1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Kesehatan

Kasus Penyakit Autoimun Meningkat Drastis

18 Juni 2020

Kasus penyakit autoimun di Jerman menunjukkan tren meningkat drastis. Para ilmuwan terus meneliti misteri mengapa sistem kekebalan justru menyerang tubuh sendiri. Hingga kini penyakit tersebut tidak bisa disembuhkan.

18.06.2014 DW Fit Und Gesund Rheuma
Citra Röntgen tulang pengidap rematik, salah satu penyakit autoimun dimana sistem kekebalan tubuh justru memicu peradangan dan menyerang tubuh sendiri

Penyakit penyimpangan sistem kekebalan tubuh yang justru menyerang tubuh sendiri dalam empat dasawarsa terakhir menujukkan tren meningkat drastis di Jerman. Antara lima sampai delapan persen penduduk Jerman yang populasinya 80 juta orang, tercatat mengidap penyakit autoimun. 

Sejatinya sistem kekebalan tubuh bertugas melindungi kita dari serangan virus, bakteri, parasit, atau penyusup patogen lainnya. Namun pada kasus penyakit autoimun, sistem kekebalan tubuh terganggu dan tidak bisa lagi mengenali mana sel jahat dan mana yang baik. Mana penyusup dan mana tuan rumah. 

Akibatnya, jaringan atau organ tubuh kita diserang sistem kekebalan sendiri, yang memicu terjadinya peradangan hebat.

Para ilmuwan hingga kini masih melacak penyebab gangguan sistem kekebalan tubuh yang misterius ini. Satu hal yang sudah ditemukan, penyakit autoimun hingga kini belum bisa disembuhkan. Para dokter hanya bisa mengendalikannya.

Ada 80 jenis penyakit

Penyakit autoimun bisa menyerang siapapun, tanpa peduli umur atau jenis kelaminnya. Para dokter dewasa ini membagi dua jenis autoimun. Jenis pertama, yang menyerang organ tubuh tertentu, misalnya menyerang usus pada Morbus Crohn atau yang menyerang kulit pada Psoriasis. Pada penyakit Multiple Sklerose yang diserang adalah jaringan saraf dan pada Diabetes tipe 1 yang diserang adalah sel-sel pulau pankreas.

Ilmuwan meneliti citra MRI untuk meneliti fungsi otak pasien pada penyakit Multiple-Sklerose atau AlzheimerFoto: picture-alliance/dpa

Sementara jenis kedua kekebalan tubuh yang menyerang seluruh sistem, sehingga disebut penyakit autoimun sistemik. Sejauh ini para dokter mengenali sekitar 80 penyakit autoimun.

Yang juga menarik dari catatan medis di Jerman, jumlah persentase populasi yang mengidap penyakit autoimun kini mengalami peningkatan dua kali lipat dibanding 40 tahun silam.

"Kami mencatat kenaikan drastis penyakit autoimun dalam 50 tahun terakhir, seiring menurun drastisnya penyakit infeksi“, ujar Professor Michael Radke dari rumah sakit Universitas Rostock. “Sistem kekebalan tubuh menjadi salah arah, dan justru menyerang tubuh kita sendiri," tambahnya.

Apa pemicunya?

Para ilmuwan menduga perubahan gaya hidup modern membuat makin banyak penyakit autoimun muncul. Misalnya, makin banyak persalinan dibantu operasi caesar. Pada persalinan alamiah, bayi akan kontak dengan banyak bakteri dan virus saat melewati saluran kelahiran.

Dengan begitu sistem kekebalan tubuh bayi belajar, bagaimana membuat beragam patogen di lingkungan hidupnya menjadi tidak berbahaya. Pada bayi yang lahir dengan cara operasi, mereka lahir secara steril dan tidak kontak dengan bakteri atau virus.

Selain itu, bayi ini juga diberi makanan yang steril, bukan air susu ibu yang juga mengandung banyak khasiat. “Dalam jangka panjang, kondisi steril suatu waktu akan memicu kebingungan sistem kekebalan tubuh. Akibatnya sistem kekebalan memicu proses peradangan pada tubuh sendiri“, papar Radke yang juga dokter anak.

Selain itu, sekarang ini makin banyak bahan makanan yang awet dan tahan lama, dengan cara membunuh bakteri. Karena itu, banyak anak-anak yang sistem kekebalannya tidak berfungsi dan melakukan apa yang seharusnya, yakni melindungi tubuh dari bibit penyakit dan penyusup.

Mengapa sistem kekebalan menyerang tubuh?

Para ilmuwan hingga kini masih belum mampu menjelaskan secara rinci, mengapa fenomena itu terjadi. Tapi dalam beberapa tahun terakhir, mereka menyimpulkan, faktor genetika memainkan peranan penting bagi munculnya penyakit autoimun.

Faktor penting lainnya adalah lingkungan yang kini dipenuhi banyak unsur kimia buatan manusia. Selain itu komposisi flora usus, juga mempengaruhi munculnya sejumlah penyakit autoimun. Faktor makanan mempengaruhi komposisi flora usus ini.

Kebiasaan merokok, kekurangan vitamin D akibat kurangnya paparan sinar matahari, dan faktor hormonal juga masuk dalam daftar pemicu penyakt autoimun. Menurut para imuwan, faktor stres juga tidak boleh diremehkan. 

Tidak bisa disembuhkan

Para dokter dan ilmuwan juga menyebutkan, hingga kini mereka belum dapat menyembuhkan penyakit autoimun. Namun, para dokter kini sudah bisa mengendalikan gejalanya dengan lebih baik.

Dokter biasanya memberikan kortison untuk meredam proses peradangan. Atau memberikan interferon untuk menekan sistem kekebalan tubuh agar tidak bereaksi berlebihan. 

Terapi sel punca saat ini sedang diuji di AS, namun disebutkan itu merupakan cara terakhir untuk mengatasi penyakit autoimun. Dengan metode ini, sistem kekebalan tubuh "dibangun“ ulang dan ingatan imunologi tubuh dihapus.

Metode ini mengandung risiko cukup besar, karena bersamaan dengan itu harus dilakukan kemoterapi, yang berarti kekebalan tubuh pasien ditekan ke tingat nol. Ini diperlukan agar tubuh pasien membangun sistem kekebalan baru dengan bantuan sel punya yang dicangkokan.

Metode ini merupakan cara terakhir mengatasi penyakit autoimun dan tidak diperbolehkan di banyak negara. Pasalnya pasien menghadapi risiko sangat tinggi hingga risiko kematian, tanpa ada jaminan penyakitnya bisa sembuh atau kambuh kembali. 

(as/rap)