Kelantan, Malaysia Berlakukan Hukum Cambuk di Depan Umum
14 Juli 2017
Dewan Perwakilan Rakyat Kelantan Malaysia mengamandemen hukum Syariah yang antara lain memungkinkan hukum cambuk di muka umum.
Iklan
Wakil kepala menteri Kelantan, Datuk Mohd Amar Nik Abdullah mengatakan, amandemen terhadap Peraturan Prosedur Pidana Syariah Kelantan tahun 2002. di negara bagian itu.
Amandemen tersebut merupakan bagian dari persiapan untuk menerapkan Pengadilan Syariah (Undang-undang Pidana) Undang-undang 1965 (yang dikenal sebagai RUU355) jika disahkan di parlemen, "Ada 33 klausul dalam Tatalaksana Prosedur Pidana Syariah 2002 (Amandemen 2017) dan semuanya diubah untuk merampingkan hukuman seperti mencambuk, denda dan beberapa proses teknis lainnya," katanya.
Mohd Amar menambahkan amandemen tersebut dibuat sesuai dengan hukum Islam yang memungkinkan pencambukan dilakukan di depan umum untuk dijadikan alat jera.
"Namun, pengadilan yang akan memutuskan apakah hukuman cambuk itu dilakukan di dalam penjara atau di luar di tempat umum," katanya kepada wartawan.
Amandemen tersebut diajukan oleh Partai Islam Se-Malaysia (PAS). Mohd Amar mengatakan, amandemen lainnya termasuk menerima video dan rekaman elektronik sebagai bukti di pengadilan. Perubahan terakhir hukum Syariah di Kelantan dilakukan 15 tahun lalu.
Mufti Kelantan Datuk Mohamad Shukri Mohamad mengatakan bahwa pencambukan hukum Islam tidak dimaksudkan untuk menyebabkan luka tubuh, namun berfungsi sebagai pelajaran untuk mencegah terdakwa dan orang lain mengulangi pelanggaran tersebut.
ap/hp (straittimes/afp)
Tujuh Fakta Syariah Islam di Aceh
Sejak diterapkan lebih dari satu dekade silam Syariah Islam di Aceh banyak menuai kontroversi. Hukum agama di Serambi Mekkah itu sering dikeluhkan lebih merugikan kaum perempuan. Benarkah?
Foto: AP
Bingkisan dari Jakarta
Pintu bagi penerapan Syariah Islam di Aceh pertamakali dibuka oleh bekas Presiden Abdurrachman Wahid melalui UU No. 44 Tahun 1999. Dengan cara itu Jakarta berharap bisa mengikis keinginan merdeka penduduk lokal setelah perang saudara berkepanjangan. Parlemen Aceh yang baru berdiri tidak punya pilihan selain menerima hukum Syariah karena takut dituding anti Islam.
Foto: Getty Images/AFP/O. Budhi
Kocek Tebal Pendakwah Syariah
Anggaran penerapan Syariah Islam di Aceh ditetapkan sebesar 5% pada Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBA). Nilainya mencapai hampir 700 milyar Rupiah. Meski begitu Dinas Syariat Islam Aceh setiap tahun mengaku kekurangan uang dan meminta tambahan anggaran. DSI terutama berfungsi sebagai lembaga dakwah dan penguatan Aqidah.
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
Polisi Agama di Ruang Publik
Sebanyak 22 milyar Rupiah mengalir ke lembaga polisi Syariah alias Wilayatul Hisbah. Lembaga yang berwenang memaksakan qanun Islam itu kini beranggotakan 1280 orang. Tugas mereka antara lain melakukan razia di ruang-ruang publik. Tapi tidak jarang aparat WH dituding melakukan tindak kekerasan dan setidaknya dalam satu kasus bahkan pemerkosaan.
Foto: Getty Images/AFP/C. Mahyuddin
Kenakalan Berbalas Cambuk
Menurut Dinas Syariat Islam, pelanggaran terbanyak Syariah Islam adalah menyangkut Qanun No. 11 Tahun 2002 dan No. 14 Tahun 2003. Kedua qanun tersebut mengatur tata cara berbusana dan larangan perbuatan mesum. Kebanyakan pelaku adalah kaum remaja yang tertangkap sedang berpacaran atau tidak mengenakan jilbab. Untuk itu mereka bisa dikenakan hukuman cambuk, bahkan terhadap bocah di bawah umur
Foto: Getty Images/AFP/C. Mahyuddin
Cacat Hukum Serambi
Kelompok HAM mengritik penerapan hukum Islam di Aceh tidak berimbang. Perempuan korban perkosaan misalnya harus melibatkan empat saksi laki-laki untuk mendukung dakwaannya. Ironisnya, jika gagal menghadirkan jumlah saksi yang cukup, korban malah terancam dikenakan hukuman cambuk dengan dalih perbuatan mesum. Adapun terduga pelaku diproses seusai hukum pidana Indonesia.
Foto: Getty Images/AFP/C. Mahyuddin
Petaka buat Perempuan?
Perempuan termasuk kelompok masyarakat yang paling sering dibidik oleh Syariah Islam di Aceh. Temuan tersebut dikeluhkan 2013 silam oleh belasan LSM perempuan. Aturan berbusana misalnya lebih banyak menyangkut pakaian perempuan ketimbang laki-laki. Selain itu penerapan Syariat dinilai malah berkontribusi dalam sekitar 26% kasus pelecehan terhadap perempuan yang terjadi di ranah publik.
Foto: picture-alliance/epa/N. Afrida
Pengadilan Jalanan
Ajakan pemerintah Aceh kepada penduduk untuk ikut melaksanakan Syariah Islam justru menjadi bumerang. Berbagai kasus mencatat tindakan main hakim sendiri oleh masyarakat terhadap tersangka pelanggar Qanun. Dalam banyak kasus, korban disiram air comberan, dipukul atau diarak tanpa busana. Jumlah pelanggaran semacam itu setiap tahun mencapai puluhan, menurut catatan KontraS