Kebijakan Dagang AS Persulit ASEAN Hadapi Cina di LCS
2 Agustus 2018
Sikap agresif pemerintahan AS di bawah Donald Trump mendesak sejumlah negara ASEAN untuk mengorbit ke Cina. Hal ini mempersulit ASEAN menyatukan sikap menghadapi klaim teritorial Beijing di LCS pada KTT di Singapura.
Iklan
Arah kebijakan baru pemerintah Amerika Serikat menempatkan negara-negara ASEAN dalam posisi pelik. Di tengah konflik Laut Cina Selatan, ancaman perang dagang yang dikumandangkan gedung putih dikhawatirkan akan mendesak sejumlah negara di Asia Tenggara untuk justru berpihak pada Cina.
Kekhawatiran tersebut membayangi jalannya KTT ASEAN di Singapura yang juga bakal mengikutsertakan Menlu AS Mike Pompeo. Pompeo dikabarkan datang dengan duit investasi senilai US$ 113 juta di bidang teknologi, energi di Infrastruktur. Namun tawaran investasi itu belum bisa dipastikan bakal meyakinkan ASEAN perihal komitmen AS di kawasan.
"Pompeo akan sulit menjualnya. Hingga kini belum ada kisah sukses perdagangan untuk Asia dari Amerika Serikat," kata Malcolm Cook, peneliti senior di Institute of Southeast Asian Studies di Singapura. "ASEAN lebih mengkhawatirkan dampak negatif dari ketegangan dagang antara Cina dan AS ketimbang keuntungan yang bisa didapat dari inisiatif senilai US$ 113 itu."
Bank Singapura, DBS, memperkirakan perang dagang dalam skala besar akan memangkas pertumbuhan ekonomi Singapura dari 2,7% seperti yang diprediksi untuk tahun depan menjadi 1,2%. Sementara Malaysia yang menikmati estimasi pertumbuhan sebesar 5% pada 2019 harus mengoreksi proyeksi pertumbuhan menjadi 3,7%.
"Kita bisa melihat ancaman ketidakpastian politik yang terus tumbuh," kata Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong. "Pada saat yang bersamaan negara anggota ASEAN menjadi subyek tarik ulur kekuatan besar."
Lembaga pemeringkat rating, Moody's pekan ini menulis eskalasi perang dagang pada 2018 sudah menjadi "ekspektasi dasar" dan Asia "sangat rentan" lantaran rantai logistik regional yang terintegrasi satu sama lain.
Jurus Cina Bungkam Brunei dalam Konflik Laut Cina Selatan
Brunei yang sedang mengalami resesi membutuhkan aliran dana investasi dan mendapati Cina sebagai juru selamat. Namun pertautan kedua negara bukan tak beriak. Beijing mengharapkan balasan yang setimpal.
Foto: picture-alliance/AP Photo/N. Han Guan
Akhir Kejayaan Minyak
Selama berpuluh tahun warga Brunei menikmati kemakmuran tak berbatas berkat produksi minyak berlimpah. Namun kemakmuran tersebut tidak bertahan lama. Pasalnya cadangan minyak Brunei bakal pupus dalam dua dekade ke depan. Negeri kesultanan itu pun dilanda resesi sejak tiga tahun terakhir dan terpaksa memangkas berbagai subsidi.
Foto: picture-alliance/dpa
Resesi Tanpa Henti
Tidak heran jika laju pertumbuhan ekonomi Brunei merangkak di kisaran 0,6% pada 2016 silam dan bahkan anjlok menjadi minus 2,7% pada 2017. Pondasi ekonomi yang terlalu bergantung pada pemasukan dari sektor migas menjadi petaka ketika harga minyak dunia menukik tajam sejak beberapa tahun terakhir.
Foto: Getty Images/AFP/R. Rahman
Ekonomi Terpusat di Ujung Hayat
Menurut analis pasar tenaga kerja, warga Brunei cendrung menginginkan pekerjaan di pemerintahan, perusahaan pelat merah atau industri minyak. Tapi justru ketiganya sedang babak belur. Akibatnya angka pengangguran meroket tajam. Kondisi ini memaksa Sultan Hassanal Bolkiah mencari sumber duit baru.
Foto: picture alliance/landov/Z. Jie
Cina Menggeser Arab
Biasanya Brunei melirik negara-negara Arab untuk mencari investasi. Namun kali ini Sultan Hasanah Bolkiah melirik poros ekonomi baru dan mendapati Cina sebagai juru selamat. Sejak beberapa tahun terakhir Beijing aktif menyuntikkan dana untuk perekonomian Brunei yang tengah lesu.
Foto: Imago/Xinhua/J. Wong
Gerbang Investasi
Ketika Citibank hengkang setelah mengawal investasi asing untuk Brunei selama 41 tahun, Bank of China justru membuka cabang di Bandar Seri Begawan. Kehadiran bank pelat merah itu diharapkan menjadi pintu masuk aliran dana investasi langsung dari Tiongkok. Sejauh ini Cina telah menginevatasikan 4,1 miliar USD di Brunei.
Foto: Getty Images/AFP/M. Ralston
Berharap Pada Duit Tiongkok
Investasi Cina mencakup berbagai sektor, mulai dari industri pertanian dan makanan, energi dan perikanan. Menurut klaim pemerintah, aliran dana investasi dari Tiongkok akan menciptakan 1.600 lapangan kerja baru dan menopang sekitar 5.000 lapangan kerja di sektor pendukung seperti logistik dan perbankan.
Foto: Fotolia/philipus
Pertaruhan Bolkiah di Utara
Pertautan itu bukan tak beriak. Sultan Bolkiah banyak membisu ihwal konflik di Laut Cina Selatan. Sikap gamang Brunei dinilai merupakan hasil dari strategi Cina mendekati negara kecil di ASEAN terkait klaim teritorial Beijing. Padahal kawasan laut yang diperebutkan diyakini mengandung cadangan energi dalam jumlah besar, sesuatu yang dibutuhkan Brunei buat menjamin kemakmuran warganya di masa depan
Tajam Diplomasi Xi
Sejak Xi Jinping memegang jabatan Sekretaris Jendral PKC 2012 silam, Beijing aktif menggunakan 'diplomasi buku cek' terhadap negara-negara ASEAN untuk mengamankan klaimnya di Laut Cina Selatan. Selain Brunei, Cina juga aktif menanam investasi di Malaysia, Laos dan Kamboja. Harapannya dengan meningkatnya kebergantungan ekonomi, ASEAN akan sulit menyatukan suara dalam konflik Laut Cina Selatan.
Foto: picture-alliance/AP Photo/N. Han Guan
8 foto1 | 8
Kekhawatiran perang dagang antara Asia dan AS menambah rumit konflik Laut Cina Selatan. Saat Presiden Donald Trump mencabut kebijakan "Poros Asia" yang dicanangkan Presiden Barack Obama dan membatalkan perjanjian dagang Trans Pasifik (TTP), beberapa negara mulai mengorbit ke Cina dan melunak dalam konflik Laut Cina Selatan.
Tidak heran jika Kamboja, Brunei dan Laos menolak ajakan sejumlah negara agar ASEAN menyatukan barisan menolak agresi Cina di utara. Filipina bersikap serupa. Sebaliknya Vietnam dan Indonesia mendukung sikap yang lebih garang terhadap kebijakan Beijing menduduki pulau-pulau di Laut Cina Selatan sebagai basis militer. Akibatnya rancangan pernyataan akhir merefleksikan percekcokan di tubuh ASEAN.
Para menteri "mencatat kekhawatiran yang diekspresikan sejumlah negara terhadap aktivitas reklamasi di kawasan yang merusak kepercayaan, menambah ketegangan dan berpotensi menghancurkan perdamaian, keamanan dan stabilitas di kawasan," begitu bunyi rancangan tersebut tanpa secara eksplisit menyebut Cina.
"Akan ada perbedaan yang tak terelakkan, atau bahkan ketegangan di tubuh ASEAN. Karena anda memiliki negara yang sangat dekat dengan Cina dan yang menaruh rasa curiga pada Cina," kata Eugene Tan, Professor Hukum di Singapore Management University. "Sebuah konsensus bersama sangat penting untuk mempersiapkan ASEAN terhadap jalur yang berliku di depan," imbuhnya.
Kekuatan Laut Negara yang Bertikai di Laut Cina Selatan
Sebanyak 7 negara terlibat dalam konflik teritorial di Laut Cina Selatan, termasuk juga Indonesia. Tapi sebesar apa kekuatan angkatan laut masing-masing negara yang bertikai?
Cina setidaknya memiliki satu kapal induk, yakni Liaoning, dan berniat membangun satu kapal induk lain, Warjag. Selain itu negeri tirai bambu ini juga menguasai 57 kapal selam, 78 kapal fregat dan kapal perusak , 27 korvet, 180 kapal patroli, 52 kapal pendarat dan 523 kapal penjaga pantai. Secara umum Angkatan Laut Cina memiliki 235.000 pasukan yang terbagi dalam tiga armada.
Foto: Reuters/Stringer
Singapura
Meski negara pulau, angkatan laut Singapura hanya memiliki 3.000 pasukan yang bertugas mengamankan wilayah perairan dari perompak. Secara umum negeri jiran ini menguasai 4 kapal selam, 6 kapal fregat dan kapal perusak, 6 kapal korvet, 29 kapal patroli dan 102 kapal penjaga pantai.
Foto: picture-alliance/dpa/J. Drake
Thailand
Meski tidak terlibat konflik secara langsung, posisi Thailand turut dipertimbangkan dalam konflik Laut Cina Selatan. Beranggotakan 44.000 tentara, angkatan laut negeri gajah putih ini memiliki satu kapal induk helikopter buatan Spanyol, HTMS Chakri Naruebet, 9 kapal fregat dan perusak, 7 kapal korvet, 77 kapal patroli, 2 kapal pendarat dan 94 kapal penjaga pantai.
Foto: Ponchai Kittiwongsakul/AFP/Getty Images
Filipina
Dari semua negara, angkatan laut Filipina dengan 24.000 personil termasuk yang paling lemah, terutama jika mempertimbangkan posisinya dalam konflik di Laut Cina Selatan. Jiran di utara ini hanya memiliki 4 kapal fregat buatan Amerika Serikat, 10 unit korvet yang sebagian sudah menua, 66 kapal patroli, 4 kapal pendarat dan 72 kapal penjaga pantai.
Foto: Reuters/Maritime Staff Office of the Defense Ministry of Japan
Vietnam
Vietnam banyak membenahi kekuatan angkatan lautnya sejak beberapa tahun terakhir. Kini angkatan laut Vietnam yang beranggotakan 40.000 serdadu memiliki 7 kapal selam anyar kelas Kilo buatan Rusia, 2 kapal fregat, 7 kapal korvet, 61 kapal patroli, 8 kapal pendarat tank dan 78 kapal penjaga pantai.
Foto: picture-alliance/Russian Look
Indonesia
Belakangan Jakarta meningkatkan pengamanan di perairan Natuna. Saat ini Indonesia adalah kekuatan terbesar kedua setelah Cina dalam konflik di Laut Cina Selatan. TNI AL saat ini memiliki 2 kapal selam, 12 kapal fregat dan perusak, 27 korvet, 64 kapal patroli, 19 kapal pendarat tank dan 43 kapal penjaga pantai. Namun begitu usia armada laut Indonesia juga tergolong yang paling tua di kawasan.
Foto: AFP/Getty Images/J. Kriswanto
Malaysia
Kekuatan angkatan laut Malaysia yang berkekuatan 14.000 personil hampir menyaingi Indonesia. Selain 2 kapal selam anyar buatan Spanyol, Malaysia juga memiliki 10 kapal fregat atau perusak, 4 kapal korvet buatan Jerman, 33 kapal patroli dan 317 kapal penjaga pantai. (rzn/hp - sumber: IISS, SIPRI)