Inilah Faktor Pemicu Kekerasan Antar Agama di India
11 Agustus 2023
Pawai prosesi kaum Hindu yang disambung bentrokan dengan kaum muslim jadi kekhawatiran besar di India yang sekuler. Analis menyebut, kaum Hindu Nasionalis termasuk pemerintah BJP sebagai yang paling bertanggung jawab.
Iklan
Negara bagian India Haryana di utara yang berbatasan dengan ibukota New Delhi, jadi titik api paling anyar kekerasan antar agama di negara itu. Bulan Juli lalu kekerasan antar agama pecah, setelah kelompok Hindu garis keras menggelar pawai di disrik Nuh yang dihuni mayoritas muslim.
Bentrokan berdarah di negara bagian yang dikuasi partai Bharatiya Janata Party (BJP) yang berhaluan Hindu-Nasionalistik dari PM Narendra Modi itu, menyebabkan enam orang tewas dan 50 lainnya cedera.
Akis kekerasan meluas ke kota Gurugram, dimana gerombolan perusuh membakar sebuah mesjid dan menewaskan salah satu imam panutan di sana. Para perusuh juga membakar toko-toko dan kendaraan milik warga yang mayoritasnya muslim.
10 Alasan Mengapa India Sangat Istimewa
India terus membuktikan kejayaannya. Mulai dari film Bollywood yang mendunia, pemandangan lanskap pegunungan hingga suguhan bangunan bak istana negeri dongeng.
Foto: Alex Anton/Zoonar/picture alliance
Arsitektur yang luar biasa
Selain Taj Mahal di Agra yang mendunia, ada Kuil Emas Amritsar (foto), yang terletak di Punjab yang tak kalah menakjubkan. Bangunan ini merupakan tempat suci agama Sikh yang paling signifikan di India. Berkunjung di malam hari akan terasa begitu mewah, saat melihat dinding kuil berlapis emas bermandikan cahaya lembut rembulan.
Dengan puncaknya yang bersalju, pegunungan yang dikenal sebagai "atap dunia" ini merupakan salah satu ikon dunia. Pegunungan tinggi yang membentang lebih dari 2.500 kilometer ini mencapai ketinggian hingga 8.000 meter dan menghubungkan India dengan Pakistan, Cina, Nepal, hingga Bhutan. Tiga budaya agama yang berbeda juga bertemu di sini: Hindu, Budha dan Islam.
Foto: M. Guyt/blickwinkel/AGAMI/picture alliance
Surga kuliner
Masakan India sangat beragam, menjadikan alasan yang tepat untuk berkunjung ke berbagai daerah di negara ini. Kari, serta sup kacang-kacangan atau ‘dal’, adalah hidangan paling khas dan umum, yang biasanya disajikan dengan nasi dan sayuran. Makanan India bisa menjadi sangat pedas, tetapi menyantap dadih susu atau ‘dahi’, dapat membantu menenangkan sensasi terbakar.
Foto: Olena Yeromenko/Zoonar/picture alliance
Pikiran, raga, dan ritual
Banyak pusat yoga, atau ashram, dapat ditemukan di seluruh India. Baik bagi seorang profesional yoga atau hanya sekadar mencari relaksasi, India bisa menjadi tempat paling membahagiakan. Banyak pula ritual keagamaan yang dapat diamati. Salah satunya ‘Arti’ atau upacara doa harian yang sangat ditaati dan digelar di sepanjang sungai Gangga dekat Rishikesh, Haridwar atau Varanasi.
Esensi terpenting di setiap perjalanan liburan adalah penduduk lokalnya. Orang India sangat terkenal dengan keramahannya. Pepatah India mengatakan "atithi devo bhava," yang artinya "tamu adalah Tuhan.” Jika Anda diundang ke sebuah rumah di India, Anda mungkin akan disuguhi kopi atau teh masala.
Foto: Kav Dadfar/robertharding/picture alliance
Festival Holi
Setiap bulan Maret, umat Hindu merayakan Holi, yakni festival warna yang dirayakan untuk mengucapkan selamat tinggal pada musim dingin dan menandai dimulainya musim semi. Orang-orang berkumpul di kuil dan berparade di jalan dengan saling melempar bubuk berwarna, pertunjukkan yang sempurna bagi para pengunjung. Tarian dan nyanyian bahkan berlangsung hingga 10 hari, tergantung pada wilayahnya.
Foto: Dibakar Roy/Pacific Press/picture alliance
Bollywood
Film Bollywood tampak begitu menakjubkan. Hal itu karena di setiap film harus mengandung semua "rasa", yakni sari seni tradisional India berupa cinta, komedi, horor, kemarahan, kesedihan, keajaiban, kedamaian, dan kepahlawanan. Setiap tahun, industri film Bollywood merilis lebih dari seribu film. Secara global, "Dangal" merupakan yang terlaris sejauh ini, meraup omset sekitar Rp4,8 triliun.
Foto: Rapid Eye Movies/dpa/picture alliance
Sapi suci
Sapi dalam agama Hindu dianggap "aghnya" atau "yang tidak bisa dibunuh." Oleh karena itu, banyak umat Hindu menghindari makan daging sapi dan menyakiti sapi, alasan mengapa banyak petani India sering melepaskan sapi-sapi di jalanan. Terlepas dari itu, India justru merupakan salah satu pengekspor daging sapi terbesar di dunia.
Foto: Himanshu Sharma/NurPhoto/picture alliance
Tanah para raja
Rajasthan, atau "tanah para raja," merupakan sebuah negara bagian di barat laut India, tempat pemerintahan Maharaja. Wilayah ini tidak hanya berisikan istana, kuil, dan benteng yang megah, namun juga dipenuhi oleh gurun pasir, atau yang dikenal sebagai Gurun Besar India. Gurun pasir ‘Thar’ ini merupakan gurun terpadat di dunia. Warga etnis Bishnoi yang vegetarian, banyak menetap di sana.
Foto: CCO PhotostockBS/prisma/picture alliance
Poros kaum hippie
Tidak hanya kaum hippie yang banyak ditemukan di pantai barat India. ‘Goa’ telah berkembang menjadi negara bagian modern, meskipun tidak kehilangan semua pesona ciri khas hippienya. Terlepas hal itu lebih baik atau buruk, namun pengaruh Eropa banyak ditemukan di sini. Selain tempat-tempat indah seperti pantai Betul, pasar hippie di Anjuna juga menjadi daya tarik wisatawan. (kp/as)
Foto: Frank BienewaldimageBROKER/picture alliance
10 foto1 | 10
Pemerintah bereaksi "mendukung"
Para pejabat di sejumlah negara bagian lain yang dikuasai partai BJP merespons aksi kekerasan itu dengan membongkar toko dan bangunan milik warga muslim, dengan tuduhan dibangun secara ilegal. Pemerintah lokal kemudian merubuhkan 94 rumah dan 212 bangunan lainnya.
Sejauh ini sudah lebih 750 bangunan milik warga muslim yang dihancurkan atau dibongkar. Operasi penghancuran bangunan itu baru dihentikan pekan ini, setelah pengadilan tinggi di negara bagian bersangkutan memerintahkan penghentiannya.
Pemerintah India dituding menarget kaum muslim dengan respons mereka, walau pemerintah juga jadi target aksi kekerasan. Asaduddin Owaisi, seorang anggota parlemen dari partai All India Majlis-e-Ittehadul Muslimeen menuding partai BJP yang saat ini memerintah telah membebaskan para perusuh.
"Ini aksi unilateral. Para pelaku kejahatan dibiarkan bebas. Ratusan warga miskin muslim jadi tunawisma, karena aksi target penghancuran bangunan terutama berdampak pada mereka", kata Owaisi kepada DW.
BJP sibuk cari kambing hitam
BJP menanggapi dengan menuduh, ada konspirasi lebih besar, di balik bentrokan antara dua komunitas itu.
"Jika kedua komunitas punya senjata api, itu jadi masalah penyelidikan, bagaimana mereka memiliki senjata, dan menciptakan atmosfir semacam itu. Pemerintah Haryana akan melakukan penyelidikan", ujar Rao Inderjit Singh seorang menteri dari BJP kepada media.
Meenakshi Ganguly, wakil direktur Human Rights Watch kawasan Asia mengatakan, insiden semacam di Haryana dan di negara bagian lain di India, adalah dampak buruk dan jelas dari politik Hindu nasionalistik dari BJP.
"Sangat mengecewakan bahwa pemerintah India secara terang-terangan sangat bias dalam respons mereka terhadap kekerasan komunal, dan gagal mengadili mereka yang menghasut aksi kekerasan terhadap minoritas. Tetapi menyimpulkan dan menghukum komunitas secara kolektif , jika mereka terprovokasi untuk protes," ujar Ganguly kepada DW.
Iklan
Hindu Nasionalistis bertanggung jawab atas pecahnya kekerasan
Dalam beberapa tahun belakangan, prosesi keagamaan Hindu di seluruh India seringkali berujung pada aksi kekerasan dan kekacauan. Banyak warga India sekarang mencemaskan meningkatnya polarisasi di masyarakat.
Sebuah laporan terperinci yang disusun Citizens and Lawyers Initiative yang dirilis awal tahun ini, merinci pola yang terus diulang oleh organisasi Hindu garis keras untuk memprovokasi dan meneror kaum muslim, guna menciptakan polarisasi selama digelarnya festival Hindu.
Laporan berjudul "Routes of Wrath: Weaponising Religious Processions," setebal 174 halaman itu menyebutkan, prosesi Hindu semacam itu sendiri, pada dasarnya merupakan katalis untuk aksi kekerasan dalam berbagai cara.
"Prosesi mengusung slogan dan musik yang kasar dan secara terbuka menyerukan aki kekerasan terhadap warga non-Hindu, khususnya komunitas muslim", demikian laporan itu.
Apa yang diklaim sebagai slogan keagamaan biasa, faktanya adalah pesan politik langsung yang menyerukan dan juga diikuti dengan aksi pembunuhan oleh gerombolan, atau kekerasan terhadap kaum minoritas.
Pelarian Hindu Asal Pakistan Harapkan Kedamaian di India
Ratusan warga Hindu Pakistan menyebrang ke India buat mencari suaka. Kebanyakan merasa kondisi kehidupan di Pakistan lebih baik. Tapi mereka mengaku merasa lebih aman hidup di negeri jiran yang dimusuhi.
Foto: DW/Rajib Chakraborty
Bertahan, Lalu Menyebrang
Sejumput warga Hindu memilih menetap di Pakistan, ketika pemisahan tahun 1947 memicu gelombang pengungsi besar-besaran ke jiran India. Jumlah yang bertahan hanya berkisar 2% dari populasi nasional. Kebanyakan hidup dalam klaster-klaster kecil yang tersebar di seluruh penjuru negeri.
Foto: Reuters/A. Fadnavis
Diskriminasi di Negeri Sendiri
Namun diskriminasi dan persekusi terhadap minoritas, terutama Hindu dan Ahmadiyah, kian hari kian bertambah. Amnesty International melaporkan, UU Penistaan Agama lebih banyak membidik kelompok minoritas. Islamisasi paksa juga dilaporkan terjadi di sejumlah kawasan, terutama di wilayah kesukuan di dekat perbatasan Afghanistan.
Foto: Reuters/A. Fadnavis
Memenuhi Panggilan Modi
Sebagian mengikuti panggilan pemerintahan populis kanan India di bawah Perdana Menteri Narendra Modi untuk hijrah mencari suaka. Sesuai UU Kewarganegaraan yang baru, semua pengungsi Hindu yang tiba sebelum 2015 bisa mengikuti jalur cepat naturalisasi. Tampak dalam gambar foto perdana menteri dipajang di salah satu rumah pengungsi.
Foto: Reuters/A. Fadnavis
Arus Deras Pengungsi Hindu
Selama 15 bulan hingga Maret 2019, Kementerian Dalam Negeri India melaporkan 16,121 permohonan suaka dari warga negara Pakistan. Pada tahun-tahun sebelumnya, jumlah visa yang dikabulkan meningkat dari ratusan menjadi ribuan.
Foto: Reuters/A. Fadnavis
Sambutan Kelompok Hindu Garis Keras
Pelarian mereka juga dimanfaatkan kelompok Hindu garis keras untuk memperluas pengaruh. Antara lain Vishwa Hindu Parishad (VHP) yang beraliran Hindutva dan meyakini supremasi umat Hindu di India, mengirimkan tenaga pengajar ke kamp pengungsi. Organisasi yang berafiliasi dengan partai pemerintah, BJP, ini berulangkali dituduh melakukan tindak kekerasan terhadap minoritas muslim.
Foto: Reuters/A. Fadnavis
"Mereka hanya ingin membantu"
Para pengungsi diperintah agar tidak berbicara kepada media oleh anggota VHP. Salah seorangnya, Dharamveer Solanki, mengatakan “mereka hanya ingin membantu,” kata dia. “Kami sedang membangun kehidupan di sini,” imbuhnya kepada Reuters.
Foto: Reuters/A. Fadnavis
Bencana Silih Berganti
Sebaliknya nasib serupa diyakini akan menimpa minoritas muslim di India. Dalam sebuah rapat dengar pendapat oleh Komisi Kebebasan Internasional di Kongres AS, pakar dan akademisi India mewanti-wanti terhadap pencabutan kewarganegaraan bagi jutaan minoritas muslim akibat UU Kewarganegaraan yang baru. rzn/vlz (rtr,afp)
Foto: DW/Rajib Chakraborty
7 foto1 | 7
Idelogi Hindutva agenda utama BJP
Kaum muslim di India semakin merasa terancam setelah BJP menjadi penguasa pada 2014. Hindu adalah mayoritas dari sekitar1,4 milyar populasi India. Kelompok garis keras Hindu, belum lama ini bahkan mendeklarasikan, India adalah negara Hindu dan mengukuhkan supremasi Hindu dalam undang-undang.
Tuntutan ini bak gayung bersambut dengan sasaran BJP yang mengusung agenda Hindu Nasionalistik, yang ingin mengucilkan kelompok agama minoritas, terutama kaum muslim. Para pengritik memperingatkan, makin maraknya ujaran kebencian dan aksi kekerasan yang menarget sekitar 210 juta kaum muslim di India dalam beberapa tahun belakangan.
Kredo yang dicanangkan BJP sejak 1989 adalah "Hindutva", yakni ideologi politik yang menonjolkan nilai-nilai agama Hindu sebagai acuan budaya dan kemasyarakatan India.
"Kekuasaan negara sekarang menjadi sebuah asesori dari Hindutva, sebagai ekspresi ideologi yang memiliki niat ekspansionis. Dan di situlah terdapat bahaya besar bagi tataan konstitusional", pungkas Sukumar Muralidharan, seorang peneliti dan penulis independen, kepada DW. (as/hp)