1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kehandalan Program Anti-Teror AS Diragukan

6 Januari 2010

Kembali dilema klasik yang menjadi perdebatan panas. Keamanan atau kebebasaan individu? Juga dipertanyakan sejauh mana efektivitas sistem penumpasan terorisme di AS sendiri?

Penggunaan pemindai telanjang dikritik banyak pihak sebagai melanggar HAM dan kebebasan individu.Foto: AP


Politik anti teror pemerintah AS sehubungan gagalnya sistem penangkalan dini dari dinas rahasia masih menjadi topik komentar dalam harian internasional. Terutama diperketatnya pemeriksaan di bandar udara berkaitan pemanfaatan scanner telanjang menjadi sorotan tajam.

Harian liberal kiri Italia La Repubblica yang terbit di Roma dalam tajuknya berkomentar : Dilema ini semakin memanas, seiring semakin agresifnya terorisme dan kriminalitas. Kini perdebatannya semakin seru, dengan dimulainnya penggunaan body scanner alias scanner telanjang. Permasalahannya di Eropa bukan sekedar teknik dari instrumennya. Melainkan lebih jauh lagi, menyangkut penjelasan apakah tindakan baru itu selaras dengan hak asasi yang didalamnya terkandung martabat manusia yang tidak boleh diganggu gugat. Sebab erosi pelan-pelan dari kebebasan dan hak asasi dengan dalih keamanan, kini tidak bisa diterima lagi.

Harian Swiss Neue Zürcher Zeitung yang terbit di Zürich berkomentar : Bukan hanya para pelindung data, juga para pakar keamanan menilai, bukanlah sebuah tindakan bijak menunggu datangnya serangan dengan memperketat rantai pengawasan. Ketimbang melacak benda berbahaya, seharusnya di garis depan lebih difokuskan untuk melacak orang-orang yang berbahaya. Pakar yang terlatih untuk tugas itu banyak terdapat di AS. Juga gagasan dari apa yang disebut penumpang yang dapat dipercaya yang hanya diperiksa satu kali, dan untuk perjalanan berikutnya diloloskan dari pemeriksaan yang menjengkelkan, patut dipertimbangkan. Hak kebebasan para pengguna pesawat terbang tetap harus dihormati.

Harian Austria Vorarlberger Nachrichten berkomentar : Resep Amerika untuk memerangi terorisme internasional amat sederhana dan terbukti tidak ampuh. Pejabat pemerintah AS mengumpulkan semua data yang dicurigainya, mirip seperti orang kesurupan. Tapi setelah itu kebingungan dari mana hendak memulai pengolahannya. Karenanya teguran yang ibaratnya air dingin yang diguyurkan presiden Barack Obama ke kepala para direktur dinas rahasia, dinilai lebih dari sekedar pantas. Kita tidak boleh menyerah tanpa syarat, menanggapi tuntutan pengumpulan data dan pengawasan lebih ketat. Selama pejabat Amerika tidak dapat memulai pengolahan data dengan bijaksana, semua juga harus menahan diri. Ancaman bahayanya amat besar, bahwa orang yang tidak bersalah yang terjaring, sementara teroris justru lolos dengan mudah.

Terakhir harian Jerman Neue Osnabrücker Zeitung berkomentar : Dalam perang melawan terorisme, Obama bukan hanya melipat tigakan jumlah pasukan di Afghanistan, tapi sekarang ia juga melontarkan nada yang mirip dengan Bush. Yakni mengumumkan perang terhadap jaringan teror internasional yang bercabang amat rumit. Tapi bagaimana perang melawan akar dari ancaman itu? Obama tidak dapat memberikan jawaban yang meyakinkan. Menutup celah keamanan di bandar udara relatif mudah dilakukan. Yang lebih sulit adalah memantapkan strategi jangka panjang untuk stabilisasi kawasan perang, dari Afghanistan, Pakistan hingga ke Somalia. Politik perdamaian untuk pencegahan teror juga meliputi dialog antar agama, meningkatkan tawaran pendidikan serta pembangunan sipil. Dalam hal ini harus dilakukan aksi lebih banyak lagi.

AS/AP/dpa/afpd