Kasus HAM yang Segera Perlu Ditangani Presiden Pasca Pilpres
13 Maret 2019
Daftar pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia cukup panjang. Peristiwa 65, peristiwa Talangsari hingga Kendeng, masih belum terselesaikan. Mana yang harus ditangani presiden terpilih segera setelah pilpres ?
Iklan
Ada banyak kasus pelanggaran HAM yang belum terselesaikan di Indonesia. Apa yang pertama-tama harus segera ditangani presiden terpilih setelah pilpres ? Berikut jawaban para warganet.
Di laman Facebook DW Indonesia, jawaban-jawaban yang disampaikan warganet cukup beragam:
Agus Safrudinnur :Merukunkan kembali masyarakat menjadi satu kubu Indonesia Masa Depan. Tuntaskan kasus kasus pelanggaran Pemilu 2019, lanjut ke kasus kasus HAM lain.
Setia Budi :Jangankan kasus pelanggaran ham yg baru-baru, kasus yg lama-lama, pembantaian oleh penjajah Belanda saja pemerintah enggan menindak lanjuti.
Ksy Aisah :Munir, gara-gara mau membocorkan dalang kerusuhan TNI.
Amira Scipione Banyak yang harus diselesaikan, mulai dari pembunuhan, penculikan, pemerkosaan jutaan nyawa di jaman Orde Baru, kasus Munir, kasus Antasari, Papua, dan lain-lain.
Jokowi Dikejar Dosa HAM Hingga ke Eropa
Presiden Joko Widodo membidik kerjasama bisnis untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi Indonesia. Tapi betapapun sang presiden berusaha menghindar, ia tetap dikejar dosa HAM masa lalu
Foto: Reuters/H. Hanschke
Sambutan Kenegaraan
Jerman mempersiapkan upacara kenegaraan buat menyambut Presiden Indonesia Joko Widodo. Di jantung Eropa dia menyisakan waktu tidak barang sehari. Jokowi terutama membidik kerjasama pendidikan kejuruan buat calon tenaga kerja muda. Dengan cara itu sang presiden ingin menempatkan kualitas sumber daya manusia sebagai pondasi pertumbuhan ekonomi di masa depan.
Foto: DW/R.Nugraha
Dikejar Dosa
Namun Jokowi tidak sepenuhnya bisa melepaskan diri dari isu Lingkungan dan Hak Azasi Manusia. Selama kunjungannya di Berlin sang presiden diiringi aksi demonstrasi berbagai kelompok, antara lain organisasi lingkungan Rettet den Regenwald. Sementara International People Tribunal 65 menyerahkan petisi yang berisikan tuntutan kepada pemerintah untuk menyelesaikan isu HAM masa lalu.
Foto: DW/R.Nugraha
Sentilan Sang Pendeta
Agenda serupa juga menantinya di Istana Bellevue, saat bertemu dengan Presiden Jerman, Joachim Gauck. Gauck yang bekas pendeta itu membahas hak minoritas dan hubungan antar agama di Indonesia. Ia juga menyentil sang presiden ihwal hukuman mati. Jokowi berkilah Indonesia sedang dalam darurat narkoba
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Sohn
Berguru ke Jerman
Setelah bertemu Gauck, Jokowi bergegas menemui Kanselir Angela Merkel yang terpaksa menunggu selama tiga menit di kantor kekanseliran di Berlin. Bersama perempuan paling berkuasa di Bumi itu Jokowi membahas berbagai kerjasama ekonomi, terutama pendidikan vokasi dan juga isu terorisme.
Foto: DW/R.Nugraha
Terjebak Isu HAM
Namun serupa dengan Gauck, Merkel turut membahas "kasus HAM di Indonesia, terutama di Aceh dan Papua." Soal isu pembantaian 1965, Jokowi akhirnya angkat bicara ketika sudah tiba di London. "Saya belum memutuskan apa-apa," ucapnya membantah klaim Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Luhut Panjaitan.
Foto: Reuters/H. Hanschke
Bergegas Mengejar Pertumbuhan
Tanpa membuang banyak waktu presiden beserta rombongan langsung terbang ke London, lalu Belgia dan Belanda dengan selang waktu satu hari. Di Eropa Jokowi membidik perjanjian perdagangan bebas yang ia canangkan akan selesai dalam dua tahun. Selain kerjasama pendidikan vokasi dengan Jerman, Jokowi juga menggandeng Inggris untuk membenahi industri kelautan.
Foto: DW/R.Nugraha
6 foto1 | 6
Stella Er Ita Martadinata. Seorang gadis Tionghoa anggota Yayasan Kalyanamitra yang menjadi tim relawan untuk kemanusiaan demi mengungkap kasus perkosaan dan pembunuhan ketika Kerusuhan Mei 1998. Ita hendak memberikan kesaksian di kongres Amerika Serikat, tapi seminggu sebelum berangkat seseorang yang misterius membunuhnya dengan kejam di kamarnya sendiri. Keluarga membawa jenazah ke RSCM. Hasil otopsi malah bilang korban menderita kelainan seksual. Titik balik yang membuat suara-suara keadilan untuk korban 1998 perlahan menghilang karena takut. Mereka memilih bungkam atau berjuang masing-masing.
Daniel ILmi 1965 adalah noda yg harus dibersihkan agar nyawa para petani kecil tidak dicemarkan oleh kapitalis busuk.
Yana Nur Samsu: Jika Anda tahu, bukti, saksi, dan lain-lain telah cukup sarat, usut kasus itu, kenapa tak di usut?
Desakan penuntasan pelanggaran HAM ditanggapi warganet dengan kritis:
Penuntasan pelanggaran HAM yg terjadi di masa lalu dan masa sekarang karena jika impunitas terus terjadi maka selama itu semua faktor atau indikator yang menunjang pertumbuhan segala bidang tidak dapat tumbuh subur karna preseden dasarnya yaitu kemanusiaan sangat buruk.
Dua Wajah Tentara - NKRI di Bawah Bayang Militer
TNI banyak berjasa menyatukan Indonesia. Tapi kiprah mereka di tiga wilayah justru membuktikan sebaliknya. Pendekatan keamanan yang dianut mabes di Cilangkap justru mendorong separatisme dan mengancam keutuhan NKRI
Foto: AFP/Getty Images/Choo Youn Kong
Ancaman Terhadap NKRI?
Presiden Joko Widodo menjadi kepala negara pertama yang memahami perlunya perubahan di tubuh TNI. Ia memerintahkan pergeseran paradigma di Papua, "bukan lagi pendekatan keamanan represif, tetapi diganti pendekatan pembangunan dengan pendekatan kesejahteraan." Diyakini, kiprah TNI menjaga kesatuan RI justru banyak melahirkan gerakan separatisme.
Foto: Reuters/Beawiharta
Api di Tanah Bara
Sejak Penentuan Pendapat Rakyat 1969 yang banyak memicu keraguan, Papua berada dalam dekapan militer Indonesia. Sejak itu pula Jakarta menerapkan pendekatan keamanan buat memastikan provinsi di ufuk timur itu tetap menjadi bagian NKRI. Tapi keterlibatan TNI bukan tanpa dosa. Puluhan hingga ratusan kasus pelanggaran HAM dicatat hingga kini.
Foto: T. Eranius/AFP/Getty Images
Rasionalisasi Pembunuhan
Tudingan terberat ke arah mabes TNI di Cilangkap adalah rasionalisasi pembunuhan warga sipil di Papua. Theys Hiyo Eluay yang ditemukan mati tahun 2001 silam adalah salah satu korban. Pelakunya, anggota Komando Pasukan Khusus, mendapat hukuman ringan berkat campur tangan bekas Kepala Staf TNI, Ryamizad Ryacudu yang kini jadi Menteri Pertahanan. "Pembunuh Theys adalah pahlawan," katanya saat itu
Foto: Getty Images/AFP/T. Eranius
Merawat Konflik, Menjaga Kepentingan
Berulangkali aksi TNI memprovokasi konflik dan kerusuhan. Desember 2014 silam aparat keamanan menembak mati empat orang ketika warga Paniai mengamuk lantaran salah satu rekannya dipukuli hingga mati oleh TNI. Provokasi berupa pembunuhan juga dilakukan di beberapa daerah lain di Papua. Faktanya nasionalisme Papua berkembang pesat akibat tindakan represif TNI, seperti juga di Aceh dan Timor Leste
Foto: picture-alliance/dpa
Seroja Dipetik Paksa
Diperkirakan hingga 200.000 orang meninggal dunia dan hilang selama 24 tahun pendudukan Indonesia di Timor Leste. Sejak operasi Seroja 1975, Timor Leste secara praktis berada di bawah kekuasaan TNI, meski ada upaya kuat Suharto buat membangun pemerintahan sipil.
Foto: picture-alliance/dpa
Petaka di Santa Cruz
Kegagalan pemerintahan sipil Indonesia di Timor Leste berakibat fatal. Pada 12 November 1991, aksi demonstrasi mahasiswa menuntut referendum dan kemerdekaan dijawab dengan aksi brutal oleh aparat keamanan. Sebanyak 271 orang tewas, 382 terluka, dan 250 lainnya menghilang.
Foto: picture-alliance/dpa
Akhir Kegelapan
Sejak pembantaian tersebut Indonesia mulai dihujani tekanan internasional buat membebaskan Timor Leste. Australia yang tadinya mendukung pendudukan, berbalik mendesak kemerdekaan bekas koloni Portugal itu. PBB pun mulai menggodok opsi misi perdamaian. Akhirnya menyusul arus balik reformasi 1998, penduduk Timor Leste menggelar referendum kemerdekaan tahun 1999 yang didukung lebih dari 70% pemilih.
Foto: picture-alliance/dpa/Choo
Serambi Berdarah
Pendekatan serupa dianut TNI menyikapi kebangkitan nasionalisme Aceh, meski dengan akhir yang berbeda. Perang yang dilancarkan oleh Gerakan Aceh Merdeka, dijawab dengan teror terhadap pendukung dan simpatisan organisasi pimpinan Hasan Tiro itu. Namun berbagai aksi keji TNI justru memperkuat kebencian masyarakat Aceh terhadap pemerintah Indonesia.
Foto: Getty Images/AFP/O. Budhi
Daerah Operasi Militer
Dua kali Jakarta mendeklarasikan Aceh sebagai Daerah Operasi Militer, antara 1990-1998 dan 2003-2004. Amnesty International mencatat, perang di Aceh sedikitnya menelan 15.000 korban jiwa, kebanyakan warga sipil. TNI dituding bertanggungjawab dalam banyak kasus pelanggaran HAM, antara lain penyiksaan dan pemerkosaan, tapi hingga kini tidak ada konsekuensi hukum.
Foto: picture-alliance/dpa/Saini
Alam Berbicara
Perang di Aceh berakhir dramatis. Di tengah eskalasi kekerasan pada masa darurat militer, bencana alam berupa gempa bumi dan Tsunami menghantam provinsi di ujung barat Indonesia itu. Lebih dari 100.000 penduduk tewas. Tidak lama kemudian semua pihak yang bertikai sepakat berdamai dengan menandatangani perjanjian di Helsinki, 2005.
simpel saja seharusnya kalau benar-benar niat menuntaskan kasus pelanggaran HAM di Indonesia. Pemerintah harus tegas, tepat, solutif dalam menangani kasus HAM, dan bertindak atas nama semua golongan. Menyiapkan dan memperkuat kesigapan aparat yang menangani kasus HAM.
Stop proyek infrastrktur yang tidak menguntungkan rakyat. Deregulasi untuk meningkatkan perekonomian rakyat, agar daya beli masyarakat meningkatkan. Pembenahan BPJS, kembalikan fungsi BUMN sesuai amanat UUD 45, peningkatan gizi anak2, aset masa depan negara
Solidaritas Untuk Kendeng, Aksi Semen Kaki Berlangsung di Jerman
Aksi menyemen kaki bukan hanya dilakukan petani Kendeng di Indonesia. Di Jerman, aksi serupa dilakukan dengan tujuan serupa, menolak pembangunan pabrik semen di pegunungan Kendeng.
Foto: Marianne Klute
Mereka menyemen kaki
Aksi protes yang diwarnai aksi menyemen kaki dilakukan bertepatan dengan rapat umum pemegang saham PT. HeidelbergCement di Kota Heidelberg, Jerman, pada tanggal 10 Mei 2017. Puluhan orang, termasuk warga Jerman ikut serta dalam aksi inii sebagai bentuk solidaritas bagi petani Samin yang menolak pembangunan pabrik semen di pegunungan Kendeng
Foto: Marianne Klute
Memrotes pemegang saham perusahaan induk
Seperti diketahui, HeidelbergCement adalah perusahaan semen yang berkantor pusat di Heidelberg, Jerman. Produsen semen terbesar ketiga di dunia ini juga pemegang saham mayoritas PT Indocement, salah satu pabrik semen di Indonesia. Melalui anak usahanya tersebut, HeidelbergCement berencana membangun pabrik di Pati, Jawa Tengah, yang mendapat tentangan dari komunitas Samin.
Foto: Privat
Roadshow Samin vs Semen di Jerman
Kebetulan, rapat umum pemegang saham perusahaan Jerman tersebut bertepatan dengan pemutaran film dokumenter Samin Vs Semen di 10 kota di Jerman, April hingga Mei 2017. Film ini mengisahkan perjuangan komunitas Samin menolak kehadiran pabrik semen di pegunungan Kendeng. Tak urung aksi solidaritas pun digelar untuk isu tersebut.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Warga Jerman ikut menyemen kakinya
Berbagai elemen masyarakat Jerman bergabung dalam aksi solidaritas terhadap petani Samin di Kendeng. Puluhan individu maupun perwakilan organisasi ikut dalam aksi yang digelar di Heidelberg, hari Rabu (10/05). Beberapa orang bahkan menyemen kakinya, seperti yang dilakukan petani Samin saat aksi di Indonesia.
Foto: Marianne Klute
Solidaritas bersama
Selain Watch Indonesia, organisasi lainnya yang mengundang Dandhy dan Gunarti untuk memberi pemaparan situasi isu semen dalam bentuk roadshow film Samin vs Semen di Jerman adalah Südostasien Informationsetlle, Retten Regenwald, Heinrich-Böll Stiftung. Akomodasi keduanya di Jerman juga dibantu secara gotong royong oleh warga yang simpati dengan perjuangan petani Samin.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Memberi pemahaman seputar konflik semen
Pembuat film Dandhy Laksono menjelaskan tujuan dari kampanye komunitas Samin ke Jerman:"Tujuannya adalah agar film yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman ini ditonton oleh warga Jerman, sehingga bisa memberikan tekanan sosial dan politik kepada pemerintah Jerman dan Indonesia, agar perusahaan induk Heidelbergcement berpikir ulang mengenai pendirian pabrik semen di Kendeng."
Foto: DW/A. Purwaningsih
Merusak tatanan sosial an lingkungan
Gunarti, petani Samin dari Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) yang ikut dalam perjalananpemutaran dan diskusi film Samin vs Semen di Jerman, memaparkan pendirian pabrik semen di pegunungan merusak tatanan sosial dan lingkungan di wilayah mereka berada.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Terkatung-katung lagi
Adapun dalam pertemuan dengan para pemegang saham di HeidelbergCement, hasilnya kurang memuaskan bagi Yvonne Kurz dari Watch Indonesia yang mendampingi Dandhy dan Gunarti. Yvonne menceritakan, para pemegang saham sejauh ini belum dapat memutuskan apakah akan melanjutkan pembangunan pabrik semen di Pati atau tidak.
Foto: Marianne Klute
Indonesia kelebihan semen
Ada dua alasan yang disampaikan para pemegang saham kepada Yvonne, mengapa belum ada keputusan soal pabrik semen di Pati. Pertama, sudah ada sebuah pabrik semen yang berdiri di dekat Pati, yakni di Rembang yang didirikan oleh PT Semen Indonesia. Kedua, menurut Yvonne, pemegang saham sendiri mengakui sudah ada kelebihan produksi semen di Indonesia. (Ed:ap/yf/foto:B.Dengen/M.Klutte)