Ke Indonesia PM Australia Turnbull Hindari Isu Pelik
12 November 2015
Dalam lawatan perdananya di Indonesia, PM Australia Malcolm Turnbull menghindari isu pelik dan memilih membahas hubungan ekonomi. Dengan cara itu ia berharap bisa meluruskan hubungan yang sempat ruwet di era Tony Abott.
Iklan
Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull memilih kunjungan pelik buat memulai lawatan keduanya ke luar negeri. Indonesia tidak pernah menjadi perhentian mudah buat kepala negara Australia. Terlebih kini, setelah hubungan kedua negara memanas berkat kebijakan pendahulunya, Tony Abott.
Turnbull yang merebut kekuasaan di tubuh Partai Liberal September silam harus meluruskan berbagai isu, antara lain kebijakan mengembalikan kapal pengungsi ke Indonesia yang digagas Abott tahun lalu.
Tapi kendati begitu ia diyakini tidak berniat melonggarkan kebijakan imigrasi Australia yang banyak mendulang kecaman tersebut.
Maka sang perdana menteri mengincar isu empuk selama kunjungan seharinya di Jakarta, yakni hubungan ekonomi. Menurutnya, ia dan Presiden Joko Widodo memiliki kesamaan, yakni ditakdirkan sebagai "pengusaha yang terjerumus ke ranah politik."
"Perdagangan, investasi, pertumbuhan ekonomi yang menguntungkan Indonesia dan Australia adalah agenda utama saya," ujarnya kepada media di Jakarta, sebelum pertemuan dengan Jokowi di Istana Negara.
Kedua negara bertaut erat dalam bidang ekonomi. Indonesia merupakan pasar besar buat sejumlah produk ekspor Australia, seperti sapi dan gandum. Saat ini tercatat 400 perusahaan Australia beroperasi di Indonesia. Maka tak heran jika Menteri Perdagangan Australia, Andrew Robb, membawa delegasi besar berisikan puluhan pengusaha ke Indonesia.
Menurut Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, pemerintah berniat mengundang Australia berinvestasi pada peternakan sapi di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
rzn/vlz (afp,ap)
Kekuatan Ekonomi Global Masa Depan
Cina diprediksi akan merajai perekonomian dunia tahun 2050 menurut Economist Intelligence Unit. Tapi kiprah negeri tirai bambu itu bukan temuan yang paling mengejutkan, melainkan posisi Indonesia.
Foto: Fotolia
1. Cina
Negeri tirai bambu ini berada di peringkat kedua daftar negara sesuai besaran Produk Domestik Brutto-nya (PDB). Cina tahun 2014 berada di posisi kedua, di bawah AS dengan 11,212 Triliun Dollar AS. Tapi pada tahun 2050, Economist Intelligence Unit memprediksi Cina akan mampu melipatgandakan PDB-nya menjadi 105,916 Triliun Dollar AS.
Foto: imago/CTK Photo
2. Amerika Serikat
Saat ini AS masih mendominasi perekonomian global. Dengan nilai nominal PDB yang berada di kisaran 17,419 Triliun Dollar AS per tahun, tidak ada negara lain yang mampu menyaingi negeri paman sam itu. Tapi untuk 2050 ceritanya berbeda. AS akan turun ke peringkat dua dengan nilai PDB 70,913 Triliun Dollar AS.
Foto: picture-alliance/dpa/J. F. Martin
3. India
Tahun 2050 India akan menikmati pertumbuhan konstan di kisaran 5%, menurut studi EIU. Saat ini raksasa Asia Selatan ini bertengger di posisi sembilan daftar raksasa ekonomi terbesar dunia dengan nilai PDB 2 Triliun Dollar AS. Tapi 35 tahun kemudian India akan merangsek ke posisi ketiga di bawah AS dengan pendapatan nasional sebesar 63 triliun Dollar AS.
Foto: Reuters/N. Chitrakar
4. Indonesia
Perekonomian Indonesia membaik setekah tiga kali bangkrut menyusul krisis moneter berkepanjangan. Saat ini Indonesia mencatat nilai nominal PDB sebesar 895 Miliar Dollar AS dan berada di peringkat 16 dalam daftar kekuatan ekonomi global. Tahun 2050, Econimist Intelligence Unit memproyeksikan Indonesia menjadi kekuatan ekonomi terbesar keempat dengan PDB sebesar 15,4 Triliun Dollar AS.
Foto: picture-alliance/dpa
5. Jepang
Serupa AS, Jepang terpaksa turun peringkat di tahun 2050. Saat ini negeri sakura itu masih bertengger di posisi ketiga kekuatan ekonomi terbesar sejagad, dengan perolehan PDB sebesar 4,6 Triliun Dollar AS. 35 tahun kemudian, Jepang digeser oleh Indonesia dan terpaksa melorot ke peringkat lima dengan 11,7 Triliun Dollar AS.
Foto: AP
6. Jerman
Perekonomian Jerman banyak ditopang oleh sektor riil yang didominasi oleh industri padat karya. Tapi menurut EIU, justru sektor inilah yang akan banyak menyusut di masa depan. Jerman diyakini bakal kehilangan seperlima tenaga kerjanya pada 2050. Hasilnya, Jerman yang saat ini di posisi keempat dengan PDB sebesar 3,8 Triliun, akan merosot ke posisi enam dengan perolehan 11,3 Triliun Dollar AS.
Foto: imago/Caro
7. Brasil
Dari semua negara di posisi sepuluh besar, cuma Brasil yang tidak berubah. Saat ini raksasa Amerika Selatan itu berada di posisi tujuh dengan nominal PDB sebesar 2,3 Triliun Dollar AS. Di posisi yang sama Brasil bakal mencatat perolehan sebesar 10,3 Triliun Dollar AS tahun 2050.