1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiJepang

Kebangkitan Industri Senjata Jepang Didorong Perang Ukraina

Martin Fritz
29 Desember 2023

Jepang menggalakkan industri persenjataan karena permintaan meningkat terkait perang di Ukraina. Ini satu langkah besar setelah Jepang meninggalkan politik "non-militer" yang dianutnya sejak akhir Perang Dunia II.

Sistem pertahanan udara Jepang PAC-3 di Okinawa
Sistem pertahanan udara Jepang PAC-3 di OkinawaFoto: picture alliance/dpa

Jepang melonggarkan pembatasan ekspor senjata, meskipun secara tidak langsung, untuk membantu Ukraina mendapatkan sistem rudal anti-pesawat Patriot milik Amerika Serikat (AS) yang sangat dibutuhkan. Kabinet Jepang minggu lalu mengizinkan pengiriman sistem senjata yang diproduksi di bawah lisensi AS. Rudal Patriot produksi Jepang itu akan dikirim lebih dulu ke AS, menanggapi permintaan Presiden Joe Biden.

"Ekspor senjata memposisikan Jepang sebagai pemain aktif dalam kebijakan keamanan internasional dan sebagai mitra terpercaya AS,” kata ilmuwan politik Jerman Sebastian Maslow, yang mengajar di Universitas Wanita Shirayuri di Sendai, Jepang. Dengan cara ini, Jepang juga berpartisipasi langsung dalam struktur keamanan Eropa. "Oleh karena itu, langkah yang dilakukan saat ini harus dilihat sebagai bagian dari kerja sama Jepang yang lebih erat dengan NATO, yang telah dikembangkan sejak tahun lalu,” katanya.

Rudal Patriot diproduksi oleh Mitsubishi Heavy Industries di Jepang di bawah lisensi dari perusahaan AS Lockheed Martin dan RTX. Menurut informasi dari Financial Times, pemerintah Jepang juga sedang mempertimbangkan izin ekspor peluru artileri kaliber 155 mm, yang diproduksi di bawah lisensi perusahaan senjata Inggris BAE System. Saat ini Ukraina memang mengalami kekurangan amunisi.

Parade militer Jepang, Desember 2022Foto: Kazuhiro Nogi/AFP

Bentuk "kerja sama" dengan NATO

Mirip dengan Jerman, Jepang mengizinkan negara penerima untuk mengekspor kembali persenjataan ke negara ketiga setelah mendapat persetujuan sebelumnya, tetapi hanya jika negara tersebut tidak terlibat dalam konflik bersenjata.

Oleh karena itu, Washington tidak dapat meneruskan rudal tersebut langsung ke Kyiv. Namun, Washington bisa mengisi kembali stok yang semakin menipis di AS dan mitra-mitra NATO di Eropa, setelah mereka mengirimkan patriot miliknya ke Ukraina. "Rudal-rudal dari Jepang memberi kami fleksibilitas dalam persediaan dan komitmen global kami,” kata Rahm Emanuel, Duta Besar AS untuk Jepang.

Pada 2014, PM Jepang saat itu, Shinzo Abe, mencabut larangan ekspor senjata yang berasal dari konstitusi pascaperang Jepang yang bersifat pasifis, artinya: Jepang secara aktif tidak akan berpartisipasi dalam sebuah perang. Sejak itu, Jepang sudah menandatangani kontrak pasokan persenjataan dengan 15 negara, terutama di Asia Tenggara. Misalnya Bangladesh, akan menerima empat kapal patroli tahun depan, dan Filipina akan menerima sistem peringatan radar "Made in Japan”.

Rudal Patriot akan menjadi ekspor pertama sistem senjata mematikan, dan oleh karena itu menandai perubahan mendasar dalam kebijakan pertahanan Jepang. Perdana Menteri Fumio Kishida ingin menggandakan anggaran pertahanan menjadi dua persen dari produk domestik bruto pada tahun 2027. "Peningkatan kekuatan militer ini akan menjadikan Jepang 80 persen negara normal,” kata Akihisa Nagashima, politisi pertahanan dari Partai LDP yang saat ini memerintah. "Sisanya yang 20 persen adalah penghapusan pembatasan ekspor (secara keseluruhan).”

Bantuan bagi industri pertahanan Jepang

Kelonggaran hukum yang lebih besar untuk ekspor senjata akan mendukung industri persenjataaan Jepang. Sebelumnya, pembatasan itu membuat Jepang absen dari pasar persenjataan global. "Industri pertahanan Jepang masih sulit bersaing secara internasional, meskipun ada kebijakan keamanan yang ambisius sejak Perdana Menteri Abe,” kata Sebastian Maslow.

Perubahan itu juga memungkinkan Jepang untuk menjual komponen senjata tidak mematikan, seperti mesin pesawat, dan memasok peralatan pertahanan ke negara-negara yang mempertahankan diri dari invasi yang melanggar hukum internasional, seperti Ukraina.

Selain itu, Jepang sedang menjajaki pengembangan jet tempur bersama Inggris dan Italia. Ketiga negara menandatangani perjanjian untuk mengembangkan pesawat tersebut di Tokyo beberapa waktu lalu. Namun, Partai Komei, mitra koalisi kecil LDP yang didukung pemilih beragama Buddha, masih memblokir proyek itu. Penolakan terkait rencana penjualan jet tempur tersebut ke negara lain. LDP sekarang ingin ingin mencapai kesepakatan dengan Partai Komei mengenai pelonggaran lebih lanjut aturan ekspor senjata sampai akhir Februari tahun depan.

(hp/as)

Jangan lewatkan konten-konten eksklusif berbahasa Indonesia dari DW. Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait