1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Kematian George Floyd yang Dicekik Polisi, Picu Protes Warga

28 Mei 2020

Kematian George Floyd memicu gelombang protes di Amerika Serikat. Pria berkulit hitam itu meninggal setelah lehernya dicekik menggunakan lutut oleh seorang polisi. Tagar Black Lives Matter membanjiri media sosial.

Warga berkumpul di TKP tewasnya George Floyd
Foto: picture-alliance/abaca/Minneapolis Star Tribune/TNS/E. Flores

Kematian seorang pria Afrika-Amerika, George Floyd, akibat lehernya dicekik oleh polisi di Minneapolis, Amerika Serikat (AS), memicu kemarahan warga. Protes atas dugaan pelanggaran hak sipil federal yang berlangsung hingga hari kedua pada Rabu (27/5) malam, berujung tembakan gas air mata dan peluru karet oleh petugas keamanan.

Keluarga korban menuntut agar para polisi yang terlibat didakwa dengan pembunuhan. Saudara perempuan korban, Bridgett Floyd menuntut penangkapan terhadap empat petugas polisi berkulit putih yang terlibat atas tindakan tersebut.

"Saya ingin para polisi itu didakwa melakukan pembunuhan, karena memang itulah yang mereka lakukan," ujar Floyd di televisi NBC.

"Mereka membunuh saudaraku ... Mereka seharusnya dipenjara karena pembunuhan."

“Aku tidak bisa bernapas”

Kemarahan publik pecah setelah beredar video yang memperlihatkan seorang polisi menahan George Floyd, pada Senin (25/05), sambil mencekik lehernya dengan lutut dan membuatnya kesulitan bernapas. 

"Lututmu di leherku. Aku tidak bisa bernapas ... Bu. Bu," pinta Floyd.

Setelahnya, Floyd menjadi kaku dan tidak bergerak, bahkan ketika petugas memintanya untuk "bangun dan masuk ke dalam mobil.'' Floyd dibawa ke rumah sakit dan kemudian dinyatakan meninggal.

Rekaman video lain dari kamera keamanan restoran terdekat, tidak menunjukkan indikasi bahwa Floyd melakukan perlawanan ketika polisi menahannya atas dugaan mencoba menggunakan uang kertas palsu senilai $ 20 dolar atau setara Rp 295 ribu, untuk pembelian di sebuah toko swalayan.

Keempat petugas yang terlibat telah dipecat dan kasusnya kini diserahkan ke FBI.

Walikota kota Minneapolis Jacob Frey mengatakan tak habis pikir mengapa polisi yang mencekik George dengan lututnya tersebut belum ditangkap.

“Mengapa polisi yang membunuh George Floyd belum dipenjara? Jika Anda melakukannya, atau aku melakukannya, kita akan berada di balik jeruji besi sekarang,” ujar Frey.

“Menjadi orang kulit hitam di Amerika seharusnya bukan hukuman mati,” tambahnya.

Tagar BlackLivesMatter membanjiri linimasa media sosial

Pengacara hak sipil Ben Crump mengatakan kasus itu menunjukkan sistem peradilan AS memperlakukan orang kulit hitam secara berbeda dari orang kulit putih.

Crump juga mewakili keluarga dua orang Afrika-Amerika lainnya yang baru-baru ini terbunuh, dalam kasus-kasus yang diduga melibatkan kesalahan polisi dan upaya penyembunyian.

"Berapa banyak lagi pembunuhan berlebihan yang tidak masuk akal dari orang-orang yang seharusnya melindungi kita terjadi di Amerika?" kata Crump di NBC.

Presiden AS Donald Trump telah memerintahkan penyelidikan lebih lanjut atas kasus kematian George Floyd. Di akun Twitternya ia menuliskan “Atas perintah saya, FBI dan Departemen Kehakiman sudah melakukan penyelidikan atas kematian George Floyd yang sangat menyedihan dan tragis di Minnesota…”

Tagar Black Lives Matter sebagai bentuk kampanye melawan kekerasan dan rasisme sistematik terhadap orang kulit hitam pun terus membanjiri media sosial. Penyanyi AS Halsey juga mencuit di Twitternya “Unfollow saya. Saya tidak peduli bila Anda tidak ingin melihat cuitan ini di linimasa Anda. Twitter telah lama berevolusi dari ruang hiburan menjadi pusat percakapan politik. #BlackLivesMatter,” cuitnya di Twitter

Sementara aktor film Star Wars John Boyega turut menyuarakan protesnya dengan mencuit “Ini memuakkan. Tampaknya menjadi siklus yang tak pernah berakhir. Para pembunuh perlu didakwa dengan berat. Bahkan saat menjelang kematiannya pria ini tidak diberikan belas kasihan. #RIPGeorgeFloyd #BlackLivesMatter #JusticeForGeorgeFloyd.''

 

Ed: pkp/rap (AFP/ Reuters)