Negara-negara di Eropa timur makin khawatir dengan sepak terjang Rusia. Polandia, Romania dan Bulgaria meminta pihak barat dan NATO bertindak lebih tegas lagi.
Iklan
Polandia, Romania dan Bulgaria memang punya pengalaman buruk ketika puluhan tahun berada di bawah cengkeraman Uni Soviet. Itu sebabnya, begitu menyatakan diri merdeka, mereka ingin langsung bergabung dengan NATO.
Dengan krisis di Ukraina, ingatan traumatis tentang kekuasaan Uni Soviet kembali lagi. Padahal, Polandia punya pengalaman lebih buruk dengan invasi Jerman dibawah Hitler dalam Perang Dunia II. Tapi sekarang, warga Polandia jauh lebih takut kepada Rusia.
Banyak politisi dan tokoh masyarakat Polandia yang sekarang mengeritik Jerman karena dianggap bersikap terlalu lunak pada Presiden Rusia Vladimir Putin.
"Skenario terburuk adalah, jika Ukraina pecah belah, dan Eropa tidak mampu membendung Putin", kata Adam Michnik, kepala redaksi harian terbesar Polandia, Gazeta Wyborcza.
Ia meramalkan: "Rusia kemudian akan menduduki Moldova. Setelah itu, mereka akan melaporkan ada penindasan terhadap etnis Rusia di Estonia dan Latvia" sehingga punya alasan melakukan intervensi militer.
Cengkeraman Rusia
Menteri luar negeri Rusia Sergei Lavrov memang pernah menyatakan, negaranya juga akan mengamati situasi para penduduk etnis Rusia yang ada di Romania, Hungaria dan Polandia. Itulah yang membuat negara-negara di Eropa timur makin cemas.
Presiden Romania Traian Basescu menyatakan, "secara rasional" saat ini belum ada ancaman langsung terhadap negaranya. Tapi ia meminta NATO untuk membantu persenjataan militer Ukraina. NATO perlu "unjuk kekuatan" untuk menghentikan sepak terjang Rusia. "Hari ini Ukraina (diserang), besok mungkin negara lain", kata Basescu.
Intervensi NATO terhadap Serbia
Pemboman atas Serbia yang dilakukan NATO mengakhiri kekerasan pasukan Serbia terhadap warga Albania di Kosovo. Tapi perang tanpa mandat PBB ini masih timbulkan kontroversi.
Foto: picture-alliance/dpa
Sisa-Sisa Perang
Konflik Kosovo menajam akhir 1990-an. Puluhan ribu orang mengungsi. Ketika semua upaya pendamaian wilayah itu gagal, NATO memulai serangan udara 24 Maret 1999 atas basis militer Serbia dan sasaran strategis lain. Setelah perang 11 pekan, penguasa Serbia Slobodan Milošević akhirnya menyerah.
Foto: Eric Feferberg/AFP/GettyImages
Perlawanan Damai Gagal
Pertengahan 1980-an di Kosovo aksi protes sudah dimulai terhadap upaya Beograd, untuk mengurangi hak-hak penduduk mayoritas Albania. Tahun 1990-an tekanan semakin meningkat. Ibrahim Rugova, yang pimpin pergerakan politik Kosovo sejak 1989 bertekad lakukan perlawanan damai dan berusaha gerakkan Slobodan Milošević untuk ubah sikap. Ia tidak berhasil.
Foto: picture-alliance/dpa
Perang Gerilya Bersenjata
Di Kosovo perlawanan bersenjata terbentuk. Pasukan pembebasan UÇK memulai perang gerilya yang kejam. Mereka laksanakan serangan terhadap Serbia, tapi juga warga Albania, yang mereka anggap bersekongkol dengan Serbia. Terhadap aksi teror itu Serbia bereaksi. Rumah dibakar dan toko dirampok. Ratusan ribu orang melarikan diri.
Foto: picture-alliance/dpa
Pengusiran Sistematis
Perang tambah brutal. Untuk patahkan perlawanan UÇK dan dukungan dari masyarakat, pasukan Serbia semakin menindak warga sipil. Banyak orang lari ke hutan-hutan. Ribuan warga Kosovo juga dibawa dengan kereta dan truk ke daerah perbatasan, tanpa memiliki paspor atau dokumen yang membuktikan bahwa mereka berasal dari Kosovo. .
Foto: picture-alliance/dpa
Upaya Penengahan Terakhir
AS, Perancis, Inggris, Rusia dan Jerman menyerukan pihak-pihak yang bermusuhan Februari 1999 untuk ikut konferensi di Rambouillet untuk mencapai kesepakatan otonomi bagi Kosovo. Pihak Kosovo menerima, tapi Serbia tidak mau berkompromi. Perundingan gagal.
Foto: picture-alliance/dpa
"Intervensi Kemanusiaan"
24 Maret 1999 NATO mulai membom sasaran militer dan strategis di Serbia dan Kosovo, untuk menghentikan kekerasan terhadap warga Albania. Jerman juga ikut serangan. Operasi "Allied Force" (kekuatan aliansi) adalah perang pertama NATO dalam sejarah 50 tahunnya, dan tanpa dukungan Dewan Keamanan PBB. Rusia mengutuk intervensi tersebut.
Foto: U.S. Navy/Getty Images
Infrastruktur Hancur
Di samping serangan terhadap pangkalan militer, NATO juga memotong jalur pasokan, yaitu jaringan kereta api dan jembatan. Dalam 79 hari, aliansi militer itu melaksanakan 37.000 serangan udara. Di wilayah Serbia dijatuhkan 20.000 roket dan bom. Serangan juga menyebabkan banyak warga sipil tewas.
Foto: picture-alliance/dpa
Awan Beracun di Pančevo
Lokasi industri juga dibom. Di Pančevo, dekat Beograd bom NATO jatuh di pabrik kimia dan pupuk. Akibatnya, sejumlah besar zat beracun mengalir ke sungai, tersebar di udara dan menyerap ke tanah. Dampaknya besar bagi kesehatan masyarakat sekitar. Serbia juga tuduh NATO gunakan amunisi mengandung uranium.
Foto: picture-alliance/dpa
Perang terhadap Propaganda Perang
Untuk melumpuhkan instrumen propaganda terpenting milik Slobodan Milošević, NATO menyerang stasiun televisi negara di Beograd. Walaupun pemerintah Serbia segera mendapat pemberitahuan mengenainya, informasi tidak disebarluaskan. Akibat serangan 16 orang tewas.
Foto: picture-alliance/dpa
Bom Tidak Kena Sasaran
Di Kosovo sebuah bom NATO secara tidak sengaja mengenai jalur pengungsi. Akibatnya, diperkirakan 80 orang tewas. Itu disebut "collateral damage" oleh NATO. Demikian halnya dengan empat orang yang tewas akibat bom yang jatuh di kedutaan besar Cina di Beograd. Insiden itu sebabkan krisis diplomatik berat antara Beijing dan Washington.
Foto: Joel Robine/AFP/GettyImages
Neraca Mengerikan
Awal Juni, sinyal pertama datang dari Beograd, bahwa Slobodan Milošević bersedia berunding. NATO mengakhiri aksi pemboman tanggal 19 Juni. Neraca perang: ribuan orang tewas dan 860.000 pengungsi. Di Serbia ekonomi lumpuh sepenuhnya, sebagian besar infrastruktur hancur. Kosovo ditempatkan di bawah administrasi PBB.
Foto: picture-alliance/dpa
11 foto1 | 11
Mantan menteri luar negeri Bulgaria, Solomon Passy mengatakan kepada DW, NATO harus memperkuat penjagaan dan kapasitas militer di perbatasan ke timur. "Contohnya, kapasitas senjata nuklir barat dulu berhasil mencegah terjadinya perang dunia ketiga. Jadi penguatan kapasitas nuklir bisa mengembalikan stabilitas", kata Passy dan menambahkan, langkah ini diperlukan setelah "invasi Putin ke Ukraina".
Berharap pada NATO
Presiden Romania Traian Basescu berharap, NATO akan mendirikan pangkalan militer di negaranya. Tuntutan ini didukung oleh Polandia dan negara-negara Baltik. Ia juga meminta NATO membantu Ukraina dalam memperkuat pertahanan melawan serangan cyber.
Dalam pertemuan puncak di Wales baru-baru ini, NATO menyatakan akan menempatkan lebih banyak pesawat tempur di negara-negara anggotanya di Eropa timur. Ini merupakan bagian dari penguatan sistem pertahanan NATO secara keseluruhan.
Mengenai kapasitas angkatan laut, Romania juga meminta anggota NATO bekerja sama lebih erat lagi. Negara itu mengaku khawatir dengan meningkatnya jumlah kapal perang Rusia yang ditempatkan di Laut Hitam.