Kaum Sekuler Turki Terisolasi Pasca Percobaan Kudeta
19 Juli 2016
Kegagalan kudeta militer memperkuat praktik islamisasi Turki yang dijalankan Presiden Recep Tayyip Erdogan. Kini kelompok sekuler Turki kian tersisihkan dan mengkhawatirkan keamanan pribadi.
Iklan
Ketika ribuan pendukung Presiden Recep Tayyip Erdogan membanjiri jalan-jalan protokol di ibukota Ankara, kelompok sekuler Turki membentengi diri di rumah masing-masing. Keberhasilan pemerintah menggagalkan kudeta militer merupakan kemenangan buat kaum mayoritas Muslim.
Kegagalan tersebut juga membuka jalan buat garis kebijakan Erdogan yang cendrung memperkuat gelombang Islamisasi di pemerintahan.
Sebab itu kekhawatiran mulai melanda kelompok sekuler dan moderat di Turki. "Saya saat ini merasa menjadi minoritas," kata Ugur Zaman, pelayan berusia 24 tahun di distrik Tunali, sebuah kawasan yang dipenuhi bar dan restoran di Ankara.
"Pengikut Erdogan sudah seperti sebuah agama," katanya kepada DW. "Dan mereka kini yang memegang kuasa."
Minoritas Terbuang
Ugur Zaman yang gay dan tak beragama menghabiskan akhir pekan lalu untuk berdiskusi dengan teman-temannya soal langkah lanjutan. Banyak yang mulai melamar studi di luar negeri lantaran khawatir Turki kian bergeser menjadi negara agama dengan sistem pemerintahan satu partai.
"Saya dulu merasa kita terus melangkah maju, tapi itu sepuluh tahun lalu," ujar Zaman. "Turki berubah. Kini kebebasan berpendapat mulai dikekang. Kami tidak lagi bisa berdemonstrasi seperti dulu dan saya sekarang mengkhawatirkan keselamatan pribadi."
Banyak penduduk Turki yang apolitis saat ini merasa tersisihkan dari politik di Ankara. Mereka terutama mengkhawatirkan slogan "Turki Baru" yang dikumandangkan Erdogan setelah kudeta.
Hari-hari ini media sosial di Turki dipenuhi gambar kerusuhan, bahkan pembunuhan terhadap kaum makar. Sejumlah pendukung Erdogan bahkan mulai menyerang jurnalis atau toko-toko yang tidak mengibarkan bendera Turki.
Tirani Mayoritas?
Ziya Trufan, pemilik sebuah bar di Tunali, memastikan bendera Turki bekibar, kendati menggunakan bendera yang menampilkan foto Mustafa Kemal Atatürk, bapak sekulerisme Turki. Dengan cara itu Turfan yang mengklaim diri sebagai muslim moderat, ingin menunjukkan dukungan pada konstitusi sekuler Turki.
"Erdogan bukan musuh kami. Tapi dia mengkawatirkan kami," ujarnya. "Saya mencintai Islam. Tapi bukan dengan cara seperti yang mereka gunakan saat ini. Agaman adalah senjata yang sangat berbahaya. Sebab itu Atatürk memisahkan agama dari negara."
Turfan terpaksa menutup kedainya lantaran khawatir atas situasi keamanan. Situasi serupa dialami Hasan Topuz, pegawai sebuah kedai wine berusia 36 tahun. "Kami menutup toko akhir pekan ini karena ada gerombolan Islamis berpartroli di kawasan ini," ujarnya. "Saya ketakutan."
Sejarah Kudeta Militer di Turki
Sebanyak enam kudeta dilancarkan militer terhadap pemerintah sipil sepanjang sejarah Turki. Hampir semua bermotifkan politik. Militer menganggap diri sebagai pengawal sekularisme Atatürk dan tidak jengah mengintervensi.
Foto: Reuters/O. Orsal
1960: Kudeta Demokrasi
Kepala pemerintahan pertama di Turki yang dipilih langsung oleh rakyat tidak berusia lama. Kekuasaan Adnan Menderes dan Partai Demokrat diwarnai pelanggaran HAM dan upaya untuk mengembalikan Syariat Islam ke pemerintahan Turki. Militer kemudian melancarkan upaya kudeta pertama. Setahun berselang Menderes dihukum mati oleh junta militer.
Foto: picture-alliance/AP Photo
1971: Berakhir Lewat Memorandum
Selang 11 tahun setelah kudeta terakhir, militer melayangkan memorandum yang menyebut pemerintah telah "menyeret negara dalam anarki dan kerusuhan sosial." Surat yang ditandatangani semua perwira tertinggi militer itu mengultimatum pemerintahan untuk segera membubarkan diri dan membentuk pemerintahan kesatuan.
Foto: Imago/ZUMA/Keystone
1980: Kudeta Mengakhiri Perang Proksi
Muak dengan pertikaian antara kaum kanan dan komunis kiri, panglima militer Jendral Kenan Evren melancarkan kudeta buat menyingkirkan pemerintahan sipil. Turki pada dekade 80an ikut terseret dalam arus perang dingin yang ditandai dengan konflik berdarah di level akar rumput. Hingga akhir 70an negeri dua benua itu mengalami 10 pembunuhan per hari terhadap aktivis komunis atau sayap kanan
Foto: imago/Zuma/Keystone
Darah Berbayar Duit
Kudeta 1980 membuahkan pertumbuhan ekonomi buat Turki yang nyaris bangkrut. Namun kekuasaan Jendral Evren hingga 1989 banyak diwarnai oleh penculikan dan penyiksaan terhadap oposisi dan kelompok anti pemerintah. Tahun 2014 Evren akhirnya divonis penjara seumur hidup oleh sebuah pengadilan di Ankara. Namun lantaran faktor usia, vonis tersebut cuma bersifat simbolis.
Foto: AP
1997: Intervensi Senyap
Kembali militer bereaksi ketika pemerintahan Necmettin Erbakan dinilai menanggalkan prinsip sekulerisme Ataturk. Saat itu dewan jendral, termasuk Panglima Militer Jendral Ismail Hakki Karadayi, mengultimatum pemerintah untuk melaksanakan enam butir tuntutan yang membatasi gerak kelompok Islam. Kudeta itu berhasil menjatuhkan Erbakan. Tapi para jendral yang terlibat kemudian diadili tahun 2012
Foto: Adem Altan/AFP/Getty Images
2016: Kudeta Setengah Hati
Pada Jumat malam, 15 Juli 2016, militer tiba-tiba mendeklarasikan kudeta dan mengklaim telah merebut pemerintahan dari tangan Presiden Recep Tayyip Erdogan. Saat itu Erdogan sedang berlibur di luar negeri. Militer lalu bergerak merebut tempat-tempat strategis, termasuk kantor stasiun televisi CNN Turki di Istanbul
Foto: Getty Images/G.Tan
Balas Dendam Erdogan
Lewat pesan ponsel Erdogan memerintahkan pendukungnya untuk turun ke jalan. Aparat kepolisian dan pasukan pemerintah dikerahkan buat menghalau kelompok makar. Hasilnya ratusan orang tewas dan ribuan lain luka-luka. Kudeta di Turki dinilai berlangsung tanpa perencanaan matang. Erdogan lalu memanfaatkannya buat memberangus musuh politik yang sebagian besar simpatisan kelompok Gulen