Kecaman Barat pada Vonis Badawi Tak Akan Ubah Situasi
Grahame Lucas
Opini
10 Juni 2015
Pengukuhan vonis terhadap Badawi oleh mahkamah agung Arab Saudi memicu kecaman internasional. Tapi Riyadh menolaknya dengan alasan mencampuri hukum di negaranya. Perspektif Grahame Lucas.
Iklan
Keputusan mahkamah agung Arab Saudi untuk mengukuhkan vonis terhadap blogger Raif Badawi sudah diduga sebelumnya. Ini berarti Badawi harus melanjutkan lagi 50 kali hukuman cambuk pada Jumat (12/06). Dengan jelas terlihat, argumentasi yang disodorkan mahkamah mencerminkan pola berpikir para hakim dan elit penguasa di negara itu.
Lapisan elit Arab Saudi dibentuk oleh kelompok yang intoleran, berpandangan mundur dengan visi yang berakar pada Wahabisme. Rezim menunjukkan penolakan total terkait hak asasi manusia serta kebebasan berekspresi. Hal ini jelas melanggar ajaran Islam yang mengedepankan konsep pentingnya toleransi dan pengampunan. Sebaliknya dari itu, rezim ini selalu berusaha mengekspor interpretasi konservatif tentang Islam berdasar visi mereka ke negara-negara Muslim lainnya. Dengan konsekuensi bencana hak asasi manusia di negara bersangkutan.
Ini merupakan konfirmasi bahwa Arab Saudi tidak mampu merespon perkembangan zaman. Di dalam negeri berlanjut penafsiran hukum syariah yang keras, dengan dampak hukuman pancung bagi puluhan orang pada tahun ini. Penafsiran ini tidak memberikan toleransi bagi kebebasan berpendapat dan berekspresi, melanggar hak asasi dan juga menolak memberikan hak bagi kaum perempuan untuk menduduki posisi yang tepat dalam kemasyarakatan. Dogma keagamaan secara rigid diawasi pelaksanaannya oleh polisi, yang bahkan melarang kaum perempuan menyetir mobil.
Itulah sebabnya, pemikiran Raif Badawi amat berbahaya bagi rezim yang korup ini. Ia berjuang untuk pemisahan antara negara dan agama dan bagi kebebasan berpendapat. Nilai-nilai ini sebetulnya sudah banyak diterima dan diterapkan di berbagai negara Muslim, tapi tetap merupakan tema tabu di Arab Saudi.
Tapi harus diakui, sejauh ini hukuman badan terhadap Badawi tidak menarik banyak perhatian di negara barat. Juga jangan harapkan adanya dukungan dari negara-negara Arab lain. Semua harus diubah. Sebab, Badawi bisa mati sebagai akibat hukuman yang harus ia jalankan. Dan kasusnya bisa jadi pembunuhan atas nama hukum di sebuah negara yang jadi mitra terpenting barat di kawasan yang terus bergolak itu. Ironisnya lagi dalam waktu bersamaan Arab saudi memposisikan diri dengan sekutu penting dalam perang melawan Islamic State di Suriah dan Irak. Barat tak perlu sekutu macam begini.
HAM dan Realita Pahit Kemanusiaan
Pernyataan Umum Hak Azasi Manusia yang dideklarasikan oleh PBB berlaku buat semua negara anggota. Namun jalan panjang dan berliku masih terbentang hingga perlindungan HAM berhasil diterapkan di seluruh dunia.
Foto: picture-alliance/abaca/Depo Photos
Hak atas Kebebasan Berpendapat (18,19,20)
"Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan agama"(18). "Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat" (19). "Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat secara damai." (20). Di seluruh dunia lebih dari 350 wartawan dan aktivis online dipenjara, tulis organisasi Reporter Tanpa Batas.
Foto: picture-alliance/dpa
Hak atas hidup dan kebebasan (Pasal 3,4,5)
"Setiap orang berhak atas penghidupan, kebebasan dan keselamatan individu." (3) "Tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhambakan." (4) "Tak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, memperoleh perlakuan atau dihukum secara tidak manusiawi atau direndahkan martabatnya." (5). Bagi bocah India yang dipaksa bekerja sebagai buruh ini, deklarasi HAM cuma mimpi di siang bolong.
Foto: picture-alliance/dpa
Persamaan Hak untuk Semua (Pasal 1)
"Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama." Kutipan ini diresmikan di dalam sidang umum PBB pada 10 Desember 1948 di Paris dan dikenal dengan sebutan Pernyataan umum HAM. Namun realita berkata lain. Terlihat bocah yang terpaksa menjadi buruh tambang emas di Kongo.
Foto: picture alliance/AFP Creative/Healing
Hak Sipil (Pasal 2)
Semua hak dan kebebasan berlaku buat semua manusia, terlepas dari "ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat yang berlainan, asal usul kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun kedudukan lain." Sayangnya pernyataan ini terbentur realita internasional. Seperti yang harus dialami minoritas Rohingya di Myanmar.
Foto: Reuters
Setara di Hadapan Hukum (Pasal 6-12)
Semua orang setara di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum (6,8,10,12). Ia tidak bersalah selama kejahatannya belum dibuktikan (11). Dan tak seorang pun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang dengan sewenang-wenang (9). Penjara Guantanamo di Kuba adalah contoh teranyar bagaimana negara-negara PBB secara sistematis melanggar pernyataan umum HAM.
Foto: Getty Images
Tidak Seorangpun Ilegal (13, 14, 15)
"Setiap orang berhak atas kebebasan bergerak dan berdiam di dalam batas-batas setiap negara." Setiap orang berhak meninggalkan sebuah negara (13). "Setiap orang berhak mencari dan menikmati suaka di negeri lain untuk melindungi diri dari pengejaran." (14). Setiap orang berhak atas satu kewarganegaraan (15). Kenyataannya kini negara-negara makmur membetoni perbatasan untuk mencegah pengungsi.
Foto: customs.gov.au
Kebebasan Memilih Pasangan (Pasal 16)
Perempuan dan laki laki memiliki hak sama di dalam hubungan suami isteri. Sebuah pernikahan "hanya dapat dilaksanakan berdasarkan pilihan bebas dan persetujuan penuh oleh kedua mempelai." Lebih dari 700 juta perempuan di seluruh dunia hidup dalam perkawinan paksa, menurut UNICEF. Salah satu contohnya adalah Tehani (ki.) dan Ghada (ka.) yang dinikahkan paksa di Yaman ketika berusia 8 tahun.
Foto: Stephanie Sinclair, VII Photo Agency for National Geographic magazine/AP/dapd
Hak atas Kepemilikan (Pasal 17)
"Setiap orang berhak memiliki harta, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain. Tak seorang pun boleh dirampas hartanya dengan semena-mena." Namun jutaan orang terusir dari tanah sendiri untuk memberi ruang bagi pembangunan kota dan infrastruktur, seperti yang banyak terjadi di Cina atau Brasil.
Foto: REUTERS
Hak Memilih (Pasal 21, 22)
"Setiap orang berhak turut serta dalam pemerintahan negerinya, secara langsung atau melalui wakil-wakil yang dipilih dengan bebas." (21). Setiap manusia juga dikarunai dengan "hak-hak ekonomi, sosial dan kebudayaan yang sangat diperlukan untuk martabat dan pertumbuhan bebas pribadinya." (22). Kebebasan semacam itu sayangnya tidak dikenal oleh penduduk Korea Utara.
Foto: Kim Jae-Hwan/AFP/Getty Images
Hak atas Pekerjaan Layak (Pasal 23 & 24)
"Setiap orang berhak atas pekerjaan". "Setiap orang berhak atas pengupahan yang sama untuk pekerjaan yang sama". "Setiap orang yang melakukan pekerjaan berhak atas pengupahan yang adil dan baik " dan bergabung dengan serikat pekerja (23). "Setiap orang berhak atas istirahat dan liburan" (24). Saat ini lebih dari 200 juta orang tidak memiliki pekerjaan, tulis Organisasi Buruh PBB, ILO.
Foto: DW
Hidup yang Bermartabat (Pasal 25)
"Setiap orang berhak atas taraf hidup yang menjamin kesehatan dan kesejahteraan untuk dirinya dan keluarganya, termasuk pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial". "Ibu dan anak berhak mendapat perawatan dan bantuan istimewa." Lebih dari dua miliar manusia di dunia menderita kekurangan gizi, sementara 800 juta orang mengalami kelaparan.
Foto: Roberto Schmidt/AFP/Getty Images
Hak atas Pendidikan (Pasal 26)
"Setiap orang berhak mendapat pendidikan". Pendidikan dasar harus diwajibkan dan tidak dipungut biaya. "Pendidikan harus ditujukan ke arah perkembangan pribadi yang seluas-luasnya serta memperkokoh rasa penghargaan terhadap hak-hak manusia dan kebebasan asasi." Lebih dari 780 juta manusia di seluruh dunia tidak bisa baca tulis, kata UNESCO.
Foto: picture-alliance/dpa
Hak Berkarya dan Berbagi (Pasal 27)
"Setiap orang berhak ikut serta secara bebas dalam kehidupan kebudayaan masyarakat, mengecap kenikmatan kesenian dan berbagi dalam kemajuan ilmu pengetahuan". Deklarasi HAM PBB juga melindungi "hak cipta atas karya ilmiah, kesusasteraan dan seni." Konsep hak cipta kini menjadi samar berkat media distribusi internet.
Foto: AP
Hak yang Tidak Tersentuh (28,29,30)
"Setiap orang berhak atas suatu tatanan sosial dan internasional di mana hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang termaktub di dalam Pernyataan ini dapat dilaksanakan sepenuhnya"."Tidak satu pun negara, kelompok ataupun seseorang, berhak melakukan perbuatan yang merusak hak-hak dan kebebasan perorangan" (30). Sementara itu puluhan ribu kaum Yazidi terusir dari tanah sendiri di Irak.
Foto: picture-alliance/abaca/Depo Photos
14 foto1 | 14
Menteri luar negeri Swedia Margot Wallstrom, menyebut hukuman terhadap blogger Raif Badawi itu sebagai gaya siksaan abad pertengahan. Terminologi ini tepat, karena itulah realitanya. Namun terminologi ini, juga bisa diterapkan kepada seluruh elite pemerintah Arab Saudi. Terminologi lain yang muncul adalah hipokratik. Sebab, sementara orang-orang seperti Badawi berjuang meraih hak asasinya untuk kebebasan berpendapat, para elit kaya dari Arab Saudi menikmati kebebasan barat ini bagi dirinya sendiri di kota-kota besar Eropa atau Amerika.
Tapi, barat juga bersedia jadi tuan rumah yang baik, yang siap menuruti semua keinginan tamunya. Karena barat berpendapat hubungan baik sangat penting, terkait ketergantungan mereka pada minyak dari Arab Saudi serta kepentingan mereka pada order milyaran Dolar AS untuk pembelian sistem persenjataan modern dari barat. Dalam hal ini barat harus mengkaji ulang kebijakannya terhadap Arab Saudi. Karena hal itu menggambarkan aib pada sikap moral dalam demokrasi barat.