Pengamat memprediksi tingkat partisipasi para pemuda dalam pemilihan umum Iran yang berlangsung pada hari Jumat (21/02) akan rendah.
Iklan
Banyak orang yang menginginkan perubahan, tetapi lemahnya kekuatan institusi terpilih di Republik Islam ini begitu nyata dalam beberapa tahun belakangan. Para pemilih pun merasa kecewa dan frustasi.
Sebagian besar dari 58 juta warga Iran yang berhak memilih diperkirakan tidak akan mempergunakan hak mereka dalam pemilihan parlemen, Jumat (21/02). Bahkan, menurut survei yang dilakukan oleh Institut Penelitian Sosial, Universitas Teheran, pada awal Februari ini, satu dari empat orang yang berhak memilih di Teheran menyatakan tidak ingin memberikan suara.
Mohammad Sadeq Dschawadi Hesar juga memperkirakan jumlah pemilih kali ini akan lebih rendah. Hesar adalah anggota Partai Etemade Meli (National Trust) yang berorientasi reformasi.
"Orang-orang muda, mahasiswa dan akademisi selalu jadi mesin pemilu di Iran. Namun sekarang mereka kecewa dengan janji-janji kosong, mereka frustrasi, terutama karena mereka belum melihat jalan keluar yang masuk akal atas krisis selama dua tahun belakangan ini," kata Hesar dalam percakapan telepon dengan Deutsche Welle.
Rasa frustasi dan kecewa juga diungkapkan oleh para aktivis perempuan di Iran. "Siapa pun yang pergi ke tempat pemungutan suara (berarti) mengonfirmasi kejahatan rezim," tulis dua belas tahanan politik dalam surat terbuka untuk semua warga Iran dari bagian perempuan di penjara Evin yang terkenal kejam di Teheran. Mengingat penanganan brutal terhadap para demonstran selama dua tahun terakhir, mereka pun mendukung boikot pemilu.
Parlemen ompong
Secara teori, parlemen Iran memiliki kekuatan perundangan dan anggaran, tetapi tidak dapat mengabaikan kehendak pimpinan agama.
Kekuatan kaum reformis telah berhasil dengan baik pada pemilu Iran tahun 2016. Namun dengan kian memburuknya krisis ekonomi di negara itu, kekecewaan publik semakin intens dan berkembang menjadi krisis nasional.
Rakyat yang putus asa dan kemudian melakukan protes di jalan-jalan menghadapi kebrutalan aparat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Hal ini bisa dilihat pada peristiwa November 2019 setelah dewan yang ditunjuk oleh pemimpin agama memotong subsidi energi tanpa memberitahu parlemen.
Dua hari setelahnya terjadi demonstrasi besar-besaran yang membuat pemerintah mematikan sambungan internet di Iran. Dunia pun disuguhkan pemberitaan terkait aksi aparat memukul mundur para demonstran dengan penuh kekerasan. Bagi para pemilih, ini berarti represi dari pihak yang berkuasa. Selain itu, parlemen pun dianggap hanya menjadi penonton.
Sama juga dengan penembakan pesawat penumpang Ukraina tidak lama setelah lepas landas di Teheran pada 8 Januari lalu. Tidak seorang pun di parlemen yang berani bertanya kepada mereka yang bertanggung jawab, bagaimana tragedi ini bisa terjadi?
Kaum konservatif manfaatkan situasi
"Orang-orang Iran merasa bahwa lembaga terpilih, baik parlemen maupun presiden, tidak punya apa pun untuk dilaporkan," kata ilmuwan politik Sadegh Zibakalam dari Teheran. "Semua keputusan penting dibuat tanpa melibatkan mereka."
"Banyak pemilih sekarang bertanya-tanya mengapa mereka harus memilih? Para pemilih yang kecewa ini adalah orang-orang yang dimobilisasi oleh janji-janji para reformis," ujar Zibakalam. "Tetapi ada juga bagian dari masyarakat yang loyal pada sistem politik dan selalu memberikan suara, terutama untuk para kandidat konservatif."
Pada pemilu tahun ini, hampir 9.000 kandidat didiskualifikasi dari pemilu, termasuk 92 anggota parlemen yang berkuasa yang sebagian besar adalah politisi berwawasan reformasi.
Ada sebanyak 7.150 kandidat akan berlaga dalam pemilu, kebanyakan dari mereka masih muda dan belum berpengalaman. Para kandidat ini punya satu kesamaan: kesetiaan mutlak mereka kepada Ayatollah Khamenei. Mereka akan bertarung memperebutkan 290 kursi di parlemen Iran. Kekalahan kaum reformis tampaknya tidak bisa dihindari.
(ae/rap)
Situs Budaya Iran yang Mengagumkan
Banyak ahli menganggap Iran sebagai tempat lahirnya budaya umat manusia. Dari zaman kerajaan Elam, di bawah kekuasaan Aleksander Agung, dinasti Syah hingga Republik Islam, situs budaya Iran cerminkan kekayaan sejarahnya.
Foto: picture-alliance/imagebroker/S. Auth
Persepolis
Kompleks istana Persepolis mulai dibangun oleh Raja Achaemenid 520 tahun sebelum Masehi. Situs arkeologi ini mencerminkan kejayaan bekas ibu kota kekaisaran Persia kuno. Alexander Agung mengakhiri kekuasaan raja tersebut 330 tahun sebelum Masehi dan membakar komplesk tersebut. Namun reruntuhan istana, mausoleum, pilar, dan relief yang mengesankan masih dapat disaksikan sampai hari ini.
Foto: Mohammad Reza Domiri Ganji
Bazaar Tabriz
Kota Tabriz, yang terletak di Jalur Sutra telah lama menjadi salah satu kota paling penting di Persia. Kota ini bukan hanya terkenal karena bazar atau wilayah perdagangannya, namun juga institusi keagamaan dan pendidikannya. Bazar tertutup ini pernah jadi yang terbesar pada abad ke-13 ketika Tabriz masih menjadi ibu kota kekaisaran Safawiyah, diansti yang memprakarsai Syiah sebagai agama negara.
Foto: picture-alliance/Dumont/T. Schulze
Katedral Santo Thaddeus
Juga dikenal sebagai "Gereja Hitam," bekas biara Armenia terletak di dekat perbatasan Iran dengan Azerbaijan. Umat Kristen Armenia percaya bahwa gereja yang didedikasikan untuk Yudas Taddaeus dibangun di sana pada tahun 68 Masehi. Setelah rusak akibat gempa bumi, situs ini dibangun kembali di abad ke-14. Katedarl ini merupakan tempat ziarah bagi kaum Armenia dari Iran dan negara-negara tetangga.
Foto: Mohammad Reza Domiri Ganji
Kota Kuno Yazd
Kota Yazd berdiri di sebuah oasis antara gurun garam Kavir dan gurun Lut. Kota ini juga dikenal sebagai pusat agama Zoroaster, yang memiliki rumah ibadah yang disebut Kuil Api. Sistem khusus saluran air dan pipa, yang dikenal sebagai teknologi 'qanat'. Sistem ini diciptakan untuk memasok air, sementara menara angin dibangun untuk sistem pendinginan suhu.
Foto: picture-alliance/ZB/R. Zimmermann
Kuil Api para penganut Zoroastrianisme di Yazd
Api adalah elemen paling penting dari empat elemen Zoroaster, kuil api menjadi lokasi pusat ibadah. Pemeluk Zoroaster tidak menggunakannya sebagai rumah doa dengan cara klasik, namun lebih dipakai sebagai ruang untuk pertemuan, bertukar gagasan, devosi dan mengenang pendahulu mereka. Yazd adalah jantung dari agama Zoroaster, yang memiliki masa kejayaannya antara abad ke-2 dan ke-7.
Foto: Mohammad Reza Domiri Ganji
Pasargadae
Terletak 90 kilometer ke timur laut kota Shiraz, Pasargadae adalah ibu kota paling awal Kekaisaran Persia di bawah Achaemenids dan didirikan oleh Raja Cyrus ke-2 pada abad ke-6 SM. Kota ini memiliki sistem irigasi bawah tanah yang canggih. Monumen prasejarah juga ditemukan di sebelah situs. Gambar menunjukkan makam Koresh ke-2.
Foto: picture-alliance/imageBroker/S. Auth
Taman Eram
Eram Garden adalah contoh mengesankan dari taman bersejarah Persia yang pertama kali dibangun di abad pertengahan. Dikelilingi oleh tembok tinggi,taman-taman ini biasanya memiliki kolam-kolam yang dan istana. Sebagai bagian penting dari budaya Persia, taman-taman itu menggambarkan surga di bumi - kata itu sendiri sebenarnya berasal dari istilah Persia kuno untuk taman, "Paradaidha."
Foto: Mohammad Reza Domiri Ganji
Jembatan Si-o-se-pol bridge di Isfahan
Salah satu dari 11 jembatan di atas Sungai Zayandeh, Si-o-se-pol memiliki 33 lengkungan yang artistik. Jembatan bertingkat ini dibangun pada periode Safawiyah pada awal abad ke-16. Lorong beratap ini menutupi rute lalu lintas utama di kedua sisi, dan tangga lebarnya mengarah ke promenade di sepanjang jembatan. Di rumah-rumah teh beratap, orang-orang bisa minum teh dan mengisap cerutu.
Foto: Mohammad Reza Domiri Ganji
Menara Azadi di Teheran
Menara Azadi setinggi 45 meter adalah "Menara Teheran modern". Sebelumnya menara ini dinamakan Menara Shahyad ("Monumen Peringatan Syah"). Dibangun antara tahun 1969 dan 1971, menara tersebut menandai peringatan 2.500 tahun pendirian Negara Kekaisaran Iran. Menara ini dilapisi oleh lebih dari 25.000 batu marmer putih dan menyatukan gaya arsitektur Islam dan Sassanid.
Foto: Mohammad Reza Domiri Ganji
Istana Golestan di Teheran
Berasal dari akhir abad ke-18, istana pemerintahan Qajar, dulunya merupakan istana resmi raja Persia sebelum meletusnya Revolusi Islam pada tahun 1979. Antara tahun 1925 dan 1945, sebagian besar istana dihancurkan untuk memberi ruang bagi bangunan baru. Saat ini istana memiliki museum yang menampilkan keramik, perhiasan, dan senjata kuno.