Pertumbuhan obesitas pada anak di Indonesia meningkat tiga kali lipat. Dengan begitu Indonesia kini termasuk dalam negara dengan tingkat obesitas tertinggi di dunia.
Iklan
Angka pengidap obesitas pada anak-anak di Indonesia berlipatganda menjadi tiga kali lipat, menurut studi global yang dirilis di New England Journal of Medicine, Senin (12/6). Mereka berpotensi mengidap berbagai jenis penyakit setelah dewasa, antara lain diabetes, penyakit jantung dan kanker.
Termuan tersebut selaras dengan Data Riset Kesehatan Nasional 2016 silam yang mengungkap 20.7% penduduk dewasa Indonesia mengalami kegemukan. Angka tersebut meningkat dari 15,4% tahun 2013. Kajian Global Burden of Diseases yang dipublikasikan jurnal ilmiah, Lancet, pada 2014 menempatkan Indonesia di posisi 10 dalam daftar negara dengan tingkat obesitas tertinggi di dunia.
10 Fakta Pahit Tentang Gula
Gula ternyata banyak memicu masalah kesehatan. Diabetes, obesitas dan Alzheimer adalah beberapa penyakit yang dipicu konsumsi gula berlebihan. Tapi konsumsi gula perkapita terus naik di seluruh dunia.
Foto: Colourbox
Memicu Diabetes
Gula diubah jadi lemak dua hingga lima kali lebih cepat dibanding karbohidrat. Kandungan fruktosa dari gula juga dimetabolisme dalam hati menjadi lemak hati yang bisa memicu resistensi insulin. Akibatnya: muncul Diabetes tipe 2 yang diidap seumur hidup.
Foto: Colourbox
Meningkatkan Risiko Alzheimer
Konsumsi tinggi gula meningkatkan risiko penyakit Alzheimer. Hasil riset 2013 menunjukkan, resistensi insulin dan tingginya kadar darah yang memicu diabetes, terbukti juga meningkatkan risiko degeneratif sistem saraf yang berkait erat dengan Alzheimer.
Foto: Colourbox
Merusak Flora Usus
Flora usus yang sehat membantu pencernaan dan melindungi organ pencernaan dari bakteri perusak. Makin banyak gula di dalam usus, membantu bakteri penyebab penyakit, jamur dan parasit berkembang biak cepat. Dampaknya: perut kembung, sembelit hingga buang air terus-menerus.
Foto: Colourbox
Risiko Kanker Naik
Sel tumor perlu banyak gula untuk berkembangbiak. Professor Lewis Cantley dari Harvard Medical School meneliti peran gula dan munculnya kanker. Ahli biokimia ini berasumsi konsumsi, tinggi gula mendorong munculnya kanker. Saran Cantley: sedapat mungkin kurangi konsumsi gula.
Foto: Colourbox
Mempercepat Penuaan
Glykation adalah penggulaan jaringan kulit. Dampaknya: molekul gula menempel pada serat kolagen yang memicu pengapuran jaringan. Elastisitas kulit menurun drastis, unsur beracun sulit dibuang lewat kulit dan sel menua dengan cepat. Dengan kulit kering dan mengerut, kita kelihatan lebih tua dari umur sebenarnya.
Foto: Colourbox
Membuat Kecanduan
Otak pengidap obesitas bereaksi terhadap gula mirip seperti pada pecandu alkohol. Untuk mengetes apakah Anda tidak kecanduan gula, jangan konsumsi minuman ringan bergula tinggi dan makanan manis-manis. Jika setelah puasa makanan dan minuman manis dua hari Anda sakit kepala, jantung berdebar dan merasa perlu makan yang manis-manis, artinya Anda kecanduan gula.
Foto: Colourbox
Mempengaruhi Emosi
Gula dalam jumlah sedikit memicu serotonin unsur yang membuat perasaan gembira. Tapi jika terlalu banyak, gula justru memicu perubahan mendadak pada nilai gula dalam darah, yang bisa menyebabkan mudah tersinggung dan emosi tak stabil. Juga bisa muncul depresi dan rasa takut tak beralasan.
Foto: Colourbox
Membuat Agresif
Terlalu banyak konsumsi gula membuat agresif. Pada anak-anak pengidap sindrom hiperaktivitas dan kesulitan konsentrasi (ADHD), asupan gula kadar tinggi makin membuat mereka tak mampu berkonsentrasi, tidak bisa diam dan cenderung agresif.
Foto: Colourbox
Melemahkan Kekebalan Tubuh
Kadar gula terlalu tinggi, membuat sistem kekebalan tubuh kesulitan memerangi bibit penyakit. Sesaat setelah konsumsi gula, efektifitasnya turun hingga 40 persen. Gula juga memusnahkan khasiat Vitamin C yang dibutuhkan sel darah putih untuk memerangi bibit penyakit. Gula juga cenderung memicu munculnya peradangan dalam tubuh.
Foto: picture-alliance/dpa
Menurunkan Kinerja Memori
Riset di RS Charité di Berlin menunjukkan, tingginya kadar gula darah sebabkan mengecilnya Hipocampus, yakni bagian otak yang penting bagi memori jangka panjang. Dalam ujicoba, orang yang kadar gula darahnya normal menunjukkan prestasi mengingat jauh lebih baik dibanding yang kadar gula darahnya tinggi.
Foto: Colourbox
10 foto1 | 10
Sementara penelitian yang dilakukan University of Washington di 195 negara menemukan sebanyak 107 juta anak-anak dan 603 juta orang dewasa di seluruh dunia mengidap obesitas. Masalah kegemukan di dunia kini menimpa 1 dari 10 penduduk Bumi dan di banyak negara, angka pengidap obesitas pada anak tumbuh jauh lebih cepat ketimbang orang dewasa.
Dengan menganalisa 1.800 set data dari seluruh dunia, peneliti menemukan penyakit kegemukan berperan pada empat juta kasus kematian pada 2015. "Implikasi globalnya sangat besar," kata Barry Popkin, Guru Besar Ilmu Gizi di University of North Carolina kepada NY Times.
Jangan Biarkan Anak Anda Minum Soda
Anak Anda hobi jajan minuman bersoda? Bagi mereka mungkin terasa nikmat, manis dan menyegarkan. Tapi jika Anda sayang anak, sebaiknya hentikan kebiasaan itu. Simak efek mengerikan minuman soda pada anak-anak.
Foto: Colourbox/Monkey Business Images
1. Kandungan dalam soda menimbulkan kecanduan
Sifat candu pada soda berasal dari kandungan minuman itu, kafein misalnya. Studi menunjukkan kafein menimbulkan ketergantungan. Anak-anak tidak kebal terhadap ketergantungan ini. Kandungan gula menimbulkan efek serupa. Sementara soda dengan pemanis buatan sebenarnya mengelabui otak karena membuat peminumnya selalu ingin lagi.. Jika mengkonsumsinya berlebihan, sulit pula untuk berhenti.
Foto: Fotolia/ Nitr
2. Soda tidak ada gizinya
Soda tidak memberikan nutrisi yang sangat dibutuhkan tubuh kita. Sebaliknya, soda malah menekan nafsu makan. Mengkonsumsi soda dapat menyebabkan anak-anak hanya ingin makan sedikit dari yang mereka butuhkan untuk bahan bakar tubuh. Mereka yang sering minum soda bisa kekurangan vitamin A, kalsium, dan magnesium serta mineral penting lainnya.
Foto: Imago/Indiapicture
3. Soda merugikan otak anak-anak
Otak anak berkembang hingga mereka remaja. Ketika minum soda, mereka mengkonsumsi bahan kimia yang mengubah otak. MSG bersembunyi dalam asam sitrat soda dan penambah rasa buatan. Penelitian menunjukkan, excitotoxin dalam MSG merusak neuron di otak tikus. Tingginya tingkat excitotoxin bisa menjadi pemicu tumor otak, alzheimer dan parkinson, gangguan belajar dan perilaku.
Foto: Colourbox/R. Gusov
4. Soda merapuhkan tulang anak-anak
Minum soda dapat menguras kalsium yang sangat dibutuhkan tulang. Jika konsumsi fosfor dalam soda terlalu tinggi, bisa memicu turunnya kalsium sehingga kepadatan tulangpun terganggu. Kafein dalam soda juga mengganggu penyerapan kalsium pada tulang. Anak-anak yang kenyang minum soda, sulit mengkonsumsi susu atau minuman yang kaya kalsium lainnya, dalam jumlah yang dibutuhkan tubuh.
5. Soda menyebabkan gangguan perilaku
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku anak-anak peminum soda. Ini bisa dari kafein, gula, pewarna buatan, atau lonjakan gula darah. Menurut sebuah survei yang respondennya lebih dari 3000 ibu menunjukkan: anak-anak yang minum soda yang lebih agresif dan memiliki kesulitan untuk bisa fokus atau konsentrasi.
Foto: picture-alliance/Denkou Images
6. Soda menghancurkan gigi anak-anak
Gula maupun asam dalam soda tidak baik untuk gigi. Asam sitrat dan fosfor berlebihan bisa mengikis enamel gigi dan menyebabkan kerusakan. Berkombinasi dengan sifat adiktif soda, gigi yang sering terkena minuman berbahaya ini bisa mengalami erosi gigi.
Foto: luna/Fotolia.com
7. Soda bisa menyebabkan diabetes pada anak
Dalam sebuah percobaan, tikus di laboratorium diberi pemanis buatan: aspartam yang bisa ditemukan di soda diet. Hasilnya, ditemukan tanda awal dari sindrom metabolik dan diabetes tipe 2. Yang menakutkan, hanya minum soda sedikit pun tidak mengurangi risiko itu. 12 ons soda sehari dapat meningkatkan risiko diabetes tipe 2 hingga seebesar 22%.
Foto: Fotolia/Dmitry Lobanov
8. Soda memicu kelebihan berat badan
Sebuah studi yang dilakukan pada anak usia 3-5 tahun menunujukkan: konsumsi minuman manis bersoda secara signifikan meningkatkan kemungkinan obesitas. Bahkan memilih soda diet untuk menghindari gula tidak akan mencegah hal ini, karena aspartam meningkatkan hasrat besar akan gula, dimana otak terus memerintahkan agar tubuh mengkonsumsi lebih banyak gula.
Foto: AP/S. Aivazov
9. Soda dapat menyebabkan penyakit jantung
Satu botol/kaleng soda sehari dapat meningkatkan risiko kardiovaskular sebesar 61%. Mengingat soda bisa menimbulkan kecanduan, anak-anak yang mulai minum soda di usia dini cenderung mengkonsumsinya secara teratur. Mereka yang mengkonsumsinya sejak kecil lebih berisiko terkena sakit jantung. daripada seseorang yang mulai minum soda di usia dewasa.
Foto: Imago/UIG
10. Soda dapat menghambat pencernaan
Soda dan kafein bersifat menaikkan laju urinasi sehingga menyebabkan dehidrasi, terutama jika kebiasaan minum air tergantikan soda. Gula dan kafein dapat meningkatkan tingkat asam lambung yang mengarah ke sindrom iritasi usus. Apa alternatif pengganti soda? Air putih dan susu pilihan terbaik. jus buah tentu pilihan yang lebih baik daripada soda, tetapi tetaplah waspada terhadap kadar gulanya.
"Studi ini membuktikan tidak ada negara di dunia yang berhasil menurunkan angka pengidap obesitas, meski kerugian ekonomi yang ditimbulkannya."
Ironisnya kasus obesitas juga meningkat di negara-negara yang terancam rawan pangan seperti di Afrika. Menurut studi tersebut, Burkina Faso adalah negara yang mencatat pertumbuhan obesitas tertinggi di dunia. Sementara Mesir memiliki jumlah pengidap obesitas dewasa tertinggi.
Ketika Tentara AS Terlalu Gendut Untuk Berperang
Militer Amerika Serikat sedang dirundung masalah kegemukan. Tidak cuma kekurangan calon tentara, setiap tahun Pentagon juga harus memecat ribuan serdadu berbadan gemuk yang tidak lagi mampu mengemban tugas di lapangan.
Foto: picture-alliance/dpa/F. Singer
Lemak Menghambat
Sejak lama Amerika Serikat dibekap masalah tingginya angka penduduk yang menderita penyakit kegemukan. Diperkirakan sepertiga penduduk AS, sekitar 78,6 juta, tercatat mengalami obesitas. Kini masalah itu turut menghinggapi militer AS yang kini serius memerangi kegemukan di antara pasukannya.
Foto: Colourbox
Obesitas Berlipatganda
Antara 1998 hingga 2010 jumlah personil aktif militer AS yang menderita kegemukan bertambah tiga kali lipat. Diperkirakan sekitar 5,6% jumlah serdadu pernah didiagnosa mengalami obesitas. Jumlahnya mencapai 86.000 tentara.
Foto: picture-alliance/dpa/F. Singer
Dipecat Karena Tidak Bugar
Setiap tahun Pentagon terpaksa memecat ribuan serdadu karena dinilai kegemukan dan tidak cukup bugar untuk mengemban tugas di lapangan. Tahun 2012 silam jumlahnya hampir mencapai 2000 orang. Rekor pemecatan akibat obesitas di militer AS terjadi tahun 1991 dengan angka 3000 orang.
Foto: Shah Marai/AFP/GettyImages
Petaka di Usia Muda
Militer tidak cuma kewalahan memerangi obesitas di antara serdadu, tetapi juga kesulitan mencari calon tentara yang cakap. Permasalahan terbesar terletak pada tingginya tingkat obesitas di kalangan remaja AS. Data tahun 2012 menyebut sekitar 21% remaja AS di rentang usia 12 hingga 19 tahun mengalami kegemukan. Tren serupa bisa disimak pada kelompok usia 6-12 tahun.
Masa Depan Terancam
Dalam sebuah laporan yang dilansir mingguan Economist, militer AS gagal memenuhi target perekrutan serdadu muda untuk ketiga matra, yakni darat, laut dan udara. Pada tahun fiskal yang telah lewat, Pentagon berniat merekrut 177.000 tentara baru yang berasal dari penduduk di rentang usia 17 hingga 21 tahun yang jumlahnya mencapai 21 juta orang. Jumlah yang berhasil direkrut tidak sampai setengahnya
Foto: Reuters/M. J. Martinez
Gagal Sejak Awal
Data teranyar menyebut dari 195.000 penduduk yang mendaftar untuk karir di militer, cuma 75.000 yang dinilai memenuhi kualifikasi. Sebagian gagal karena masalah catatan kriminal atau memiliki tato di tubuhnya, tapi sekitar 10% gagal masuk karena menderita kegemukan. Jumlahnya diyakini akan terus bertambah.
Foto: Reuters
Menyusut Karena Gemuk
Akibat masalah obesitas, jumlah serdadu AS diperkirakan akan berkurang drastis dari 570.000 personil menjadi 490.000 tahun 2017. Tren ini diyakini akan terus berlanjut selama masalah obesitas masih mendekap kaum remaja Amerika.