Lamya Kaddor adalah salah satu pengamat Islam yang terkenal di Jerman. Dia turut mendirikan Aliansi Islam Liberal di Jerman.
Iklan
DW: Organisasi Anda bermaksud mengumpulkan warga muslim yang ingin menjalankan agamanya dengan pendekatan modern. Apa artinya Islam liberal dibandingkan dengan Islam konservatif?
Lamya Kaddor: Jika Anda membaca kitab suci dan ingin memahaminya, Anda tentu bisa mencoba memahaminya kata per kata dan menginterpretasikan persis seperti yang tertulis. Kalau Anda melakukan itu, Anda adalah seorang fundamentalis.
Tapi Anda juga bisa mencoba, membaca apa yang tertulis dengan pandangan orang yang hidup pada masa kini - ini dilakukan terutama dengan menggunakan akal sehat: Apa maknanya, apa yang logis, apa yang tidak berlaku lagi hari ini? Kalau Anda memikirkan itu, Anda berpandangan lebih liberal.
Atau Anda mungkin mengatakan: Saya ingin membawa tradisi masa lalu ke masa kini, beberapa nilai-nilai masa lalu tetap penting bagi saya. Walaupun beberapa hal tetap harus saya pikirkan dan kembangkan lagi, saya tetap taat pada tradisi itu. Kalau Anda berpikir begitu, Anda seroang tradisionalis. Artinya, Anda konservatif.
Bagaimana sambutan terhadap wacana Islam modern, Islam pembaruan yang dicanangkan oleh Aliansi Islam Liberal?
Sambutannya positif. Namun tentu saja masih perlu kerja keras. Kebanyakan warga muslim di Jerman belum kenal kami. Memang banyak warga muslim yang segan berorganisasi. Karena mereka berpikir, yang penting adalah hubungan saya dengan Tuhan, jadi tidak perlu organisasi.
Tapi banyak dari kalangan konservatif yang salah mengerti. Kami tidak hanya menuntut hal-hal demi keuntungan kami sendiri. Ini ingin saya tegaskan. Misalnya kami beranggapan bahwa guru perempuan harus dibolehkan mengenakan jilbab ketika mengajar dalam kelas. Tapi itu bukan tuntutan untuk keperluan saya. Saya tidak pakai jilbab.
Kami juga menuntut agar pelajaran agama Islam masuk dalam kurikulum sekolah, ini bukan hanya untuk kami kaum liberal saja. Bahkan banyak hal yang kami bela sebenarnya bukan perspektif liberal Islam, melainkan posisi kaum konservatif.
Jadi tidak benar kalau ada tuduhan, yang sering dilontarkan kaum konservatif, bahwa kami menyebarkan paham Islam yang lain sendiri. Bahkan saya sampai menerima ancaman pembunuhan lewat telepon.
Warga muslim di sini juga warga Jerman. Jadi mereka harus tunduk pada konstitusi Jerman. Tapi mereka juga punya hak-hak. Jadi menurut saya, setelah pengalaman 14 tahun mengajar, salah kalau kita mau melarang seorang guru perempuan memakai jilbab ketika mengajar. Kalau kita mulai dengan pelarangan, pertanyaannya adalah, bagaimana selanjutnya? Berapa banyak larangan lain yang akan diberlakukan? Sampai di mana selesainya?
Solidaritas dan Toleransi di Jerman
Puluhan ribu warga Muslim di Jerman menunjukkan sikap solidaritas terhadap korban pembunuhan di Paris serta mendemonstrasikan toleransi di Jerman. Berjaga untuk menjaga kerukunan beragama adalah mottonya.
Foto: Reuters/F. Bensch
Jangan Salahgunakan Nama Islam
Seorang remaja perempuan dalam aksi di Gerbang Brandenburg Berlin membawa plakat bertuliskan "I'm Muslima #Not In My Name". Setelah serangan teror terhadap Charlie Hebdo, warga Muslim Jerman berinisiatif menggelar acara bersama perwakilan tinggi pemerintah Jerman untuk menujukkan bahwa Jerman terbuka dan toleran serta mendukung kebebasan berekspresi dan bebas menjalankan agama serta keyakinan.
Foto: picture-alliance/dpa/K. Nietfeld
Tidak Mau Dipecahbelah
Ketua Dewan Muslim Jerman, Aiman A. Mazyek di mimbar dalam acara di Berlin itu menyatakan: Kami tidak akan membiarkan masyarakat Islam dipecahbelah oleh kelompok ekstrimis yang hanya punya target mengobarkan kebencian dan memicu perselisihan. Ia juga mengajak para karikaturis untuk tidak melakukan generalisasi umat Islam, tapi lebih mengarahkan target kritikannya terhadap kelompok teroris.
Foto: Reuters/F. Bensch
Kerukunan Beragama
Sebuah poster yang terbaca 'Coexist' atau hidup berdampingan, yang disusun dari tiga lambang agama besar di Jerman yakni Islam, Yahudi dan Kristen melambangkan toleransi beragama di Jerman. Para pimpinan ketiga agama besar itu di Jerman, menyerukan agar warga tidak terprovokasi dan tetap menjaga kerukunan.
Foto: Reuters/Fabrizio Bensch
Membela Islam
Presiden Jerman Joachim Gauck menyatakan terimakasihnya kepada masyarat Muslim di Jerman yang menyatakan menentang teror dan jangan menyalahgunakan nama umat Islam untuk melakukan teror. Dengan memandang aksi kelompok anti-Islam Pegida, Gauck menyerukan, semua warga Jerman harus melawan dan mencegah serangan terhadap mesjid. Presiden Jerman juga mengritik sikap kebencian terhadap warga asing.
Foto: T. Schwarz/AFP/Getty Images
Islam Bagian dari Jerman
Kanselir Jerman Angela Merkel (ketiga dari kiri) bersama petinggi Jerman serta perwakilan pimpinan keagamaan secara simbolis menunjukkan kebersamaan, kerukunan dan toleransi. Merkel juga dengan tegas menyatakan. "Islam juga bagian dari Jerman." Kanselir Jerman dengan itu menunjukkan sinyal perlawanan terhadap kelompok anti-Islam yang makin marak di Jerman.
Foto: Reuters/F. Bensch
Untuk Kebebasan
Warga dalam aksi solidaritas dan toleransi di Berlin yang dikoordinir warga Muslim Jerman membawa plakat bertuliskan "Für Freiheit"--untuk kebebasan. Warga menyadari bahwa kebebasan berekspresi, mengungkapkan pendapat, kebebasan beragam dan kebebasan pers merupakan landasan untuk hidup bersama dengan damai dan tanpa ketakutan serta kebencian.
Foto: Reuters/Hannibal Hanschke
6 foto1 | 6
Membicarakan tentang Islam dalam suatu acara di Jerman biasanya cenderung memancing debat panas. bagaimana Anda memandang kritik maupun debat-debat ini?
Kita tidak bisa melakukan kritik secara pukul rata tentang Islam dalam konteks bagaimana Islam dipraktekkan di Jerman. Yang melakukan itu, tidak tahu tentang ragam dan berbagai aliran dalam Islam. Pendekatan seseorang kepada agamanya juga berbeda-beda, tergantung pengalaman pribadi dan sejarahnya. Jadi saya tidak bisa mengatakan, semua orang Islam begini atau begitu. Pernyataan seperti itu absurd.
Tapi masalah besar yang dihadapi umat Islam sebenarnya adalah penyamarataan antara Islam dan Islamisme. Hal ini disatu pihak dilakukan oleh para Islamis, yang tentu saja ingin agar pandangan dan posisi mereka dianggap sebagai pandangan dan posisi Islam. Di pihak lain ini juga dilakukan oleh non-Islam, mungkin juga kelompok yang memang memusuhi Islam. Mereka dengan senang hati mengambil posisi pada Islamis, justru karena ingin agar semua orang membenci dan menolak Islam.
Merayakan Keanekaragaman di Berlin
Berlin adalah kota yang hidup. Tapi selama empat hari ini, Berlin lebih hidup lagi. Penyebabnya: Karneval der Kulturen (Karnaval Kebudayaan). Lebih dari 80 kelompok pertunjukkan tarian dari berbagai negara dalam pawai.
Foto: Nadine Wojcik
Pawai Berbagai Budaya
Ini adalah hari paling warna-warni di tiap tahun. Dalam pawai kebudayaan, lebih dari 80 kelompok menari di jalan-jalan daerah Kreuzberg di Berlin selama sembilan jam. Jalanan jadi panggung. Bukan hanya untuk peserta resmi berjumlah 5.300 orang, penonton juga merayakan dan ikut bernyanyi.
Foto: picture-alliance/dpa
Identitas Kota
Sekitar 750.000 penonton datang ke melihat pawai pada hari Pantekosta, Minggu 8 Juni. Tahun ini, karnaval kebudayaan diadakan untuk ke-19 kalinya. Dengan demikian, pesta kebudayaan itu adalah bagian penting kebudayaan kota Berlin. Nampaknya, tidak ada festival yang lebih disukai penduduk Berlin dan wisatawan.
Foto: Nadine Wojcik
Kebersamaan Yang Menggembirakan
"Saya ikut karnaval kebudayaan untuk ke lima kalinya. Saya suka perayaan ini, karena semua orang merayakan bersama dengan damai, tidak penting mereka berasal dari mana." Nadja Ebers berdansa bersama kelompoknya, Calaca e.V. Ini adalah persatuan warga Berlin yang antusias dengan dansa dari Amerika Latin.
Foto: Nadine Wojcik
Kostum Yang Spesial Didatangkan
"Klub Thailand ini, Baan Mai Ruh Roy, sudah ada sejak 17 tahun lalu di Berlin. Kami selalu ikut dengan senang hati dalam Karneval der Kulturen. Kostum untuk pawai kami bawa secara khusus dari Thailand."
Foto: Nadine Wojcik
Perjalanan Jauh
"Kami adalah orang-orang tanah lempung, sebuah kelompok seniman dari Boleslawiec di Silesia. Kostum kami melambangkan industri keramik di daerah kami. Tapi kostum ini terutama menampilkan ide: 'Kita semua dibuat dari tanah yang sama!' Kami ekstra datang dari Polandia untuk mengikuti karnaval ini."
Foto: Nadine Wojcik
Berlin Yang Spontan
Jalan-jalan di Kreuzberg ditutup selama karnaval berlangsung. Sehingga ada cukup tempat untuk mengadakan pertunjukan secara spontan, baik bagi pemusik maupun seniman jalanan. Di Mehringdamm para penari Break Dance menghibur para penonton pawai.
Foto: Nadine Wojcik
Perjalanan Kuliner Keliling Dunia
Di sini setiap orang pasti kenyang. Dalam rangka perayaan, di sepanjang jalan yang dilalui pawai juga didirikan stand-stand yang menawarkan makanan dari berbagai kontinen. Apakah Samosas goreng dari Senegal, burger dari Korea atau roti khas Hongaria, Langos, semua ada di sini.
Foto: Nadine Wojcik
Ritme Internasional
Karneval der Kulturen (Karnaval Kebudayaan) berlangsung empat hari. Di samping pawai, juga digelar sekitar 100 konser dan 300 pertunjukan lain. Salah satu tempat pertunjukan adalah "Rasen in Aktion". Di sini, pemain gendang Puto Production menghibur penonton.
Foto: Nadine Wojcik
Air untuk yang Kepanasan!
Suhu setinggi saat ini jarang terjadi di hari Pantekosta. Orang-orang yang hadir kepanasan akibat suhu 30°. Untuk menyokong pengunjung, warga Kreuzberg menyiram air jika diperlukan. Tetapi panas benar-benar mendatangkan kesulitan bagi sejumlah orang. Tim penolong harus datang 40 kali untuk menolong orang yang pingsan atau hampir pingsan.
Foto: Nadine Wojcik
9 foto1 | 9
Jadi pada masa-masa begini, memang sulit menghadapi kelompok ekstrim Islam sekaligus kelompok ekstrim pembenci Islam.
Gambaran dan citra Islam di Jerman saat ini memang lebih dipengaruhi oleh kelompok-kelompok Islam radikal. Mengapa banyak juga orang-orang muda yang tertarik pada Islam radikal?
Ketertarikan untuk menjadi radikal tidak dimulai dari agama. Biasanya, awalnya adalah kebutuhan sosial biasa saja: berkumpul bersama-sama, melakukan kegiatan, ngobrol. Jadi mencari satu kelompok yang punya tata nilai kurang lebih sama, berorientasi, solidaritas. Banyak remaja yang senang karena akhirnya merasa diterima dengan hangat dalam satu kelompok. Dia merasa dianggap, padahal mungkin di rumah dia tidak terlalu diperhatikan atau dianggap hebat. Banyak anak muda mencari kelompok erat, apalagi dunia dan kehidupan makin rumit.
Dengan proses globalisasi yang begitu cepat, didukung kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, banyak remaja memasuki masa pubertas dengan rasa bingung, tanpa orientasi. Mereka ingin punya identitas dan hal itu bisa didapatkan dari suatu kelompok.
Satu Rumah Tiga Agama
Sebuah proyek di Berlin ingin menyatukan tiga agama Samawi dalam satu atap. Nantinya umat Muslim, Kristen dan Yahudi saling berbagi ruang saat beribadah. The House of One bakal dibiayai murni lewat Crowdfunding.
Foto: Lia Darjes
Berkumpul di Bawah Satu Atap
Tidak lama lagi ibukota Jerman, Berlin, bakal menyambut sebuah rumah ibadah unik, yang menyatukan tiga agama Ibrahim, yakni Islam, Kristen dan Yahudi. Rencananya The House of One akan memiliki ruang terpisah untuk ketiga agama, dan beberapa ruang umum untuk para pemeluk buat saling bersosialiasi.
Foto: KuehnMalvezzi
Tiga Penggagas
Ide membangun The House of One diusung oleh tiga pemuka agama, yakni Pendeta Gregor Hohberg, Rabi Tovia Ben-Chorin dan seorang imam Muslim, Kadir Sanci. "Ketiga agama ini mengambil rute yang berbeda dalam perjalanannya, tapi tujuannya tetap sama," ujar Kadir Sanci. Menurutnya The House of One merupakan kesempatan baik buat ketiga agama untuk menjalin hubungan dalam kerangka kemanusiaan
Foto: Lia Darjes
Berpondasi Sejarah
Di atas lahan yang digunakan The House of One dulunya berdiri gereja St. Petri yang dihancurkan pada era Perang Dingin. Arsitek Kuehn Malvezzi memutuskan menggunakan pondasi gereja St. Petri untuk membangun The House of One. Sang arsitek mengakomodir permintaan masing-masing rumah ibadah, seperti Masjid dan Sinagoga yang harus mengadap ke arah timur.
Foto: Michel Koczy
Cerca dan Curiga
Awalnya tidak ada komunitas Muslim yang ingin terlibat dalam proyek tersebut. Namun, FID, sebuah kelompok minoritas Islam moderat yang anggotanya kebanyakan berdarah Turki mengamini. Kelompok tersebut harus menghadapi cercaan dari saudara seimannya lantaran dianggap menkhianati aqidah Islam. Namun menurut Sanci, perdamaian adalah rahmat semua agama.
Foto: KuehnMalvezzi
Dikritik Seperti Makam Firaun
Tidak jarang proyek di Berlin ini mengundang kritik tajam. Salah seorang tokoh agama Katholik Jerman, Martin Mosebach, misalnya menilai desain arsitektur The House of One tidak mencerminkan sebuah bangunan suci. Bentuk di beberapa bagiannya malah tampak serupa seperti makan Firaun. Tapi ketiga pemuka agama yang terlibat memilih acuh dan melanjutkan dialog terbuka untuk menggalang dukungan publik
Foto: Lia Darjes
Sumbangan Massa
Penggagas proyek The House of One menyadari betul pentingnya peran publik dalam pembangunan. Sebab itu mereka sepenuhnya mengandalkan pendanaan massa alias crowdfunding. Setiap orang bisa menyumbang uang buat membeli satu batu bata. Sebanyak 4,350.000 batu bata dibutuhkan buat menyempurnakan bangunan. Sejauh ini dana yang terkumpul sebesar 1 juta Euro dari 43 juta yang dibutuhkan
Foto: KuehnMalvezzi
Merajut Damai
Manajamen proyek berharap rumah baru ini bakal menjadi pusat pertukaran budaya antara ketiga pemeluk agama untuk saling menengenal dan saling menghargai. "Adalah hal baik buat mengenal lebih dekat jiran kita," ujar Imam Kadir Sanci.
Foto: Lia Darjes
7 foto1 | 7
Jadi, apa yang bisa dilakukan untuk mencegah radikalisasi?
Salah, jika mesjid-mesjid misalnya menutup pintu bagi remaja yang mulai mengalami radikalisasi. Karena dengan itu, kita tidak menyelesaikan masalahnya, melainkan hanya mengalihkannya ke tempat lain. Yang perlu lebih banyak dilakukan oleh komunitas Islam adalah mengecam pelaku kekerasan, mengecam para teroris, dengan sangat tegas. Kita harus dengan gamblang menerangkan: Siapa yang membunuh orang yang tidak bersalah, mereka bukanlah seorang muslim. Mereka bisa saja mengaku orang Islam, atau tercatat sebagai orang Isllam, tapi jelas-jelas dia tidak islami.
Jadi, dalam komunitas Islam, pada setiap komunitas kita, kita harus mengambil posisi jelas dan tegas: Jika seroang muda ingin coba-coba menjadi radikal, atau mengambil posisi radikal, dia bukan lagi bagian dari Ummah. Dia tidak islami. Hal inilah yang sampai sekarang belum dilaksanakan komunitas Islam secara konsekuen.
Toleransi Beragama di Jerman
Toleransi beragama semakin digalakkan di Jerman. Itu diwujudkan antara lain dengan perayaan religi bersama, pelajaran agama Islam di sekolah-sekolah, juga aktivitas kebudayaan lain.
Foto: picture-alliance/ZB
Merasa Anggota Masyarakat
Seorang perempuan muslim di Jerman mengenakan sebagai hijab sehelai bendera Jerman, yang berwarna hitam, merah, emas untuk menunjukkan keanggotaannya dalam masyarakat Jerman.
Foto: picture-alliance/dpa
Poetry Slam Antar Agama
Perlombaan ini digelar 17 Agustus 2013 di Berlin. Pesertanya : penulis puisi dari kelompok agama Islam, Yahudi dan Kristen. Mereka membacakan sendiri karyanya. Pelaksananya yayasan Jerman, Friedrich Ebert Stiftung.
Foto: Arne List
Jurusan Teologi Yahudi
Jurusan ini diresmikan 19 November 2013 di Universitas Potsdam. Pada semester pertama, jurusan yang berakhir dengan gelar Bachelor ini memiliki mahasiswa 47 orang dari 11 negara. Jurusan ini juga terbuka bagi orang non-Yahudi, yang berniat mempelajari teologi Yahudi.
Foto: picture-alliance/dpa
Hari "Open Door" Mesjid 2013
"Tag der offenen Moschee" diadakan setiap tahun di Jerman, pada tanggal penyatuan Jerman, 3 Oktober. Pelaksanaannya dikoordinir berbagai perhimpunan Islam di Jerman. Lebih dari 1.000 mesjid di Jerman menawarkan ceramah, pameran, brosur informasi dan acara pertemuan serta tur di dalam mesjid. Setiap tahun lebih dari 100.000 warga menggunakan kesempatan untuk lebih mengenal Islam itu.
Foto: DW/R. Najmi
Mencari Informasi dan Berkenalan
Pengunjung pada hari "open door" di Mesjid Sehitlik, Berlin. Sebanyak 18 mesjid di Berlin, setiap tanggal 3 Oktober membuka pintunya bagi semua orang.
Foto: picture-alliance/dpa
Saling Menerima
Suster dari tiga ordo Katolik mengunjungi mesjid Yavuz Sultan Selim di Mannheim, pada "Hari Katolik" ke-98, tanggal 17 Mei 2012. Bertepatan dengan Hari Katolik tersebut, mesjid Yavuz Sultan Selim mengadakan hari pembukaan pintu.
Foto: picture-alliance/dpa
Pelajaran Agama Islam di Sekolah Jerman
Guru Merdan Günes berdiri bersama murid-murid di sekolah dasar kota Ludwigshafen-Pfingstweide, pada pelajaran agama Islam. Foto dibuat 09.12.2010. Pelajaran agama Islam mulai dilaksanakan di sebuah sekolah di negara bagian Rheinland Pfalz sejak tahun ajaran 2003/2004, dan sejak itu semakin diperluas.
Foto: picture-alliance/dpa
Belajar Toleransi
Guru Bülent Senkaragoz dalam pelajaran agama Islam di sekolah Geistschule di kota Münster. Foto dibuat 25/11/2011. Senkaragoz mengatakan, "Tugas saya bukan mengajarkan kepada murid, bagaimana cara sembahyang yang benar bagi seorang Muslim." Murid-murid di sini belajar tentang pentingnya toleransi. Pelajaran agama Islam dimulai di negara bagian Nordrhein Westfalen sejak 1999.
Foto: picture-alliance/dpa
"Mein Islambuch"
"Mein Islambuch“ (buku pelajaran Islam saya). Ini adalah buku pelajaran agama Islam baru untuk sekolah dasar. Ditulis oleh Serap Erkan, Evelin Lubig-Fohsel, Gül Solgun-Kaps dan Bülent Ucar. Di sebagian besar negara bagian yang dulu termasuk Jerman Barat, pelajaran agama Islam sudah termasuk kurikulum sekolah.
Berjalan Bersama
Buku pelajaran lain berjudul "Miteinander auf dem Weg" (bersama dalam perjalanan). Tokoh utama dalam buku itu hidup di dalam masyarakat, di mana pemeluk agama Kristen, Yahudi dan Islam hidup bersama dengan hak-hak sama. Seperti tampak pada salah satu ilustrasinya.
Foto: Ernst Klett Verlag GmbH, Stuttgart/Liliane Oser
Guru Agama Islam Orang Jerman
Annett Abdel-Rahman adalah guru pelajaran agama Islam di sekolah tiga agama di Osnabrück. Guru perempuan ini mengenakan jilbab, sementara rekannya yang Yahudi memakai kippah. "Bagi saya penting untuk memaparkan persamaan agama-agama Samawi kepada para murid," kata Annett Abdel-Rahman.
Foto: DW
Buka Puasa Bersama
Sebelum buka puasa bersama, para tamu membeli makanan dan manisan khas Turki, di Lapangan Kennedy di kota Essen. Dalam kesempatan ini umat berbagai agam bisa menikmati makanan bersama. Selama bulan puasa, hingga 500 orang, terdiri dari warga muslim dan non muslim datang ke tenda besar di lapangan tersebut.
Foto: picture-alliance/dpa
Sama-Sama Warga Kota
Di bawah moto ”Wir sind Duisburg” (kitalah Duisburg), penduduk sekitar rumah tempat tinggal warga Roma di kota Duisburg dan sejumlah ikatan masyarakat serta persatuan warga Roma mengundang imigran untuk bersama-sama menyantap sarapan.
Foto: DW/C. Stefanescu
Pekan Antar Budaya
Seorang perempuan Senegal berdiri di lapangan pusat kota Halle an der Saale, di sebelah gambar gedung pemerintahan Rusia, Kremlin. Dalam "Interkulturellen Woche Sachsen-Anhalt" diadakan berbagai pesta, pameran, ceramah di negara bagian itu. Tujuannya mengembangkan toleransi bagi warga asing dan pengungsi. Pekan budaya ini adalah inisiatif gereja Jerman, dan diadakan akhir September setiap tahun.
Foto: picture-alliance/ZB
14 foto1 | 14
Bagaimana Islam bisa memberi kontribusi pada kehidupan di Jerman?
Dengan Islam, Jerman akan makin berwarna. Dan saya yakin, nilai-nilai Islam bisa membuat masyarakat Jerman menjadi makin kaya. Karena Islam yang sebenarnya itu baik bagi masyarakatnya. Kemanusiaan dan mengasihi sesama manusia, itu bukan nilai-nilai Kristen saja. Itu juga adalah nilai-nilai Islami. Menghormati ciptaan Tuhan, itu harus menjadi soal serius bagi umat Islam.
Jadi, umat Islam di Jerman, dan umat dari agama-agama lain, bisa memberi kontribusi untuk kehidupan yang lebih baik. Konstitusi Jerman juga menegaskan perlindungan kepada setiap warga dan menjamin warganya memiliki hak-hak dasar. Islam dan konstitusi Jerman saling mengisi dan mendukung warganya mencapai kehidupan yang lebih baik.
Ketika Berganti Keyakinan
Mereka pindah agama karena kehendak mereka sendiri. Namun hal ini kerap menuai ketidakpahaman atau bahkan penolakan dari keluarga dan lingkungannya. Demikian pula yang dialami mereka di Jerman.
Foto: picture-alliance/dpa
Sebuah langkah besar
Ketika David Stang keluar Gereja Katolik, pada awalnya keluarganya syok. Dulu, waktu remaja, ia bahkan menjadi putra altar di gerejanya. Ia pun rajin membaca Alkitab. Ia merasa tidak cocok. Ia bercerita: "Saya dapat memahami, pastur tidak dapat menceritakan kepada saya tentang pasangan, misalnya."
Foto: DW/K. Dahmann
Tumbuh di hati
Dari kekecewaannya terhadap gereja Katolik, David Stang mulai melakukan pencarian makna pada agama-agama lain. Sampai akhirnya ia bertemu dengan seorang pengacara Jerman, yang masuk agama Islam. "Dia membuat saya apa mengenal Islam dan nilai-nilai yang terkait dengan itu," kata pria itu. "Dan di sana saya menemukan makna bagi diri saya lagi.“
Foto: DW/K. Dahmann
Sebuah proses yang panjang
Bagi David Stang, masuk agama Islam berarti proses pembelajaran lagi: "Awalnya, saya pikir jika masuk Islam, maka Anda harus menjauhi alkohol, makan babi dan memakai janggut. Tapi pengacara yang memperkenalkannya dengan Islam menunjukkan kepadanya bahwa yang terpenting adalah perasaan betapa menyenangkan untuk menjadi seorang Muslim. Sisanya tinggal mengikuti."
Foto: DW/K. Dahmann
Kompromi iman
Sebagai kaum profesional, sehari-hari David Stang mengalami kemacetan antara Hannover dan kota kelahirannya Bonn. Lima kali sehari untuk berdoa tidak selalu memungkinkan baginya, maka ia kemudian memperpanjang doa di pagi dan sore hari. Untuk alasan profesional janggutanya pun ia pangkas. Yang penting, katanya, "mengintegrasikan iman ke dalam kehidupan."
Foto: DW/K. Dahmann
Penolakan Islam radikal
Terhadap tindakan kekerasan yang dilakukan kaum Salafi di Bonn pada tahun 2012, atau teroris radikal, ia menjauhkan diri: "Jika agama itu membenarkan apa yang dilakukan teroris, misalnya memasang bom di sekitar leher, saya tak ingin berurusan dengan hal semacam itu.“
Foto: picture-alliance/dpa
Meninggalkan gereja
Ute Lass tumbuh dalam keluarga Katolik, tapi menurutnya gereja membatasinya. Ia bermimpi belajar teologi: “Tapi sebagai seorang teolog, saya tidak bisa berperan banyak dalam Katholik . Ia kemudian pindah gereja.
Foto: DW/K. Dahmann
Rumah baru
Lewat suaminya, yang dibaptis sebagai Protestan, Ute cepat menemukan kontak ke gereja Protestan. Anaknya diikutsertakan dalam kelompok bermain , diapun mencari kontak untuk ikut dalam paduan suara gereja. Namun butuh waktu lima tahun sampai dia memutuskan untuk membuat "langkah besar". Pendeta Annegret Cohen (kiri) dan Nina Gutmann (tengah) menemaninya dalam pertarungan batin ini.
Foto: DW/K. Dahmann
Sikap toleran
Keluarga dan teman-teman bereaksi positif. "Mereka mengatakan , ini jauh lebih cocok! " Bagaimana dengan tempat kerjanya, organisasi bantuan Katholik Caritas? Ute Lass mendapat lampu hijau. Mereka mengatakan, adalah penting bahwa Anda tetap dibaptis sebagai seorang Kristen dan ke gereja.
Foto: picture-alliance/dpa
Disambut
Di gereja Protestan, Ute Lass disambut dengan tangan terbuka. Dengan sukacita ia menangani hal seperti misalnya bazaar gereja. Apakah ia kadang merindukan kehidupannya sebagai umat Katholik?Jawabnya: “Saya memiliki iman yang kuat terhadap Bunda Maria, yang perannya tak seperti di gereja Protestan," katanya. “Tapi untuk beberapa hal, saya tetap seperti itu.“
Foto: DW/K. Dahmann
Memfasilitasi masuknya anggota
Selama bertahun-tahun, gereja-gereja Kristen melaporkan bahwa jumlah jemaatnya menurun: Semakin banyak orang keluar gereja, entah karena alasan agama atau hanya untuk menghindari gereja. Dalam rangka memfasilitasi masuknya anggota baru, gereja-gereja di Jerman menyambut baik, seperti di Fides, Bonn dimana pastur Thomas Bernard (kanan) bekerja.
Foto: DW/K. Dahmann
Akibat skandal?
Gereja Katolik dalam beberapa tahun terakhir mengalami berkurangnya jumlah umat. Banyak orang percaya, ini terjadi setelah sejumlah kasus pelecehan seksual dalam biara. "Skandal yang substansial," Thomas Bernard mengakui. "Kami telah demikian kehilangan daya tariknya." Meskipun berita di media menghancurkan nama gereja, dia yakin: "Iman dapat memberikan dukungan."
Foto: DW/K. Dahmann
Membuka pintu iman
Salah satu alasan mengapa orang bergabung dengan Gereja Katolik saat ini, menurut Thomas Bernard adalah liturgi. "Banyak orang mengagumi perayaan ibadah," katanya. Reformasi di tubuh gereja seperti ynag dilakukan paus yang baru, diharapkan menyebabkan banyak orang yang telah keluar dari Katholik, kembali menemukan gereja.
Foto: DW/K. Dahmann
Permohonan untuk kebebasan beragama
Orang-orang yang telah mengubah agama mereka, pernah ditampilkan dalam sebuah pameran di Munchen. Pameran ini menunjukkan permohonan untuk kebebasan hak asasi manusia, termasuk kebebasan memilih agama.
Foto: Jüdisches Museum München 2013
Bayipun ‘pindah agama‘
Gambar ini menunjukkan nasib putri Jennifer dan Ricky Grossman: Bayi tidak diakui sebagai Yahudi , karena ibunya bukan Yahudi. Oleh karena itu ibunya harus masuk Yahudi dulu, karena itulah syarat untuk bisa diterima sebagai anggota penuh dari komunitas Yahudi.
Foto: Jüdisches Museum München 2013
14 foto1 | 14
Lamya Kaddor adalah intelektual Islam di Jerman yang dikenal luas. Dia sudah menerbitkan beberapa buku tentang Islam dan tahun 2010 turut mendirikan Aliansi Islam Liberal Jerman. Dia juga merupakan salah satu motor dalam penerapan mata pelajaran agama Islam di negara bagian Jerman, Nordrhein-Westfalen (NRW). Wawancara untuk DW dilakukan oleh Nina Haase dan Sumi Somaskanda di Köln.
Masjid Köln, Masjid Terbesar di Jerman
Masjid yang dibangun tahun 2009 ini tercatat sebagai masjid terbesar dan termegah di Jerman. Sempat menuai kontroversi, masjid Köln kini dianggap sebagai simbol integrasi dan simbol lahirnya arsitektur masjid Jerman.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Becker
Masjid terbesar di Jerman
Masjid Pusat Köln (Zentralmoschee Köln) yang berukuran 4500 meter kuadrat ini mampu menampung 1200 jamaah. Inilah yang membuat Masjid Köln dianggap sebagai masjid terbesar di Jerman. Masjid yang dibangun oleh organisasi muslim Turki DiTiB ini dilengkapi perpustakaan, tempat kursus, ruang seminar, pusat olah raga, kantor serta pertokoan.
Foto: picture-alliance/dpa/O. Berg
Nuansa oritental yang modern
Layaknya Masjid Sultan Ahmed di Turki, masjid di Köln ini juga menghadirkan nuasana biru yang khas. Suasana modern terlihat lewat desain kaca-kaca yang menyatu di dinding. Kesan Islam yang modern juga tampak dari tulisan kaligrafi emas di masjid. Nama nabi penting di agama Yahudi dan Kristen turut ditoreh, diantaranya Abraham, Musa, Nuh dan Isa Almasih.
Foto: Picture alliance/dpa/M. Becker
Perjalanan panjang hingga tegak berdiri
20 tahun lamanya warga muslim Turki di Köln bermimpi mendirikan masjid yang mumpuni. Rencana ini baru mulai terealisasi tahun 2009, namun sempat tersendat tahun 2011 karena munculnya penolakan warga anti imigran. Jajak pendapat yang dilakukan surat kabar lokal mengungkap 63% warga sebenarnya mendukung pembangunan masjid, namun 27% diantaranya ingin ukuran masjid diperkecil.
Foto: picture-alliance/dpa
Tak lagi di pojok terpencil
Diperkirakan 4,7 juta umat Muslim, mayoritas berlatar belakang Turki, hidup di Jerman. Di Köln, kota berpenduduk sekitar 10 juta ini terdapat 70 masjid yang tersedia bagi sekitar 120 ribu umat Muslim. Biasanya masjid ini terletak di pojok terpencil. Namun berbeda halnya dengan Masjid Köln yang terletak di Ehrenfeld, sudut kota yang biasa dikenal sebagai salah satu pusat budaya di Köln.
Foto: Picture alliance/dpa/O. Berg
Donasi untuk Masjid
Biaya pembangunan masjid berkisar 30 juta Euro atau 450 miliar Rupiah. 2/3 diantaranya berasal dari sumbangan jamaah dan 884 organisasi Islam. Donasi juga datang dari Gereja Katolik St. Theodore yang khusus menggalang dana untuk membangun masjid ini.
Foto: picture alliance/dpa/Geisler
Paul Böhm, arsitek yang ciptakan integrasi
Paul Böhm adalah arsitek di balik Masjid Pusat Köln. Keluarga besarnya merupakan arsitek terkenal di Jerman. Ia dan ayahnya, Gottfired Böhm adalah ahli di bidang arsitekur gereja Katolik. Bagi dekan fakultas arsitektur TH Köln ini, Masjid Köln adalah karya terbaiknya sebab lewat karya arsitektur ini ia mampu menjawab tantangan integrasi di Jerman.
Foto: AP
Rumah ibadah yang transparan
"Terbuka" dan “terang“, secuil komentar yang mendeskripsikan masjid karya Paul Böhm itu. Bangunan masjid didesain transparan dengan menggunakan kaca yang menonjolkan pencahayaan natural. Namun, tak sekadar bentuk fisik, masjid ini juga membuka diri untuk dikunjungi warga yang berbeda agama. Tujuannya agar Masjid Köln dapat menjembatani komunikasi antar agama di Jerman.
Foto: Lichtblick Film GmbH/Raphael Beinder
Masjid "bergaya Jerman"
Masjid bermoto "Unsere Moschee für Kölle“ atau "Masjid Kita untuk Köln" ini dijuluki sebagai "Masjid Kölsch“, sebutan bagi dialek dan bir lokal. Desain masjid juga dianggap "sangat Jerman“ karena mampu menciptakan gebrakan di bidang arsitektur rumah ibadah yang .mengawinkan arsitektur masjid era Ottoman Turki dengan arsitektur bergaya romawi khas Eropa.
Foto: picture alliance / dpa
Menara yang menjulang di langit Cologne
Dua menara Masjid Köln sempat menjadi topik perdebatan karena dianggap akan merubah citra kota dan "membayang-bayangi" menara Katedral Köln. Gereja gotik tersebut diakui UNESCO sebagai warisan budaya dunia sehingga tata kota di sekitar katedral memang harus dijaga orisinalitasnya. Menara Masjid Köln dibangun setinggi 55 meter - atau 1/3 dari 157 meter ukuran puncak Katedral Köln.
Foto: picture alliance/dpa/H.Kaiser
Delapan syarat Masjid Köln
Kursus bahasa Jerman bagi jamaah menjadi satu dari delapan syarat berbasis integrasi yang diwajibkan agar Masjid Köln dapat dibangun. Para Imam juga harus mahir berbahasa Jerman, karena mereka dituntut untuk berkotbah dalam bahasa yang dimengerti semua pengunjung. Selain itu, persamaan perlakuan bagi perempuan dan laki-laki juga menjadi poin penting prasyarat tersebut.