1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Kegiatan Sehari Seorang Mahasiswa di Jerman

9 November 2018

Memang benar adanya, biaya kuliah di Jerman gratis atau tepatnya hampir gratis, tetapi yang mahal adalah biaya hidupnya, terutama untuk biaya sewa kamar. Oleh Jamal Samari.

Jamal Samari aus Indonesien
Foto: Privat

Jam menunjukan pukul 21.00 Waktu Eropa Tengah (CET) ketika aku sedang duduk menunggu waktu berbuka puasa di sebuah kantin milik salah satu pabrik pembuat rem mobil. Dari jendela kantin bisa kulihat sinar matahari mulai redup dan akan diganti oleh sinar bulan yang disambut dengan asap hitam dari pipa-pipa tinggi bagian pengecoran besi panas.

Waktu telah menunjukan pukul 21.05 dan berakhirlah penantian panjang hari ini atas seteguk air yang sangat menggoda ketika siang hari. Setelah cukup makan dan minum, aku segera berjalan menuju toilet untuk mengambil air wudhu. Ini adalah waktu yang tepat untuk sholat di kantin yang sudah sepi.

Jamal SamariFoto: Privat

Selepas sholat aku langsung menuju tempat kerja yang berjarak hanya 20 meter dari kantin. Pada musim panas banyak pekerja tetap pabrik ini mengambil cuti berminggu-minggu, karena pada saat yang sama anak-anak merekapun sedang mendapat libur musim panas dari sekolahnya. Masa liburan rata-rata berkisar 6 minggu. Oleh karena itu pihak pabrik membuka lowongan pekerjaan kepada para mahasiswa untuk bekerja di sela-sela liburan musim panas mereka, yang lamanya bisa sampai 3 bulan. Aku termasuk mahasiswa langganan mereka yang telah setia sejak tahun 2010 bekerja untuk 4 sampai 8 minggu pada saat musim panas. Tahun ini, aku mendapat kontrak selama 4 minggu dengan gaji 13 Euro per jam.

Biasanya jika kita bekerja ekstra pada hari Sabtu dan Minggu, kita untuk sebulan akan mendapatkan uang sekitar 2.400 Euro. Jumlah ini relativ cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup seorang mahasiswa asing di Jerman selama kurang lebih setengah tahun. Memang benar adanya jika biaya kuliah di Jerman gratis atau tepatnya hampir gratis, tetapi yang mahal adalah biaya hidupnya, terutama untuk biaya sewa kamar yang rata-rata berkisar 200 Euro per bulan dan asuransi wajib mahasiswa yang hampir 100 Euro per bulan. Biayanya berkisar antara 250-350 Euro per semester untuk semua jurusan. Jadi anda harus menyiapkan minimal 400 Euro per bulan untuk bisa berkuliah di negara panser ini.

Pekerjaanku kali ini sangat membosankan, yaitu memastikan tidak ada rem mobil yang cacat. Ketika kebosanan memuncak, mulailah khayalanku bergerak ke suatu masa di suatu tempat yang panas di tengah sawah. Kala itu aku masih berumur 13 tahun. Setelah pulang sekolah, aku sempatkan, atau lebih tepatnya, aku harus menyusul temak dan bapakku di sawah, karena biasanya pada merekalah ada makan siang.

Selepas makan siang aku langsung membantu mereka sambil sesekali melihat ke langit menanti layangan yang putus ataupun sesekali mengejar katak bangkong yang besar. Pada musim panen tidak jarang aku harus memanggul gabah basah yang beratnya bisa mencapai 40 kilogram untuk dibawa ke rumah yang berjarak hampir satu kilometer dari sawah.

Rasa panas pada jari-jariku dengan serta merta memotong khayalan dan memaksaku untuk kembali ke dunia nyata. Akupun langsung mengganti sarung tangan dan melanjutkan pekerjaan yang lama-lama terasa sangat membosankan ini.

Tetapi waktu cepat berlalu dan tidak terasa pekerjaanpun telah selesai. Aku langsung bergegas mengganti baju lalu keluar menuju gerbang utama pabrik karena harus menuju stasiun yang berjarak 700 meter dari sini untuk mengejar kereta yang akan segera berangkat.

Sesampainya di Bahnhof (stasiun kereta api) kota ini, kulihat pula para mahasiswa yang akan pulang dengan kereta ini. Mereka kukenali pada muka yang kehitaman-hitaman oleh debu pabrik tetapi berpakaian keren seperti mahasiswa pada umumnya. Kebanyakan diantara mereka adalah mahasiswa asing juga seperti aku.

Ada sekitar 350.000 mahasiswa asing di Jerman, dengan pertumbuhan 6-7 % setiap tahunnya. Hal itu berarti 1 dari 10 mahasiswa di Jerman adalah mahasiswa asing. Biaya kuliah di Jerman yang relatif murah jika dibandingkan dengan biaya kuliah di Amerika Serikat atau Inggris masih menjadi magnet utama yang menarik para pelajar luar negeri untuk belajar di Jerman. Ditambah dengan kesempatan yang banyak untuk magang atau bekerja paruh waktu membuat Jerman menempati posisi ke 4 di dunia sebagai negara tujuan favorit para pelajar luar negeri.

Tiga menit kemudian datanglah kereta berwarna merah yang bertuliskan Frakfurt am Main yang artinya bahwa kereta ini akan berakhir di kota metropolitan tersebut. Tujuan kami para mahasiswa adalah kota Giessen, salah satu kota kecil yang terletak sekitar 65 Kilometer sebelah utara kota Frankfurt. Ini adalah kota mahasiswa yang terletak di jantung Eropa, berpenduduk sekitar 84.000 orang  dan mempunyai salah satu universitas tertua di Jerman, yaitu Justus Liebig Universitas Giessen. Usianya lebih dari 400 tahun, pembangunanya tercatat pada tahun 1607 silam. Universitas ini juga terkenal karena beberapa ilmuwan masyhurnya seperti Wilhelm Conrad Röntgen, sang penemu sinar Röntgen, atau Georg Haas, sang pioner cuci darah.

20 menit kemudian, aku turun di lajur 3 Bahnhof Giessen dan langsung menuju tempat parkiran sepeda yang berjarak tidak jauh dari stasiun. Setelah 10 menit bersepeda akupun tiba depan sebuah asrama mahasiswa di jalan Watzenbornerweg nomor 7.

Sesampainya di kamar aku langsung menaruh tas ranselku dan mengeluarkan tempat makan yang kugunakan tadi malam. Selanjutnya aku menuju kamar mandi umum yang berada di ujung lorong untuk membersihkan debu besi yang menempel di sekujur badan. Setelahnya aku merasa kembali bugar, tetapi kuputuskan untuk mencoba tidur karena siang nanti aku mempunyai jadwal ujian praktek terakhir di semester ini.

Justus-Liebig-Universität GießenFoto: by/Stephan Mosel

Aku dibangunkan oleh weker yang berbunyi keras lalu kumatikan. Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 12.30. Artinya aku harus segera ke kampus untuk mengahadapi ujian praktek OSCE (Objective structured clinical examination) Ilmu bedah.

Rumahku hanya berjarak sekitar satu kilometer dari kampus dan dengan sepeda aku hanya membutuhkan waktu 10 sampai 15 menit untuk mencapainya.

Jam menunjukan pukul 12.55 ketika aku melewati gedung universitas klinik Giessen yang megah. Aku parkir sepeda bututku di depan gedung itu dan langsung melangkah menuju tempat ujian.

Disana sudah menunggu tiga orang teman yang akan sama-sama menjalani ujian ini. Masih ada waktu 10 menit untuk menentukan siapa yang akan ke bagian mana. Ujian praktek dan teori ini terdiri dari 4 bagian, yang meliputi ketrampilan memasang gips dan perban, ketrampilan menjahit, uji teori ilmu bedah umum dan uji teori ilmu bedah tulang traumatology. Setiap kita mempunyai waktu 10 sampai 15 menit untuk setiap bagian dan harus berotasi untuk melanjutkan ke bagian selanjutnya.

Singkat cerita kami berhasil melewati semua bagian dengan lancar dan sedang menunggu keputusan para penguji. Setelah lima menit menunggu, kami langsung dipanggil untuk menerima nilai dan feedback dari para penguji. Alhamdulillah kami semua lulus dengan nilai 2.

Setelah berbincang-bincang dengan tiga temanku tadi, sambil menurunkan hormon adrenalin kami yang sempat mencapai level mengkhawatirkan, aku pun langsung pamit pada mereka dan menuju salah satu ruangan di dalam gedung ini. Ruangan ini sudah menjadi langgananku untuk sholat, karena tidak ada satupun orang yang menggunakanya sekarang. Jam menunjukan pukul 14.00, artinya sudah masuk waktu sholat dzuhur untuk daerah Giessen dan sekitarnya.

Banyak dari kami yang sholat di bawah tangga gedung yang sepi dan tidak dilewati sebagai jalan, ataupun di sela-sela rak buku perpustakaan yang jarang dikunjungi oleh mahasiswa. Mengimprovisasi tempat sholat memang menjadi tantangan tersendiri bagi kami para mahasiswa Islam di negara ini. Dua prinsip penting yang selalu kami pegang perihal sholat dan tempat sholat adalah prinsip tidak menganggu kepentingan umum dan prinsip kebersihan.

*Penulis tiba di Jerman 2008 sebagai Au-Pair, lalu menyelesaikan Studienkolleg dan FK di JLU Giessen dengan bekerja paruh waktu dan mendapat beasiswa dari sebuah Yayasan di Berlin. Sekarang sedang menjalani masa pendidikan dokter spesialis anestesi di St. Vincenz Krankenhaus di Limburg an der Lahn.

**DWNesiaBlog menerima kiriman blog tentang pengalaman unik Anda ketika berada di Jerman atau Eropa. Atau untuk orang Jerman, pengalaman unik di Indonesia. Kirimkan tulisan Anda lewat mail ke: dwnesiablog@dw.com. Sertakan 1 foto profil dan dua atau lebih foto untuk ilustrasi. Foto-foto yang dikirim adalah foto buatan sendiri.