Aksi-aksi “kekerasan berbasis agama” tidak hanya mengancam kemajemukan bangsa, atau berlawanan dengan HAM. Melainkan juga membahayakan keutuhan bangsa dan Pancasila. Demikian pandangan Sumanto al Qurtuby.
Iklan
"The most fanatical and cruelest political struggles are those that have been colored, inspired, and legitimized by religion,” demikian tulis Hans Kung, Presiden Stiftung Weltethos (Foundation for a Global Ethic), sebuah lembaga internasional yang bertujuan untuk membangun dialog antaragama dan perdamaian global antarperadaban, dalam Christianity and the World Religion (1986: 442).
Komentar Hans Kung tentang fenomena agama sebagai sumber malapetaka paling kejam dalam sejarah kemanusiaan ini mungkin saja terlalu berlebihan. Karena faktanya—seperti yang pernah dipaparkan dengan baik oleh Karen Armstrong—banyak kekerasan, kekejaman, dan tragedi kemanusiaan mengerikan dalam bentangan sejarah umat manusia yang disebabkan oleh faktor-faktor diluar agama seperti politik kekuasaan, rasisme, etnosentrisme, kolonialisme, sekularisme, ateisme, komunisme, kapitalisme, dlsb.
Tetapi Hans Kung yang juga dosen Ecumenical Theology di Universitas Tubingen, Jerman, ini jelas tidak sedang berkhayal atau berilusi ketika menyatakan agama sebagai faktor mendasar-fundamental dalam berbagai kasus kekerasan lokal, regional, nasional, dan internasional.
Kita harus akui secara jujur dan penuh penyesalan bahwa agama memang menjadi elemen signifikan dalam berbagai kasus kekerasan domestik, terorisme global, dan kerusuhan kolektif di berbagai belahan dunia dewasa ini. Deretan kasusnya cukup panjang, seperti di Irlandia Utara (Protestan v Katolik), Mesir (Sunni v Koptik), Iran (Syi'ah v Baha'i), India (Hindu v Islam), Sri Lanka (Buddha v Hindu), Thailand (Buddha v Islam), Sudan (Islam v Kristen dan agama-agama suku), Afganistan (Sunni Pasthun v Islam Salafi), dan masih banyak lagi termasuk di Indonesia.
Mark Juergensmeyer, dalam Terror in the Mind of God: The Global Rise of Religious Violence, telah mendokumentasikan data-data terorisme global dan kekerasan yang diwarnai, diinspirasi, dan dilegitimasi oleh berbagai agama.
Mulai dari penghinaan hingga kekerasan fisik
Agama bisa menjadi mesin pembunuh yang mematikan atau medium pengrusak yang kejam, karena ia memuat teks, ajaran, doktrin, diskursus, slogan, jargon, dan simbol-simbol yang mampu mengilhami, mendorong, dan menggerakkan para penganut agama yang hiperfanatik untuk melakukan aneka tindakan kejahatan kemanusiaan yang brutal.
Memang dalam setiap melakukan aksi-aksi terorisme dan bentuk-bentuk kekerasan lain, kelompok teroris dan para pelaku tindakan kriminal atas nama agama ini (seperti aktivis Islamic State of Iraq and Syria-ISIS, Al-Qaedah, Al-Nusra, Taliban, Boko Haram, dlsb) juga tidak henti-hentinya mengutip ayat-ayat tertentu, melafalkan dalil-dalil tertentu, mengibarkan simbol-simbol keagamaan tertentu, meneriakkan jargon-jargon keagamaan tertentu, dan memekikkan kalimat-kalimat keagamaan tertentu. Kelompok radikal agama ini selalu mengeksploitasi wacana, ajaran, dan simbol-simbol keagamaan (keislaman) untuk kemudian dijadikan sebagai "legitimasi teologis” guna menggerus dan melibas individu dan kelompok agama lain yang mereka anggap sesat dan kafir.
Serangan Teror di Eropa
Sejak satu dekade terakhir serangan teror radikal Islamis terus menyasar Eropa. Sebuah Kronologi dalam gambar.
Foto: AP
November 2015 Paris
Serangan yang terjadi pada Jumat (13/11/15) malam merupakan aksi paling berdarah yang mengguncang Perancis setelah Perang Dunia II satu tusukan bagi Perancis. Sedikitnya 130 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka akibat serangan yang dilancarkan ISIS di tujuh lokasi di Paris. Polisi melaporkan 8 pelaku serangan teror tewas; 7 diantaranya meledakkan diri.
Foto: Getty Images/AFP/K. Tribouillard
Serangan Terhadap Kebebasan Berpendapat
Serangan terhadap mingguan Charlie Hebdo 7 Januari 2015 dinilai para politisi dunia sebagai identik dengan serangan terhadap kebebasan berpendapat dan kebebasan pers. Pimpinan redaksi Stephane Charbonnier alias "Charb" dan sejumlah karikaturis utama majalah itu tewas akibat serangan tersebut. Charb dipuji sebagai pejuang kebebasan pers yang berani dan pantang mundur.
Foto: DW/Bernd Riegert
Januari 2015 Paris
Sedikitnya 12 orang tewas dalam serangan ke Kantor mingguan satir "Charlie-Hebdo" di Paris um. Pelaku masih diburon. Motifnya diduga balas dendam atas publikasi Karikatur Nabi Muhammad dan Karikatur pimpinan ISIS Abubakar al Bhagdadi oleh majalah tersebut. Seluruh dunia mengutuk aksi teror barbar tersebut.
Foto: A. Gelbard/AFP/Getty Images
Maret 2004 Madrid
Sejumlah bom meledak di empat kereta dan satu trem bawah tanah di ibukota Spanyol 11 Maret 2004. Sedikitnya 191 orang tewas dan 1.8000 cedera. Pelakunya secara simbolis diganjar hukuman 43.000 tahun penjara. Di Spanyol berlaku peraturan bagi pelaku kejahatan berat dengan ganjaran hukuman tertinggi 40 tahun.
Foto: AP
Juli 2005 London
Saat jam sibuk tanggal 7 Juli 2005 empat teroris radikal Islamis melancarkan serangan teror nyaris berbarengan mengguncang ibukota Inggris. Tiga pelaku serangan bunuh diri meledakkan sebuan kereta bawah tanah dan seorang lagi meledakkan sebuah bus kota bertingkat. Sedikitnya 52 orang tewas termasuk keempat teroris.
Foto: picture-alliance/dpa/P. MacDiarmid
September 2005 Denmark
Tanggal 30 September 2005 harian Denmark "Jylannds Posten" mempublikasikan 12 karikatur yang mengkritik Islam. Salah satunya Karikatur Nabi Muhammad yang mengenakan sorban berupa bom. Publikasi ini memicu aksi protes di seluruh negara Islam sebagian dengan kekerasan dan membuat pemerintah Denmark dan Eropa waspada.
Foto: picture-alliance/dpa
Desember 2010 Stockholm
Menjelang Natal pada 11 Desember 2010 dua bom meledak di pusat perbelanjaan yang ramai di ibukota Swedia. Dua pejalan Kaki cedera. Pelakunya pemuda berusia 28 tahun keturunan Irak membunuh diri. Semula diduga aksi dilakukan pelaku tunggal, tapi belakangan diketahui pelaku memiliki komplotan.
Foto: AFP/Getty Images/J. Nackstrand
November 2011 Paris
Mingguan satir Perancis "Charlie Hebdo" pada November 2011 jadi sasaran serangan bom molotov yang dilemparkan ke ruang redaksi. Saat itu tidak ada korban cedera. Pelaku serangan hingga kini tidak tertangkap. Motif serangan diduga publikasi terkait karikatur yang mengritik Islam. Mingguan satir ini terkenal dengan karikaturnya yang mengritik semua agama besar.
Foto: picture-alliance/abaca
Maret 2012 Toulouse
Antara 11 hingga 22 Maret 2012 seluruh Perancis dicekam ketakutan. Mula-mula seorang lelaki Yang menunggang skuter menembak dua orang serdadu. Delapan hari kemudian tiga siswa dan seorang Guru sekolah Yahudi ditembak mati. Tanggal 22 Maret polisi menyerbu rumah pelaku dan dalam aksi baku tembak pelaku berhasil dibunuh.
Foto: AP
Mei 2014 Brussel
Seorang pria melakukan aksi penembakan membbi buta di jalan masuk Musium Yahudi di Brussel 24 Mei 2014. Empat orang tewas dan pelaku berkewargaan Perancis berhasil kabur. Balakangan pelaku tertangkap di Perancis dan diekstradisi ke Belgia. Pelaku adalah eks jihadis di Suriah dan pernah dipenjara karena merampok.
Foto: Reuters
September 2014 Brussel
September 2014 sebuah serangan ke gedung Komisi Uni Eropa berhasil digagalkan. Pelaku tunggal diduga gagal berangkat ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS. Setelah serangan itu, sejumlah negara Eropa meningkatkan kewaspadaan terhadap para eks jihadis pendukung ISIS yang balik kembali ke negara asalnya di Eropa.
Foto: picture alliance/ZUMA Press/M. Dairieh
11 foto1 | 11
Ironisnya, para pelaku kriminalitas itu sendiri menganggap perbuatan jahat yang mereka lakukan sebagai "perbuatan mulia” yang berpahala dengan ganjaran surga. Itulah yang diyakini para komplotan teroris-jihadis yang tergabung dalam berbagai sindikat terorisme internasional yang tersebar di berbagai negara. Meskipun telah melakukan kejahatan kemanusiaan, mereka tidak merasa berdosa sedikitpun bahkan dengan percaya diri mereka menganggap perbuatan terorisme dan kekerasan itu sudah sesuai dengan "perintah agama” dan "amanat Tuhan”.
Penting untuk dicatat bahwa mereka tidak hanya melakukan "kekerasan fisik” seperti pengeboman, kerusuhan, pengrusakan, pembakaran, pengusiran, penjarahan dlsb. Tetapi juga "kekerasan kultural” berupa penghinaan, pelecehan, dan stigmatisasi menyesatkan lain yang menggunakan doktrin, diskursus, ajaran, teks, dan simbol-simbol keagamaan sebagai dasar legitimasi dan justifikasi tindakan kekerasan yang mereka lakukan.
Inilah Negara Sarang Teroris
Indeks Terorisme Global merunut daftar negara-negara yang paling sering menjadi korban serangan teror. Kebanyakan berada di Arab, Asia Selatan dan Afrika. Sementara posisi Indonesia membaik
Foto: picture-alliance/dpa/S. Suna
1. Irak
Sebanyak 3370 serangan teror terjadi di Irak selama tahun 2014. Hampir 10.000 orang tewas dan 15.000 lainnya luka-luka. Serangan teror terbesar dilancarkan Islamic State saat menyerbu penjara di Badush, 10 Juni tahun lalu. Mereka membebaskan tawanan Sunni dan membunuh 670 narapidana Syiah.
Foto: SAFIN HAMED/AFP/Getty Images
2. Afghanistan
Sedikitnya 4500 korban jiwa dan 4700 luka-luka tercatat akibat 1591 serangan teror yang terjadi di Afghanistan tahun lalu. Setahun setelah pencabutan pasukan perdamaian internasional, hindukush masih berada di bawah bayang-bayang Taliban. Kelompok teror itu berulangkali dilaporkan melancarkan serangan kilat di provinsi Kundus yang memakan korban jiwa dari warga sipil.
Foto: Getty Images/AFP/J. Tanveer
3. Nigeria
Boko Haram tidak perlu banyak melancarkan serangan teror buat menghasilkan sebanyak mungkin korban. Dari 662 serangan, kelompok teror pimpinan Abu Bakar Shekau itu membunuh 7512 orang dan melukai 22.000 lainnya. Boko Haram pun menurut studi Vision of Humanity lebih getol membidik warga sipil dengan 77% korbannya berasal dari kelompok non militer tak bersenjata.
Foto: picture-alliance/AP Photo
4. Pakistan
Sebanyak 1821 insiden beraroma teror tercatat terjadi di Pakistan selama 2014. Geliat teror di negara bermayoritas mulsim itu menelan sedikitnya 1760 korban jiwa dan melukai 2836 lain. Ada banyak kelompok teror yang beroperasi di Pakistan. Tapi kelompok Tehrik-i-Taliban (TTP) adalah yang paling ganas. Desember 2014 silam mereka menyerbu sebuah sekolah di Peshawar dan membunuh 132 murid sekolah.
Foto: AFP/Getty Images/A Majeed
5. Suriah
Tidak mudah membedakan korban serangan teror dengan korban perang di negeri yang remuk oleh konflik seperti Suriah. Menurut Vision of Humanity, 2014 silam Suriah mencatat 1698 korban jiwa dari 232 insiden berbau teror. Islamic State adalah kelompok teror terbesar dengan jumlah korban jiwa 615 orang. Sementara Front Al Nusra berada di tempat kedua dengan 461 korban jiwa.
Foto: Getty Images/AFP/Y. Akgul
6. India
India seakan berada di luar radar teroris sejak serangan mematikan di Mumbai 2008 silam. Tapi nyatanya Vision of Humanity mencatat 763 insiden yang menelan 416 korban jiwa selama 2014. Terorisme di India kebanyakan digalang oleh kelompok Komunis, Islamis atau separatis. Serangan terbesar tahun lalu dilancarkan oleh kelompok Maoist yang menyerang iring-iringan polisi dan membunuh 22 aparat keamanan
Foto: AP
7. Yaman
Sebanyak 512 serangan teror menewaskan sekitar 654 orang selama 2014 di Yaman. Kelompok Al-Qaida dan pemberontak Houthi adalah dua kekuatan terbesar. Al-Qaida adalah satu-satunya kelompok di Yaman yang menggunakan taktik bom bunuh diri. Yang terparah adalah ketika kelompok tersebut menyerang perayaan tahun baru di wilayah yang dikuasai Houthi dan membunuh 50 warga sipil.
Foto: Reuters/K. Abdullah
8. Somalia
Tahun lalu Somalia mencatat tahun paling berdarah dalam perang melawan terorisme: sebanyak 800 korban jiwa dari 469 insiden. Laskar Al-Shabbab adalah kelompok terbesar yang merongrong keamanan di negeri tanduk Afrika itu. Berkekuatan sebanyak 9000 gerilayawan, Al-Shabbab yang berafiliasi dengan Al-Qaida itu sering mengandalkan serangan bom untuk menyebar teror.
Foto: Getty Images/AFP/M. Abdiwahab
9. Libya
Libya mencatat lonjakan tajam sebesar 225% tahun 2014 dalam jumlah korban serangan teror. Tercatat negeri di utara Afrika itu mengalami 554 serangan yang menelan 429 korban jiwa. Ada banyak kelompok teror yang beroperasi di Libya, salah satunya adalah Islamic State.
Foto: Reuters/E.O. Al-Fetori
10. Thailand
Sebanyak 366 insiden berbau teror terjadi selama 2014 di Thailand dan menelan 156 korban jiwa. Gejolak terutama terjadi di wilayah selatan, di mana kelompok minoritas muslim Melayu berperang melawan pasukan pemerintah. Sekitar 60% serangan teror di Thailand berupa ledakan bom.
Foto: P. Kittiwongsakul/AFP/Getty Images
33. Indonesia
Posisi Indonesia banyak membaik, meski belum keluar dari jangkauan terorisme global. Sebanyak 27 insiden tercatat selama tahun 2014 dengan jumlah korban jiwa 12 orang. Jemaah Islamiyah merupakan kelompok terbesar. Belakangan Islamic State juga mulai menunjukkan geliarnya di tanah air.
Foto: picture-alliance/dpa
11 foto1 | 11
Dalam konteks ini, maka ulama atau ormas-ormas keislaman yang rajin mengeluarkan "fatwa-fatwa sesat” atas kelompok keagamaan atau sekte tertentu sebetulnya juga telah melakukan tindakan "kekerasan agama” karena mereka telah memproduksi fatwa-fatwa kebencian (dan kesesatan) yang kemudian dijadikan sebagai dasar kelompok "Islam ekstrim” untuk melakukan tindakan kekerasan fisik.
Mempraktikkan wajah keislaman yang dewasa
Menyaksikan merebaknya realitas "kekerasan agama” dan praktik keberagamaan yang tidak peka terhadap kemajemukan ini, membuat tugas dan beban yang ditanggung pemerintah pada umumnya dan kaum moderat agama khususnya semakin bertambah berat. Ke depan, umat beragama di bumi pertiwi Indonesia, lebih khusus lagi kaum Muslim, harus semakin memperbanyak "amalan wirid” keislaman yang mencerahkan, mencerdaskan, dan menyejukkan.
Islam yang agung ini hanya akan dihargai keagungannya oleh umat, agama dan bangsa lain jika kaum Muslim mempraktikkan wajah keislaman yang dewasa, cerdas, ramah, santun, damai, dan demokratik. Percayalah bahwa perilaku (sebagian) umat Islam yang sangar, kasar, arogan, sinis, dan kejam seperti dipraktikkan kaum teroris dan kelompok "Islam ekstrim” hanya akan memperburuk citra agama dan umat Islam itu sendiri.
Alih-alih ingin menegakkan Islam sebagai agama yang "unggul dan tidak ada yang lebih unggul darinya” (ya'lu wa la yu'la alaih) seperti yang selama ini didengungkan oleh kaum Muslim militan-konservatif, citra agama "rahmatan lil alamin” (rahmat bagi seluruh alam) ini justru melorot akibat aneka ragam perilaku "uncivil” dan biadab sejumlah kelompok "Islam ekstrim” dan kaum radikal agama tadi.
Pekik takbir "Allahu Akbar” (Tuhan Maha Besar) yang mereka kumandangkan dalam setiap tindakan intoleransi serta aksi kekerasan dan pengrusakan adalah sebuah pemandangan paradoks dan ironi keagamaan sekaligus bentuk "pengkambinghitaman” terhadap Allah yang Maha Besar itu. Bagaimana tidak, Allah Yang Maha Agung itu didengungkan oleh tangan-tangan kotor dan mulut-mulut kasar kaum "Islam ekstrim” untuk melakukan tindakan kejahatan kemanusiaan?
Satu Rumah Tiga Agama
Sebuah proyek di Berlin ingin menyatukan tiga agama Samawi dalam satu atap. Nantinya umat Muslim, Kristen dan Yahudi saling berbagi ruang saat beribadah. The House of One bakal dibiayai murni lewat Crowdfunding.
Foto: Lia Darjes
Berkumpul di Bawah Satu Atap
Tidak lama lagi ibukota Jerman, Berlin, bakal menyambut sebuah rumah ibadah unik, yang menyatukan tiga agama Ibrahim, yakni Islam, Kristen dan Yahudi. Rencananya The House of One akan memiliki ruang terpisah untuk ketiga agama, dan beberapa ruang umum untuk para pemeluk buat saling bersosialiasi.
Foto: KuehnMalvezzi
Tiga Penggagas
Ide membangun The House of One diusung oleh tiga pemuka agama, yakni Pendeta Gregor Hohberg, Rabi Tovia Ben-Chorin dan seorang imam Muslim, Kadir Sanci. "Ketiga agama ini mengambil rute yang berbeda dalam perjalanannya, tapi tujuannya tetap sama," ujar Kadir Sanci. Menurutnya The House of One merupakan kesempatan baik buat ketiga agama untuk menjalin hubungan dalam kerangka kemanusiaan
Foto: Lia Darjes
Berpondasi Sejarah
Di atas lahan yang digunakan The House of One dulunya berdiri gereja St. Petri yang dihancurkan pada era Perang Dingin. Arsitek Kuehn Malvezzi memutuskan menggunakan pondasi gereja St. Petri untuk membangun The House of One. Sang arsitek mengakomodir permintaan masing-masing rumah ibadah, seperti Masjid dan Sinagoga yang harus mengadap ke arah timur.
Foto: Michel Koczy
Cerca dan Curiga
Awalnya tidak ada komunitas Muslim yang ingin terlibat dalam proyek tersebut. Namun, FID, sebuah kelompok minoritas Islam moderat yang anggotanya kebanyakan berdarah Turki mengamini. Kelompok tersebut harus menghadapi cercaan dari saudara seimannya lantaran dianggap menkhianati aqidah Islam. Namun menurut Sanci, perdamaian adalah rahmat semua agama.
Foto: KuehnMalvezzi
Dikritik Seperti Makam Firaun
Tidak jarang proyek di Berlin ini mengundang kritik tajam. Salah seorang tokoh agama Katholik Jerman, Martin Mosebach, misalnya menilai desain arsitektur The House of One tidak mencerminkan sebuah bangunan suci. Bentuk di beberapa bagiannya malah tampak serupa seperti makan Firaun. Tapi ketiga pemuka agama yang terlibat memilih acuh dan melanjutkan dialog terbuka untuk menggalang dukungan publik
Foto: Lia Darjes
Sumbangan Massa
Penggagas proyek The House of One menyadari betul pentingnya peran publik dalam pembangunan. Sebab itu mereka sepenuhnya mengandalkan pendanaan massa alias crowdfunding. Setiap orang bisa menyumbang uang buat membeli satu batu bata. Sebanyak 4,350.000 batu bata dibutuhkan buat menyempurnakan bangunan. Sejauh ini dana yang terkumpul sebesar 1 juta Euro dari 43 juta yang dibutuhkan
Foto: KuehnMalvezzi
Merajut Damai
Manajamen proyek berharap rumah baru ini bakal menjadi pusat pertukaran budaya antara ketiga pemeluk agama untuk saling menengenal dan saling menghargai. "Adalah hal baik buat mengenal lebih dekat jiran kita," ujar Imam Kadir Sanci.
Foto: Lia Darjes
7 foto1 | 7
Membahayakan keutuhan bernegara
Apapun alasannya, tindakan kekerasan agama itu baik dalam bentuk terorisme, pengusiran, pengrusakan, penjarahan, serta aneka ragam aksi intoleran harus dihentikan dan dilenyapkan dari muka bumi. Aksi-aksi "kekerasan berbasis agama” ini tidak hanya mengancam eksistensi minoritas agama, mengancam kemajemukan bangsa, atau berlawanan dengan hak-hak dasar manusia, melainkan juga membahayakan keutuhan bangsa dan negara itu sendiri. Sebab para pelaku tindakan kekerasan ini mempunyai semangat militan untuk menyeragamkan pemikiran dan praktik keagamaan masyarakat yang beraneka ragam ini.
Selain itu, mereka juga membawa bendera ideologi keagamaan tertentu yang berpotensi mengancam eksistensi Pancasila sebagai dasar negara sekaligus "common ground” berbagai kelompok masyarakat di bumi pertiwi ini.
Untuk itulah, semua elemen masyarakat, pemerintah, dan aparatus negara harus bahu-membahu bekerja sama menghentikan tindakan anarkis-radikal dan terorisme yang dilakukan kelompok militan agama. Aparat hukum juga harus bertindak tegas terhadap kelompok radikal agama ini yang memang sudah jelas-jelas telah melanggar hak-hak asasi manusia (khususnya hak-hak untuk berekspresi dan menyatakan keyakinan), melawan hukum, meresahkan masyarakat, serta mengganggu ketertiban umum dan kenyamanan publik.
Hanya dengan sikap dan tindakan tegas inilah, Indonesia yang didirikan oleh berbagai komponen bangsa ini akan dihargai martabatnya baik di dalam negeri maupun di tingkat internasional sebagai negara demokrasi yang memiliki komitmen penuh terhadap pluralisme umat manusia dan perlindungan terhadap hak-hak kaum minoritas.
Buah Haram Wahabisme
Sejak lama dunia mengkhawatirkan paham Wahabisme sebagai wadah terorisme global. Ajaran puritan itu diyakini tidak cuma menjadi rumah ideologi, tapi penganutnya juga ikut membiayai tindak terorisme di Timur Tengah.
Foto: Reuters/C. Barria
Wahabisme Telurkan Radikalisme?
Sejak 2013 silam parlemen Eropa mewanti-wanti terhadap paham Wahabisme. Bahkan Dewan Fatwa Malaysia menilai faham tersebut kerap melahirkan pandangan radikal dan bisa berujung pada tindak terorisme. Pasalnya Wahabisme menganut prinsip pemurnian Islam. Bentuknya yang cenderung eksklusif dan intoleran terhadap ajaran lain membuat penganut Wahabisme rentan terhadap radikalisasi.
Foto: Reuters
Sumber Ideologi
Kebanyakan kelompok teror dari Nigeria, Suriah, Irak hingga ke Pakistan mengklaim Wahabisme atau Salafisme sebagai ideologi dasar. Al-Qaida, Islamic State, Taliban, Lashkar-e-Toiba, Front al Nusra dan Boko Haram adalah kelompok terbesar yang jantung ideologinya merujuk pada paham Islam puritan itu.
Foto: picture-alliance/dpa
Propaganda dari Riyadh
Hingga kini pemerintah Arab Saudi sudah mengucurkan dana hingga 100 miliar dolar AS untuk mempromosikan paham Wahabisme ke seluruh dunia. Sebagai perbandingan, Uni Soviet cuma menghabiskan dana propaganda Komunisme sebesar 7 miliar dolar AS selama 70 tahun sejak dekade 1920-an. Pakar keamanan mencurigai, sebagian dana dakwah itu disalahgunakan untuk membiayai terorisme.
Foto: picture-alliance/dpa/T. Brakemeier
Dana Gelap di Musim Haji
Pada nota rahasia senat AS dari tahun 2009 yang bocor ke publik, calon presiden AS Hillary Clinton menyebut hartawan Arab Saudi sebagai "donor terbesar" kelompok terorisme di seluruh dunia. Biasanya teroris memanfaatkan musim haji untuk masuk ke Arab Saudi tanpa mengundang kecurigaan aparat keamanan.
Foto: AFP/Getty Images/M. Al-Shaikh
Bisnis Perang
Penyandang dana teror terbesar di Arab Saudi tidak lain adalah hartawan berkocek tebal. Dengan mengandalkan uang minyak, mereka secara langsung atau tidak langsung menyokong konflik bersenjata di Pakistan atau Afganistan. Hal tersebut terungkap dalam dokumen rahasia Kementerian Pertahanan AS yang bocor di Wikileaks.
Foto: Getty Images/AFP/A. Karimi
Sumbangan buat Laskar Tuhan
Kelompok teroris tidak jarang menggunakan perusahaan atau yayasan untuk mengumpulkan dana perang. Lashkar-e-Toiba di Pakistan misalnya menggunakan lembaga kemanusiaan Jamaat-ud Dakwa, untuk meminta sumbangan. Kedoknya adalah dakwah Islam. Salah satu sumber dana terbesar biasanya adalah Arab Saudi.
Foto: AP
Senjata dari Emir
Arab Saudi bukan satu-satunya negara Islam yang menyokong terorisme. Menurut catatan Pentagon yang dipublikasikan majalah The Atlantic, Qatar membantu Jabhat al-Nusra dengan perlengkapan militer dan dana. Kelompok teror tersebut sempat beroperasi sebagai perpanjangan tangan Al-Qaida di Suriah. Jerman juga pernah melayangkan tudingan serupa terhadap pemerintah Qatar ihwal dana untuk Islamic State
Foto: picture-alliance/AP Photo/K. Jebreili
Dinar untuk al Nusra
Tahun 2014 silam Washington Post memublikasikan laporan yang mengungkap keterlibatan Kuwait dalam pembiayaan kelompok teror di Suriah, seperti Jabhat al Nusra. Laporan yang berlandaskan kesaksikan perwira militer dan intelijen AS itu menyebut dana sumbangan raksasa senilai ratusan juta dolar AS.
Foto: Reuters/H. Katan
Dukungan "tak langsung"
Harus ditekankan tidak ada bukti keterlibatan kerajaan al-Saud dalam berbagai aksi teror di seluruh dunia. Namun pada serangan teror 11 September 2001 di New York, AS, komite bentukan senat menemukan bahwa pelaku memiliki hubungan "tidak langsung" dengan kerajaan dan "mendapat dukungan dari kaum kaya Saudi dan pejabat tinggi di pemerintahan."
Foto: AP
Pencegahan Setengah Hati
Sejauh ini pemerintah Arab Saudi terkesan setengah hati membatasi transaksi keuangan gelap untuk pendanaan terorisme dari warga negaranya. Dalam dokumen rahasia Kementerian Pertahanan AS yang bocor ke publik, Riyadh misalnya aktif melumat sumber dana Al-Qaida, tapi banyak membiarkan transaksi keuangan untuk kelompok teror lain seperti Taliban atau Lashkar-e-Toiba.
Foto: picture-alliance/dpa/Saudi Press Agency
Bantahan Riyadh
Namun Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Adel al-Jubeir, membantah hubungan antara ideologi Wahabi dengan terorisme. "Anggapan bahwa Saudi membiayai ekstremisme atau Ideologi kami menyokong ekstremisme adalah omong kosong. Kami aktif memburu pelaku, uang dan dalang di balik tindak terorisme," tukasnya.
Foto: Reuters/C. Barria
11 foto1 | 11
Penulis: Sumanto al Qurtuby
Dosen Antropologi Budaya di King Fahd University of Petroleum and Minerals, Arab Saudi, dan penulis buku Religious Violence and Conciliaion in Indonesia: Christians and Muslims in the Moluccas (London & New York: Routledge, 2016)