Kebakaran Lahap Kamp Pengungsi Rohingya di Bangladesh
6 Maret 2023
Menurut lembaga bantuan, kebakaran hebat telah terjadi di salah satu bagian padat kamp pengungsi di Cox's Bazar.
Iklan
Cox's Bazar yang merupakan salah satu kamp pengungsi terbesar di dunia itu pada hari Minggu (05/03) dilahap api merah besar, lapor PBB dan lembaga bantuan lainnya. Kamp ini merupakan rumah bagi sebagian besar warga Muslim Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar ke negara tetangganya Bangladesh.
Kebakaran hebat itu dilaporkan terjadi di kamp Balukhali pada sore hari. Petugas pemadam kebakaran Emdadul Haque mengonfirmasi bahwa tidak ada korban jiwa sejauh ini.
Badan Pengungsi PBB (UNHCR) di Bangladesh juga mengunggah cuitan dan menuliskan bahwa para sukarelawan dari kamp tersebut sedang berusaha memadamkan api. UNHCR mengatakan bahwa lembaganya juga turut memberikan bantuan.
Apa yang kita ketahui tentang kebakaran ini?
Surat kabar lokal Dhaka Tribune melaporkan bahwa empat unit pemadam kebakaran telah dikerahkan untuk memadamkan api.
Iklan
"Saat ini kami belum memiliki perkiraan total kerugian, namun tidak ada laporan mengenai korban jiwa," ujar inspektur polisi di Cox's Bazar, Rafiqul Islam, kepada tim Reuters. Rafiqul menambahkan bahwa kobaran api telah berhasil dikendalikan dan para petugas pemadam kebakaran, polisi, hingga departemen bantuan pengungsi juga telah berada di lokasi.
"Sekitar 2.000 tempat penampungan telah terbakar, menyebabkan sekitar 12.000 warga negara Myanmar yang mengungsi secara paksa tidak memiliki tempat tinggal," ujar Komisioner Pengungsi Bangladesh Mijanur Rahman, kepada tim AFP. Rahman menambahkan bahwa total 35 masjid dan 21 pusat pembelajaran termasuk di antara reruntuhan bangunan yang dilahap si jago merah.
Mohammad Shamsuddoza, seorang pejabat senior di Komisi Bantuan dan Pemulangan Pengungsi Bangladesh, mengatakan kepada kantor berita Jerman DPA, bahwa bangunan-bangunan tersebut memang sebagian besar terbuat dari bambu dan terpal, material yang sangat mudah hancur terbakar.
Seorang pejabat polisi lainnya juga mengatakan bahwa penyebab kebakaran belum dapat dipastikan.
Cox's Bazar
Kamp ini sebelumnya telah mengalami kebakaran serupa pada Januari 2022 dan Maret 2021, yang menewaskan 15 orang dan menghancurkan lebih dari 10.000 rumah penampungan.
Lebih dari 1 juta pengungsi Rohingya telah melarikan diri ke Bangladesh untuk menghindari penindasan negara yang menurut Amerika Serikat (AS) merupakan salah satu bentuk genosida.
Jumlah warga Rohingya yang melintasi perbatasan itu melonjak pada tahun 2017, tepat ketika militer Myanmar yang mayoritas beragama Buddha memulai tindak kekerasan terhadap kelompok minoritas di negara itu.
Sebagian besar warga Rohingya di Myanmar juga telah ditolak kewarganegaraannya, bahkan hak-hak lainnya. Upaya Bangladesh untuk memulangkan mereka telah gagal beberapa kali, karena kondisi negara Myanmar semakin memburuk sejak militer mengambil alih kekuasaan di negara itu pada tahun 2021 silam.
kp/hp (AP, Reuters)
Pengungsi Global: Melarikan Diri dari Bahaya
PBB melaporkan ada 82,4 juta pengungsi di seluruh dunia yang melarikan diri dari perang, penindasan, bencana alam hingga dampak perubahan iklim. Anak-anak pengungsi yang paling menderita.
Foto: KM Asad/dpa/picture alliance
Diselamatkan dari laut
Seorang bayi mungil diselamatkan seorang penyelam polisi Spanyol ketika nyaris mati tenggelam. Maroko pada Mei 2021, untuk sementara melonggarkan pengawasan di perbatasan dengan Ceuta. Ribuan orang mencoba memasuki kawasan enklave Spanyol itu dengan berenang di sepanjang pantai Afrika Utara. Foto ini dipandang sebagai representasi ikonik dari krisis migrasi di Ceuta.
Foto: Guardia Civil/AP Photo/picture alliance
Tidak ada prospek
Laut Mediterania adalah salah satu rute migrasi paling berbahaya di dunia. Banyak pengungsi Afrika yang mencoba dan gagal menyeberang ke Eropa, sebagian terdampar di Libia. Mereka terus berjuang untuk bertahan hidup dan seringkali harus bekerja dalam kondisi yang menyedihkan. Para pemuda di Tripoli ini contohnya, banyak dari mereka masih di bawah umur, menunggu dan beharap pekerjaan serabutan.
Foto: MAHMUD TURKIA/AFP via Getty Images
Hidup dalam sebuah koper
Sekitar 40% pengungsi adalah anak-anak. Beberapa tahun silam, 1,1 juta warga minoritas Muslim Rohingya melarikan diri dari kekerasan militer Myanmar ke Bangladesh Kamp pengungsi Cox's Bazar salah satu yang terbesar di dunia. LSM SOS Children's Villages peringatkan kekerasan, narkoba dan perdagangan manusia adalah masalah yang berkembang di sana, seperti halnya pekerja anak dan pernikahan dini.
Foto: DANISH SIDDIQUI/REUTERS
Krisis terbaru
Perang saudara di wilayah Tigray di Etiopia yang pecah baru-baru ini, telah memicu pergerakan pengungsi besar lainnya. Lebih dari 90% populasi Tigray saat ini bergantung pada bantuan kemanusiaan. Sekitar 1,6 juta orang melarikan diri ke Sudan, 720 ribu di antaranya adalah anak-anak. Mereka terjebak di wilayah transit, menghadapi masa depan yang tidak pasti
Foto: BAZ RATNER/REUTERS
Ke mana pengungsi harus pergi?
Pulau-pulau di Yunani jadi target pengungsi dari Suriah dan Afganistan, yang secara berkala terus berdatangan dari Turki. Banyak pengungsi ditampung di kamp Moria, pulau Lesbos, sampai kamp tersebut terbakar September lalu. Setelah itu, keluarga ini datang ke Athena. Uni Eropa telah berusaha selama bertahun-tahun untuk menyetujui strategi komunal dan kebijakan pengungsi, tetapi tidak berhasil.
Foto: picture-alliance/dpa/Y. Karahalis
Eksistensi yang keras
Tidak ada sekolah untuk anak-anak pengungsi Afganistan yang tinggal di kamp pengungsi Pakistan. Kamp tersebut telah ada sejak intervensi Soviet di Afganistan pada tahun 1979. Kondisi kehidupan di sana buruk. Kamp tersebut kekurangan air minum dan akomodasi yang layak.
Foto: Muhammed Semih Ugurlu/AA/picture alliance
Dukungan penting dari organisasi nirlaba
Banyak keluarga di Venezuela yang tidak melihat ada masa depan di negaranya sendiri, mengungsi ke negara tetangga, Kolombia. Di sana mereka mendapat dukungan dari Palang Merah yang memberikan bantuan medis dan kemanusiaan. Organisasi ini juga mendirikan kamp transit di sebuah sekolah di kota perbatasan Arauquita.
Foto: Luisa Gonzalez/REUTERS
Belajar untuk berintegrasi
Banyak pengungsi berharap masa depan yang lebih baik bagi anak-anak mereka di Jerman. Di Lernfreunde Haus-Karlsruhe, anak-anak pengungsi dipersiapkan untuk masuk ke sistem sekolah Jerman. Namun, selama pandemi COVID-19, mereka kehilangan bantuan untuk mengintegrasi diri mereka ke dalam masyarakat baru itu. (kfp/as)