Kelahiran Kembali Komunisme Vietnam
2 Januari 2014 Banyak yang berubah di tahun ke 68 kekuasaan Partai Komunis di Vietnam. Salah satunya adalah berakhirnya bulan madu sejak krisis keuangan 2007 yang menggerogoti legitimasi partai. Kini pemerintah di Hanoi berupaya mencegah gejolak dengan memberlakukan konstitusi baru.
"Saat ini Partai Komunis berhadapan dengan krisis ekonomi, kepemimpinan dan minimnya kepercayaan masyarakat," kata Le Hong Hiep, akademisi di Universitas Ho Chi Minh. Sebagai reaksinya, kata pakar politik luar negeri itu, Vietnam menjalankan strategi ganda.
"Ketika tindakan represif terhadap pendukung demokrasi meningkat, partai justru terkesan bersikap toleran terhadap kritik-kritik moderat. Selain itu pemerintah juga menggulirkan sejumlah langkah reformasi kecil," kata Hiep.
Partai Komunis Vietnam (KPV) adalah kekuatan politik yang paling lama berkuasa. Demi mempertahankan kekuasaan tersebut, fungsionaris partai membentuk komite yang bertugas menggodok rancangan Undang-undang Dasar.
2013 silam komite tersebut mengundang penduduk untuk memberikan komentar terhadap rancangan pertama. Menurut klaim resmi, selain menerima jutaan surat balasan komite juga menggelar serangkaian diskusi umum.
Langkah semacam itu bukan hal baru di Vietnam. Diskusi publik juga pernah digelar saat pemerintah ingin mengamandemen konstitusi tahun 1992. "Seruan untuk memberikan komentar adalah jalan yang melegitimasi otoritas sistem satu partai," kata Carlyle Thayer dari University New South Wales. Kebijakan itu menciptakan kesan keterlibatan penduduk.
Desakan untuk Membuka Diri
Awal 2013 silam 72 intelektual dan akademisi yang disokong oleh bekas Menteri Kehakiman, Nguyen Dinh Loc menandatangani petisi. Dokumen yang kemudian dikenal dengan nama "Petisi 72" itu menuntut revisi pasal 4 Undang-undang Dasar yang membetoni kekuasaan Partai Komunis.
Sebaliknya mereka mendesak agar Vietnam membuka diri terhadap sistem multi partai. Selain itu petisi itu juga meminta agar pemerintah menyusun Undang-undang HAM yang merujuk pada Deklarasi Hak Azasi Manusia milik PBB.
Bukan cuma kebebasan politik, Vietnam diyakini juga membutuhkan reformasi ekonomi untuk mengatrol laju pertumbuhan seperti sebelum pecahnya krisis keuangan 2007. Partai Komunis sejatinya berkepentingan menggenjot ekonomi. Kemakmuran yang dinikmati penduduk Vietnam selama satu dekade terakhir merupakan salah satu pilar kekuasaan pemerintah di Hanoi.
Cuma dengan perubahan besar, tukas Le Hong Hiep, pemerintah bisa mengatasi krisis perekonomian di Vietnam. Ia terutama mengeluhkan, "minimnya efektifitas dan transparansi manajemen di perusahaan-perusahaan milik negara." Selain itu Hiep juga menuding, "diskriminasi terhadap sektor swasta, birokrasi yang lelet, korupsi dan lemahnya pertumbuhan instansi keuangan," sebagai penyebab kelesuan ekonomi.
Pengusung Petisi 72 bisa menuntut reformasi dan keterbukaan karena pemerintah lah yang akan dirugikan jika terus membungkam suara-suara kritis, kata Thayer. Adalah berbahaya untuk menyerukan penduduk agar memberikan kritik, tapi lantas memasungnya dengan tindakan represif. Konstitusi baru, kata pakar Vietnam asal Australia itu, "adalah kesempatan langka untuk menuntut reformasi besar-besaran."
Kekecewaan Kelompok Reformis
Kendati begitu, harapan pengusung Petisi 72 sirna menyusul sikap keras kepala pemerintah Vietnam. Pasal keempat memang diamandemen. Tapi bukan membuka pintu buat sistem multi partai, Partai komunis Vietnam malah membetoni kekuasaannya. KPV, menurut pasal yang telah direvisi, bukan cuma "pemimpin kelas buruh", melainkan semua penduduk dan bangsa Vietnam.
Sementara pasal tambahan "terkesan menjamin kebebasan berekspresi dan hak-hak dasar lain, seperti membatasi penangkapan tanpa alasan atau proses hukum terhadap musuh negara, tapi pasal itu memiliki banyak celah," tulis Organisasi HAM, Human Rights Watch (HRW).
Pasal 14 misalnya membatasi hak azasi manusia yang dijamin pada pasal lain, jika keamanan nasional dan ketertiban umum, serta moral masyarakat terancam. "Konstitusi baru membuka kemungkinan buat pemerintah membungkam aktivis dan kritikus dengan aturan yang lebih ketat dan proses hukum," kata Brad Adams, Direktur Asia di HRW.
Kekecewaan besar juga menyasar minimnya reformasi ekonomi, terutama yang menyangkut perusahaan pelat merah. Kendati keputusan tersebut bisa diduga sebelumnya. Ketua Umum Majelis Nasional, Nguyen Hanh Phuc, Oktober 2013 lalu pernah mewanti-wanti, perusahaan negara di masa depan tetap akan menjadi roda penggerak perekonomian Vietnam