.

Tapi aparat keamanan, dibantu Satpol PP dilaporkan berhasil mencegah massa melakukan aksi-aksi kekerasan.

Intoleransi yang makin mencuat di wilayah Indonesia belakangan makin menguatirkan para aktivis hak asasi dan demokrasi. Tekanan terhadap penganut Ahmadiyah memang sudah lama berlangsung, dan didukung oleh berbagai organisasi besar Islam di Indonesia.

Aksi massa tehradap warga Ahamadiyah di Bangka-Belitung adalah insiden terbaru dalam serangkaian serabngan terhadap kelompok minoritas itu. Bahkan beberapa tahun lalu, warga Ahmadiyah ada yang dibakar hidup-hidup, tanpa ada pencegahan aparat keamanan. Pelakunya hanya dijatuhi sanksi beberapa bulan penjara.

Srerangan terhadap warga Ahmadiyah di Pandeglang, provinsi Banten, Februari 2011 menewaskan 3 orangFoto: AP

Masalahnya, represi terhadap kelompok minoritas sering didukung oleh aparat pemerintahan setempat. Selain itu, organisasi besar Islam juga ada yang menyetujuinya. Kelompok-kelompok radikal Islam seperti Front Pembela Islam (FPI), termasuk yang paling getol mengeluarkan ancaman kekerasan kepada warga Ahmadiyah, tanpa terjamah oleh hukum.

"Orang Ahmadiyah juga punya hak untuk hidup di Bangka," kata Fery Insani, seorang pejabat senior di pemerintah daerah kepada kantor berita Reuters, sambil menegaskan: "Tapi mereka dilarang melakukan kegiatan seperti menyebarkan kepercayaan mereka."

Baru-baru ini, kelompok yang menamakan diri Gafatar juga mengalami kekerasan dari penduduk setempat di Kalimantan Barat. Rumah-rumah mereka dibakar dan mereka diusir (foto artikel). Aparat keamanan tidak melakukan pencegahan dan juga tidak langsung melakukan penyidikan.

Anggota Gafatar dievakuasi setelah rumah mereka dibakar massadi wilayah Mempawah, Kalimantan Barat, 19 Januari 2016Foto: Reuters/Antara/J.H. Wuysang

Sebelumnya, berbagai organisasi dan tokoh agama Islam memang sudah menyatakan bahwa kelompok Gafatar menyimpang dari ajaran agama dan patut dilarang.

Sekitar 1.000 orang harus dievakuasi dari wilayah tempat mereka tinggal, setelah rumah-rumah mereka dibakar habis dan keselamatan mereka terancam. Gafatar digambarkan banyak media lokal sebagai kelompok radikal dan berbahaya.

Anggota komunitas Ahmadiyah di Bangka sudah memrotes intimidasi dan pengusiran terhadap mereka. Tapi ancaman kekerasan tetap ada.

"Kami berharap polisi dapat menjamin keamanan bagi masyarakat Ahmadiyah di Bangka dan pemerintah daerah mau menjamin hak-hak kami sebagai warga negara," kata Yendra Budiana, juru bicara Komunitas Ahmadiyah Indonesia di Jakarta.

Aksi FPI di Indonesia sering disertai ancaman melakukan kekerasan, jika tuntutan mereka tidak dipenuhiFoto: Getty Images/Adek Berry

Beberapa waktu lalu, ratusan warga muslim juga dilaporkan memaksa pemerintah daerah untuk meruntuhkan beberapa gereja di provinsi Aceh akhir tahun lalu. Mereka mengklaim bangunan-bangunan itu tidak punya izin bangunan. Kelompok hak asasi manusia dan kalangan aktivis sudah lama mengajukan protes atas intoleransi yang makin meluas di Indonesia.

hp/ (rtr, dpa)