Tempat pengolahan sampah yang berlokasi di Bekasi, Jawa Barat, ini dapat menyulap sampah menjadi bahan daur ulang. Keuntungannya sebesar Rp800 juta per bulan!
Iklan
Sampah yang kita buang ternyata banyak juga yang masih punya “value”. Melalui usaha rintisan yang bernama KitaOlah.id, Muhammad Adriansyah sebagai CEO dan Founder bisa mengelola sampah menjadi uang, dengan rata-rata keuntungan Rp800 juta per bulan dengan mengedepankan prinsip ekonomi sirkular.
Kedengaran menjanjikan bukan, Sahabat DW?
Bertempat di kota Bekasi, Jawa Barat, KitaOlah.id memberdayakan warga sekitar yang tadinya pemulung untuk mendaur ulang sampah plastik.
Di sini sampah-sampah plastik dicacah hingga menjadi serpihan atau bijih plastik untuk nantinya dijual kembali demi memenuhi kebutuhan pasar daur ulang.
Enggak hanya sampah plastik dan jerigen bekas, mereka juga mendaur ulang apa yang katanya sampah abadi, yaitu styrofoam. “Ketika orang-orang bilang styrofom adalah sampah abadi. Justru kami hadir sebagai solusi. Gimana caranya kami kasih tahu ke publik bahwa styrofoam, yang orang-orang bilang ini sampah abadi dan tidak bisa didaur ulang, justru bisa didaur ulang dan jadi produk yang bagus juga.” kata Muhammad Adriansyah.
Lebih lanjut Adriansyah juga bilang, kalau saat ini KitaOlah.id setiap bulannya mengolah kurang lebih sekitar 100 ton sampah, termasuk styrofoam dan sampah plastik.
Nyawa Baru Spanduk Sisa Pemilu
Tidak semua calon legislatif yang berlaga di kampanye Pemilu 2024 mau mendaur ulang sampah sisa poster atau spanduk mereka. Padahal, puluhan ton sampah sisa spanduk telah dihasilkan.
Foto: C. Andhika/DW
Kehidupan baru untuk spanduk peraga kampanye
Stuffo Gudrnd adalah satu kelompok perekayasa dan pencoba-coba untuk daur ulang sampah-sampah spanduk sisa Pemilu 2024 atau Alat Peraga Kampanye (APK). Kelompok beranggotakan 15 orang ini mendaur ulang sampah spanduk PVC menjadi beragam kegunaan baru.
Foto: C. Andhika/DW
7 ton sampah terkumpul
Sampai saat ini, mereka sudah mendapatkan setidaknya 7 ton APK sisa Pemilu 2024 untuk diolah. Setelah proses pengumpulan, proses produksi daur ulang akan dimulai di bulan Maret mendatang.
Foto: C. Andhika/DW
Dibuat lebih dari sekadar tas jinjing
Di 2019, MG Pringgatono dan kawan-kawan Gudrnd membuat tas jinjing, celemek, dan juga jaket dari sisa spanduk. Namun di tahun ini mereka membuat sesuatu yang berbeda.
Foto: C. Andhika/DW
Multiplek dari spanduk
Pria yang dipanggil MG ini menyebut bahwa tahun 2024 mereka mencoba membuat multiplek dari spanduk yang ditumpuk dan dipress sehingga menjadi lebih tebal dan kuat.
Foto: C. Andhika/DW
Kursi dari spanduk sisa kampanye
“Tapi kami sekarang tengah mencoba untuk menghasilkan multiplek, sebagai pengganti kayu atau triplek. Ini bisa dibuat kursi, modular, partisi, lantai deck, sekat ruangan dan lainnya,” kata MG.
Foto: C. Andhika/DW
Dipilah sesuai ukuran dan kondisi
Spanduk-spanduk ini akan pilah-pilah sesuai ukuran dan kondisi terlebih dulu. Setelah itu, spanduk akan dibersihkan dari kotoran, termasuk dari paku, bilah bambu, tali, dan ring besi. Kemudian, spanduk satu per satu akan dipotong sesuai ukuran dan dipres menjadi satu agar jadi lebih tebal dan kuat.
Foto: C. Andhika/DW
Butuh 45 lapis spanduk
Untuk menghasilkan satu buah multiplek, setelah serangkaian percobaan, Gudrnd membutuhkan setidaknya 45 lapis spanduk. Namun untuk bahan dudukan kursi, mereka melapis sampai 90 buah spanduk yang sudah direkatkan dan dipres menjadi satu.
Foto: C. Andhika/DW
Lebih lentur dan tidak mudah patah
“Karakternya sama dengan triplek kayu, tapi multiplek dari banner lebih lentur namun tidak patah. Karena dia ada seratnya dan cukup kuat. Cocok jadi kursi,” ucap MG yang mengaku lebih intensif coba-coba produk dari banner dalam 2 tahun terakhir.
Foto: C. Andhika/DW
Diolah jadi barang lain
Sisa potongan spanduk tentu saja tak dibuang sembarangan. Mereka mengolah sisa potongan ini dengan mencacahnya jadi kecil. Cacahan ini dibuat menjadi ecobrick, paving blok, dan tatakan gelas. (ae)