Warga Jerman selama ini menganggap serangan teror sebagai masalah keamanan dalam negeri paling gawat. Tapi setelah pelecehan seksual massal di Köln pandangan berubah drastis. Opini Marcel Fürstenau.
Iklan
Peluang menjadi korban serangan teror radikal Islam di Köln atau di kota manapun di Jerman, ternyata amat kecil. Tapi realitanya sejak bertahun lamanya, mayoritas warga Jerman takut serangan teror ini. Tentu saja ketakutan emosional semacam ini bisa kita pahami, jika melihat bagaimana kebrutalan serangan teror yang terjadi di Paris tahun silam. Gambar-gambar mengerikan dari serangan serupa sebelumnya di New York, London atau Madrid masih terpateri di dalam kepala warga di barat. Pasalnya negara itu ada di depan pintu rumah mereka, tidak seperti Afghanistan, Suriah atau Nigeria yang secara geografis jauh dan secara budaya serta religi tidak mereka kenal.
Jerman, dalam ukuran dunia adalah salah satu negara paling aman. Baik dari ancaman eksternal maupun internal. Tapi sekarang perlu membicarakan situasi secara lugas, tanpa mengindahkan lagi tema yang selama ini tabu untuk dibahas. Setelah kasus pelecehan seksual massal pada malam tahun baru di berbagai kota di Jerman, tema ini kembali memanas. Itu bagus! Sebab kini masalah kriminal yang merendahkan martabat manusia semacam itu bisa diperdebatkan secara terbuka. Delik yang sebetulnya tidak baru.
Selama ini bepergian malam hari menggunakan kendaraan umum, bagi mayoritas perempuan Jerman bukan masalah serius. Tapi setelah kasus pelecehan seksual massal di malam tahun baru, bukan hanya di kota Köln saja, semua berubah. Agar kepercayaan pada keamanan dalam negeri kembali tumbuh, harus dilakukan reformasi. Tuasnya ada di tangan seluruh anggota masyarakat.
Siapa melakukan kejahatan harus dihukum. Untuk itu tidak perlu aturan baru, melainkan cukup dengan penerapan hukum yang sudah ada. Hal itu juga mencakup pengusiran pelaku kejahatan warga asing, jika persyaratan hukumnya dipenuhi. Hal ini tidak ada kaitannya dengan perasaan anti orang asing. Melainkan masalah aturan di negara hukum. Pelaku kejahatan dengan kewargaan Jerman harus diseret ke pengadilan dan meringkuk di penjara. Begitu gampang secara teoritis.
Hukuman adalah bagian penting dari keamanan dalam negeri. Hal ini membangkitkan perasaan, bahwa kejahatan apapun bentuknya, tidak akan lepas dari tuntutan hukum. Masalahnya, kuota dari pengungkapan perkara secara umum, amatlah kecil. Tren ini hanya bisa diubah, jika negara benar-benar menginvestasikan dana untuk keamanan dengan bijaksana pada posisi yang tepat. Di garis depan, adalah lebih banyak polisi di tempat keramaian umum. Merekalah yang layak mendapat dukungan dan penghargaan material dan moral.
Cara Jerman Menolong Pengungsi
Hampir setiap hari ada tempat penampungan pengungsi yang dibakar di suatu tempat di Jerman. Tapi di samping berita buruk seperti itu, ada berita bagus. Yaitu bagaimana ribuan warga Jerman ulurkan tangan bagi pengungsi.
Foto: picture-alliance/dpa/P. Endig
Pesta Penyambutan
Pengungsi dan sukarelawan menari bersama dalam pesta penyambutan. 600 pemohon suaka di Heidenau ditempatkan di gedung bekas toko bahan bangunan, dan dilindungi pagar tinggi. Sebelumnya mereka takut meninggalkan tempat penampungan, karena kelompok ekstrem kanan mengadakan perusakan dan meneriakkan kecaman berhari-hari. Pesta diorganisir ikatan Dresden Bebas dari kelompok NeoNazi.
Foto: picture-alliance/dpa/S. Willnow
Selamat Datang di Sylt
Joachim Leber (tengah) membimbing keluarga dari Suriah ini. Ia adalah anggota organisasi Integrationshilfe Sylt (bantuan integrasi Sylt). Di pulau itu sekitar 120 pengungsi ditampung. Sebagian besar dari mereka berasal dari Afghanistan, Somalia dan Suriah. Sukarelawan mengajar mereka bahasa Jerman, memberi sokongan moral, dan jadi anggota keluarga. "Jerman juga dibantu setelah PD II," kata Leber.
Foto: picture-alliance/dpa/B. Marks
Klub Sepak Bola Welcome United O3
Henning Eich dari klub Lok Potsdam menyambut para pemain dari klub Welcome United 03. Inilah tim sepak bola pertama Jerman yang sepenuhnya terdiri dari pengungsi. Klub ini langsung menang 3:2 dalam pertandingan lawan klub Lok Potsdam. Mereka bisa ikut main karena upaya klub SV Babelsberg . "Sepak bola menyatukan," kata Manja Thieme, yang mengurus tim internasional beranggotakan 40 orang.
Foto: picture-alliance/dpa/O. Mehlis
Sepeda bagi Pengungsi
Tobias Fleiter memompa ban sepeda bagi seorang pengungsi dari Togo. Proyek "Bikes without Borders" adalah inisiatif dua sukarelawan. Awalnya mereka hanya punya lima sepeda. Sekarang tim sudah beranggotakan 15 sukarelawan, dan sudah memperbaiki serta menyediakan 200 sepeda. Inisiatif di Karlsruhe ini beri kesempatan kepada pemohon suaka untuk punya sarana transportasi.
Foto: picture-alliance/dpa/U. Deck
Aman di Jalan
Bagaimana caranya naik kereta dari A ke B? Apa artinya tanda-tanda ini? Di mana saya bisa beli karcis? Itu dipelajari pengungsi dari Suriah di Halle, negara bagian Sachsen-Anhalt, di stasiun utama kota itu. Seorang polisi juga menunjukkan, bahwa mereka harus berdiri di belakang garis putih, jika sebuah kereta datang. Jika tidak bisa berbahaya.
Foto: picture-alliance/dpa/H. Schmidt
Ikatan Perenang Pertama bagi Pengungsi
Di Schwäbisch Gmünd, pengungsi bisa belajar berenang. Ludwig Majohr (pakai topi) memberikan pelajaran berenang. Ikatan yang baru didirikan terutama harus mendorong integrasi, demikian Majohr. "Kami para perenang saling bantu", kata sukarelawan lain, Roland Wendel. "Kami tidak menanyakan nasionalitas." Delapan orang yang sudah pensiun dari profesi mereka aktif membantu pengungsi.
Foto: picture-alliance/dpa/S. Puchner
Bayi Pengungsi Pertama
49 sentimeter, 3.000 gram. Sophia nama bayi perempuan ini. Ia adalah bayi pertama, yang lahir di kapal angkatan bersenjata Jerman "Schleswig-Holstein". Ibunya, Rahmar Ali dari Somalia, jadi pengungsi yang beruntung mendapat bimbingan dokter menjelang melahirkan. "Dalam momen seperti inilah orang merasakan telah melakukan sesuatu yang berguna," kata seorang tentara, yang hadir saat Sophia lahir.
Foto: Reuters/Bundeswehr/PAO Mittelmeer
#WelcomeChallenge
Dengan tagar ini, lewat YouTube dan Facebook sekelompok orang yang memberikan bantuan sukarela menyerukan lebih banyak orang untuk ikut aktif. Mereka yang menolong, sumbangkan foto aksinya. Koki kenamaan Sarah Wiener juga diminta membantu. Ia membawa 150 porsi sup dan roti ke tempat penampungan di Berlin dan membaginya dengan senyum.
Foto: picture-alliance/dpa/G. Fischer
Bahasa Jerman untuk Sehari-Hari
Sebagi salah satu sukarelawan, Karl Landherr mengajarkan bahasa Jerman kepada seorang pemohon suaka di Thannhausen, Bayern. Landherr yang pensiunan kepala sekolah bersama beberapa rekan juga membuat buku untuk belajar bahasa Jerman bagi pengungsi. Bukunya berorientasi pada hidup sehari-hari, berisi banyak tips, dan sekarang digunakan di seluruh Jerman.
Foto: picture-alliance/dpa/S. Puchner
Aktif di Tempat Penampungan Pakaian
Di tempat penampungan pengungsi di Berlin semua tempat penuh. Sebelumnya sudah ada tiga tempat baru yang dibuka. Salah satunya adalah sekolah Teske di Berlin Schöneberg yang tidak digunakan. Gedung ini bisa tampung 200 orang. Banyak sukarelawan juga aktif di sini, misalnya untuk mengatur tempat penampungan pakaian hasil sumbangan.