1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Kaum Miskin Rentan Mati Karena Kelaparan Daripada COVID-19

16 Mei 2020

Kebijakan penguncian dan pembatasan akibat wabah COVID-19 membuat banyak orang tidak bisa bekerja dan mendapatkan upah harian untuk membeli makanan.

Seorang anak di Yaman memakai masker sambil mengangkut bantuan makanan.
Foto: Getty Images/AFP/A. Al-Basha

"Kita dapat perhitungkan bahwa jumlah orang yang kelaparan akan meningkat jadi lebih dari satu miliar," demikian ujar Mathias Mogge, Sekretaris Jenderal Welthungerhilfe, organisasi nonpemerintah yang bergerak dalam membantu penyediaan pangan bagi kaum miskin di dunia.

Sebagai dampak dari pandemi COVID-19, dalam jangka panjang dunia akan butuh jauh lebih banyak sumber daya untuk memerangi kelaparan, kemiskinan dan rendahnya pendidikan.

Di berbagai belahan dunia, orang-orang yang paling rentan telah kehilangan peluang untuk mendapatkan penghasilan dan buruh harian tidak lagi bisa bekerja karena diberlakukannya pembatasan dan penguncian akibat wabah ini.

"Bagi mereka, risiko kematian akibat kelaparan justru lebih mengancam daripada akibat virus itu sendiri," kata Mogge pada peluncuran laporan Kompas 2020 yang ditulis Welthungerhilfe bersama organisasi Terres des Hommes. 

Jangan jadikan kelaparan sebagai senjata perang

Kedua organisasi tersebut mengatakan bahwa Jerman telah berusaha memenuhi kewajiban internasionalnya secepat mungkin. Setidaknya 0,7 persen dari pendapatan nasional bruto Jerman telah dialokasikan untuk kerja sama pembangunan.

Analisis laporan Kompas, yang diterbitkan setiap tahun sejak 1993, berfokus pada situasi di daerah konflik dan krisis. Laporan tersebut menegaskan bahwa resolusi Dewan Keamanan PBB yang melarang penggunaan kelaparan sebagai senjata perang mulai 2018 harus secara efektif diterapkan. Laporan itu juga secara eksplisit membahas situasi genting di Mali Afrika dan Sudan Selatan. 

PBB: 66 juta anak-anak berisiko hidup dalam kemiskinan 

Birte Kötter dari organisasi kemanusiaan Terre des Hommes mengatakan bahwa selepas pandemi COVID-19 akan ada risiko bahwa anak-anak akan bertumbangan. Menurutnya, anak-anak mendapatkan terlalu sedikit perlindungan dan dukungan dalam bidang kerja sama pembangunan.

Birte Kötter pun mencontohkan bahwa hanya sebelas persen dari dana kerja sama ini yang mengalir ke bidang pendidikan, meskipun jelas bahwa pendidikan dapat mengurangi kemiskinan anak. PBB memperkirakan bahwa sekitar 66 juta anak di seluruh dunia akan terjerumus ke dalam jurang kemiskinan ekstrem akibat wabah corona. 

Selain itu, kekerasan terhadap anak di bawah umur juga dilaporkan meningkat tajam. Organisasi World Vision mengutip Bangladesh sebagai contoh. Di negara itu, orang tua lebih sering memukuli anak-anak mereka sejak pandemi dimulai. Panggilan ke layanan telepon darurat untuk masalah anak-anak juga meningkat sebanyak 40 persen. Salah satu yang menjadi alasan adalah karena penutupan sekolah dan lembaga sosial lainnya.

"Rumah tidak selalu menjadi tempat aman bagi semua anak, dan dengan adanya pembatasan kontak banyak anggota keluarga terisolasi bersama orang yang melakukan kekerasan," kata Direktur World Vision, Dana Buzducea.

“Jika kita terlibat, orang juga ikut membantu”

Parlemen Jerman Bundestag juga memperdebatkan konsekuensi kemanusiaan dari pandemi ini. Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas mengatakan bahwa kebutuhan untuk memerangi krisis di seluruh dunia telah berlipat ganda dalam beberapa minggu terakhir.

Heiko Maas mengatakan bahwa Jerman harus melakukan tindakan lebih banyak lagi sebagai bagian dari kewajiban moral dan teladan bagi seluruh dunia.

"Jika kita terlibat, donor lain juga akan bergabung," ujar Maas. Perwakilan oposisi di parlemen juga menyerukan langkah tegas untuk mendukung kelompok masyarakat yang paling lemah.

ae/yp (dpa, epd, kna)