Reaksi terhadap foto Mesut Özil dengan Erdogan dan tuduhan bahwa dia penyebab kekalahan Jerman di Piala Dunia adalah kisah sedih manajemen buruk Asosiasi Sepakbola Jerman, DFB. Opini editor DW Matt Pearson.
Iklan
Setelah membela tim nasional Jerman selama sembilan tahun, karir Mesut Özil di timnas berakhir dengan pengumumanpengunduran diri lewat Twitter. Özil sepertinya akan mengakhirinya dengan tweet yang berani dan ibarat jembatan yang terbakar. Dia mengatakan tidak akan pernah lagi bermain untuk Jerman selama DFB menunjukkan "sikap rasisme dan tidak hormat ini."
Tiga cuitan Özil yang bernada marah membeberkan keluhan tentang perlakuan oleh media Jerman, DFB dan sebagian fans Jerman, setelah dia dan Ilkay Gündogan berpose foto bareng dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Presiden DFB Reinhard Grindel menjadi target utama kritik Mesut Özil. "Saya tidak mau lagi dijadikan kambing hitam karena ketidakmampuan dia melakukan pekerjaannya dengan benar," tulis Özil di Twitter.
Pertanyaan yang harus dijawab para bos DFB
Mesut Özil juga mengeritik media Jerman. Dia menyatakan kecewa dengan "moral ganda" yang ditunjukkan beberapa media. Baru-baru ini, mantan kapten timnas Jerman Lotthar Matthäus berfoto dengan presiden Rusia, Vladimir Putin, namun tidak ada reaksi media seperti yang dihadapinya sekarang. "Apakah ini karena latar belakang Turki saya, atau mungkin karena saya beragama Islam?, tulisnya."
Kemarahan Özil memang pada tempatnya. Setelah dia berbicara, bola sekarang ada para Reinhard Grindel dan para bos DFB lainnya. Grindel awalnya mendukung keputusan pelatih Joachim Löw untuk membawa Özil ke Piala Dunia di Rusia. Namun setelah Jerman kalah di putaran pertama, Grindel kemudian menyalahkan sikap Özil yang tidak berkomentar tentang fotonya dengan Erdogan. Grindel bahkan menuduh Özil bertanggung jawab untuk kekalahan memalukan di Rusia, suatu tindakan putus asa untuk mencari kambing hitam.
Tentu saja, keputusan Özil untuk berpose dengan seorang pemimpin yang telah menindas kebebasan berekspresi dan lawan-lawan politik demi mempertahankan kekuasaan bisa dipertanyakan.
Namun ini tidak bisa membenarkan reaksi-reaksi kasar dan beracun yang kemudian bermunculan. Retorika partai ultra kanan AfD tiba-tiba menjadi populer di media dan disebarluaskan oleh para provokator di media sosial.
Reaksi beracun
Mesut Özil menyebutkan bagaimana di "goat f **cker" oleh seorang politisi Jerman dan "Turki s**t" oleh sebagian fans. Apakah mengherankan, kalau dia sekarang merasa tidak lagi nyaman mewakili Jerman, ketika para fungsionaris dan fans tiba-tiba memperlakukannya dengan cara rasis sedemikian kasarnya?
Özil mungkin seharusnya menangani kasus foto yang menghebohkan itu dengan lebih baik. Tapi dia adalah pemain sepak bola profesional, bukan diplomat. Asosiasi Sepakbola Jerman DFB juga seharusnya bisa menangani serangan media terhadap pemainnya ini. Bahwa mereka tidak melakukan itu, membuat sulit membantah asumsi Özil, bahwa seorang pemain Muslim asal Turki di timnas Jerman lebih mudah diserang daripada pemain lain dalam posisinya.
Misalnya, mantan kapten timnas Jerman Lothar Mätthaus, sekarang duta DFB, baru-baru ini difoto berjabat tangan dengan Vladimir Putin, yang dikenal sebagai penindas kebebasan berpendapat dan tidak punya toleransi untuk oposisi. Tapi, tidak ada kehebohan tentang itu di media dan publik.
Kelihatannya, tidak ada cara untuk menahan Mesut Özil meninggalkan timnas Jerman. Namun kita juga berharap dia membawa serta Presiden DFB Reinhard Grindel untuk lengser. Itu mungkin satu-satunya hal positif yang bisa muncul dari keruwetan ini.
Mesut Özil: Selayang Pandang Karirnya
Özil mengundurkan diri dari permainan internasional setelah menuduh dapat perlakuan rasis dari Asosiasi Sepakbola Jerman (DFB). Gelandang tengah yang tenang dan berbakat itu telah menarik banyak penggemar setia.
Özil bergabung dengan tim muda Bundesliga Schalke 04 di kampung halamannya Gelsenkirchen pada 2005. Keberhasilannya di panggung internasional datang lebih cepat, ia memenangkan kejuaraan Eropa U21 dengan tim Jerman tahun 2009.
Foto: Imago/Team 2
Berawal dari Bremen
Karir klub Özil juga tidak mengecewakan. Mereka menggambarkannya sebagai "hal besar berikutnya." Keluar dari Schalke karena alasan gaji, Özil lalu pindah ke Werder Bremen pada 2008. Penampilannya yang luar biasa untuk tim Jerman di Piala Dunia 2010 menarik perhatian klub-klub terbaik Eropa. Ia dijual ke Real Madrid pada 2010 kemudian pindah ke tim Inggris Arsenal dengan rekor klub 50 juta Euro.
Foto: Imago/Sven Simon
Simbol keberhasilan integrasi
Tahun 2010 Özil memenangkan Bambi - penghargaan media bergengsi di Jerman - sebagai contoh cemerlang integrasi di Jerman. Lahir sebagai seorang Jerman generasi ketiga, ia selalu menyatakan bangga akan asal-usulnya di Turki, sambil menekankan bahwa hidupnya dikhususkan untuk Jerman. Sebagai seorang Muslim yang taat, ia pernah memposting foto dirinya berhaji ke Mekah pada 2016.
Foto: picture-alliance/dpa/B. Pedersen
Raja di hati para penggemarnya
Özil bertemu Kanselir Angela Merkel setelah mengalahkan Turki tahun 2012. Ia menarik banyak penggemar setia karena kepribadiannya yang tenang dan sederhana serta gemar melakukan kegiatan filantropi. Tahun 2014 ia dipuji karena menyumbangkan kemenangan Piala Dunia 2014 bagi anak-anak Brasil yang membutuhkan operasi penyelamatan jiwa dan bertemu dengan anak-anak pengungsi Suriah di Yordania.
Özil mengikuti semua tujuh pertandingan sukses Piala Dunia Jerman di Brasil pada 2014. Dikenal sebagai "playmaker Joachim Löw," gelandang tengah ini memiliki hubungan dekat dengan pelatih nasional Jerman tersebut. Secara total sepanjang karir untuk timnas Jerman, ia telah memainkan 92 pertandingan, mencetak 23 gol, dan mencatatkan 40 umpan matang.
Foto: picture-alliance/GES/M. Gillar
Kontroversi Erdogan
Özil pernah bertemu Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan beberapa kali, yang terakhir yaitu Mei 2018. Pertemuan ini menghasilkan foto bersama yang akhirnya banyak dikritik di Jerman. Mulai dari politisi kiri yang menganggapnya mendukung pemimpin otoriter, dan politisi kanan yang menuduhnya kurang loyal terhadap Jerman.
Foto: picture-alliance/dpa/Presidential Press Service
Berakhirnya sebuah masa
Jerman tersingkir di babak penyisihan grup Piala Dunia 2018 di Rusia - ini adalah kinerja terburuk dalam beberapa dekade. Presiden Asosiasi Sepak Bola Jerman (DFB), Reinhard Grindel, berusaha menyangkal kritik terhadap dirinya dengan menyalahkan pertemuan Özil dengan Erodgan untuk mengalihkan perhatian tim. Reaksi Grindel ini menuai kritik keras dari politisi dan penggemar sepak bola Jerman.
Foto: picture-alliance/Photoshot
'Kalau menang saya orang Jerman, tapi sewaktu kalah saya imigran'
Özil mengeluarkan unek-unek lewat Twitter sambil menyatakan mengundurkan diri dari permainan internasional pada Juli 2018, saat ia masih berusia 29 tahun. "Saya tidak mau lagi menjadi kambing hitam karena ketidakbecusannya," kata Özil merujuk kepada Grindel. Ia menuduh presiden DFB itu rasis, tapi mengucapkan terima kasih kepada Löw dan rekan di tim Jerman atas dukungan mereka.