Bagaimana Anda memilih pemimpin atau anggota DPR? Apakah lebih karena kagum pada sosoknya, sudah lama 'nge-fans' atau ada kriteria lainnya? Simak opini Rahadian Rundjan.
Iklan
Seandainya saja pemerintahan Orde Baru tidak melakukan kebijakan babat alas terhadap nama dan jejak politik Sukarno, mungkin sepanjang tahun 1970-an jargon "enak zamanku toh?” yang bersanding dengan gambar-gambar Sukarno akan muncul di mana-mana.
Pasalnya, dalam periode itu semakin terlihat bahwa ekses-ekses demokrasi kian tunduk kepada kuasa tentara, bukan sebaliknya. Puncaknya pada 1974 ketika Malapetaka Limabelas Januari (Malari) terjadi, saat Suharto, seperti ditulis aktivis mahasiswa sezaman, Arief Budiman, menggunakan cara-cara otoriter untuk melumpuhkan kelompok cendekiawan atau mahasiswa dan ‘bercerai' dengan angan-angan masyarakat madaninya.
Kata ‘seandainya' dan ‘mungkin' tidaklah koheren jika membicarakan sejarah, walau hal itu sah-sah saja selama masih bertendensi imajinatif. Skenario tersebut terbilang potensial mengingat Tiga Tuntutan Rakyat (Tritura) tidak menyinggung pelengseran Sukarno secara eksplisit, namun lebih merupakan petisi reformasi politik-ekonomi. Peran politik Sukarno (atau setidaknya kharismanya) di kalangan elite maupun massa belum tercoreng parah, romantisme terhadap Sukarno masih membekas.
Atau jika ingin keluar dari skenario imajinatif, lihat saja dinamika politik saat ini. Foto-foto Sukarno, juga mereka-mereka yang merupakan mantan pemimpin Indonesia seperti Suharto, Gus Dur, B.J. Habibie, bahkan tokoh-tokoh historis lainnya dengan warisan sejarahnya yang kental semisal KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asyari sejak dua tahun belakangan muncul dalam berbagai alat peraga kampanye politik, khususnya dalam menyambut kontestasi Pilkada.
Apakah ini hanyalah sebuah tren musiman yang muncul pada saat politik nasional mencapai momentum puncaknya, atau dapat dibaca lebih jauh sebagai bentuk kemandekan asa pembaharuan politik orang-orang Indonesia?
Larangan yang Tepat Sasaran
Sesungguhnya mengidolakan, bahkan secara politis, figur-figur sejarah adalah hak semua orang tanpa terkecuali. Masa lalu adalah teritori bersama yang tak bisa dipatok-patok untuk diklaim pribadi. Namun, tentu juga ada konteks-konteks sezaman yang disetujui bersama (atau mayoritas) sebagai pembatas, yang bisa menguntungkan atau mengganjal. Misalnya saja, memajang foto D.N. Aidit di masa sekarang sama saja dengan mengundang masalah, namun di masa depan ketika misteri Peristiwa 1965 terungkap dan reputasi politik PKI tidak lagi dihina-dina, hal itu mungkin menjadi sah-sah saja.
Harus diakui, bahwa nilai ketokohan tokoh-tokoh di atas, khususnya Sukarno dan Suharto sebagai pusat dari spektrum politik nasional di masanya masing-masing, terlalu berkesan untuk dihapus dari ingatan. Sukarno masih menjadi semacam figur ideologis dan ikon bagi PDI-P, sebagaimana Suharto dan senyum khasnya yang masih laku memikat publik, seperti yang dahulu kerap ditampilkan Golkar dan kini diadopsi oleh Partai Berkarya pimpinan sang anak, Tommy Suharto.
Siapa Calon Pemimpin Indonesia?
Hasil survey Saiful Mujani Research Centre belum banyak mengubah peta elektabilitas tokoh politik di Indonesia. Siapa saja yang berpeluang maju ke pemilu kepresidenan 2019.
Foto: Imago/Zumapress
1. Joko Widodo
Presiden Joko Widodo kokoh bertengger di puncak elektabilitas dengan 38,9% suara. Popularitas presiden saat ini "cendrung meningkat," kata Direktur Eksekutif SMRC Djayadi Hanan.
Foto: Reuters/Beawiharta
2. Prabowo Subianto
Untuk sosok yang sering absen dari kancah politik praktis pasca pemilu, nama Prabowo masih mampu menarik minat pemilih. Sebanyak 12% responden mengaku akan memilih mantan Pangkostrad itu sebagai presiden RI.
Foto: Reuters
3. Anies Baswedan
Selain Jokowi dan Prabowo, nama-nama lain yang muncul dalam survey belum mendapat banyak dukungan. Gubernur terpilih DKI Jakarta, Anies Baswedan, misalnya hanya mendapat 0,9%.
Foto: Reuters/Antara Foto/M. Agung Rajasa
4. Basuki Tjahaja Purnama
Nasib serupa dialami bekas Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama. Sosok yang kini mendekam di penjara lantaran kasus penistaan agama itu memperoleh 0,8% suara. Jumlah yang sama juga didapat Wakil Presiden RI Jusuf Kalla.
Foto: Getty Images/T. Syuflana
5. Hary Tanoesoedibjo
Pemilik grup MNC ini mengubah haluan politiknya setelah terbelit kasus hukum berupa dugaan ancaman terhadap Kepala Subdirektorat Penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Yulianto. Hary yang tadinya beroposisi, tiba-tiba merapat ke kubu Presiden Joko Widodo. Saat inielektabilitasnya bertengger di kisaran 0,6%
Foto: picture-alliance/AP Photo/A. Ibrahim
6. Agus Yudhoyono
Meski diusung sebagai calon pemimpin Indonesia masa depan, saat ini popularitas Agus Yudhoyono masih kalah dibanding ayahnya Soesilo Bambang Yudhoyono yang memperpoleh 1,9% suara. Agus yang mengorbankan karir di TNI demi berpolitik hanya mendapat 0,3% dukungan.
Foto: Getty Images/AFP/M. Naamani
7. Gatot Nurmantyo
Jumlah serupa didapat Panglima TNI Gatot Nurmantyo yang belakangan terkesan berusaha membangun basis dukungan. Nurmantyo hanya mendapat 0,3%. Meski begitu tingkat elektabilitas tokoh-tokoh ini akan banyak berubah jika bursa pencalonan sudah mulai dibuka, klaim SMRC.
Foto: Imago/Zumapress
7 foto1 | 7
Karena itulah, Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 4 Tahun 2017 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota mengenai peraturan pemasangan foto-foto tokoh-tokoh kebangsaan menjadi menarik untuk dicermati. PKPU tersebut menyebutkan bahwa tokoh-tokoh bangsa yang tidak ada kaitan formal dengan kepengurusan partai-partai peserta Pilkada dilarang untuk ditampilkan dalam alat-alat peraga kampanye Pilkada. Lantas, peraturan ini memicu respon dari banyak khalayak politik.
Yang menolak berargumen bahwa seharusnya sah-sah saja foto-foto tokoh-tokoh sejarah tersebut dipasang karena hajat mereka sebagai figur kebangsaan yang inspiratif, dan larangan tersebut dianggap akan menjadi semacam hambatan psikologis bagi para kader politik saat mereka melakukan kampanye. Sedangkan yang mendukung menyatakan bahwa larangan tersebut tepat karena sudah waktunya partai-partai fokus dalam menawarkan program-program kerja bermutu alih-alih menggoda para pemilih dengan romantisme masa lampau semata.
Bahkan, dipasangnya wajah-wajah tokoh-tokoh kebangsaan tersebut bisa menjadi problematik, setidaknya dalam contoh kasus Suharto di masa-masa reformasi ini. Reformasi adalah sebuah kesempatan untuk memperbaiki negara ini dari segala warisan politik otoriter Orde Baru yang busuk, dan mengambil pelajaran berharga untuk tidak mengulanginya. Sehingga, beragam upaya glorifikasi terhadap Suharto dan penempatannya sebagai sebuah ikon politik yang ideal dan diwacanakan dalam konteks-konteks politik kontemporer rasanya mengingkari semangat reformasi itu sendiri.
Catatan 3 Tahun Kepemimpinan Jokowi
Sebanyak 68% penduduk mengaku puas atas kinerja Joko Widodo. Namun setelah tiga tahun berkuasa, catatan kepemimpinan Jokowi banyak menyisakan pekerjaan rumah yang belum dituntaskan, terutama masalah HAM.
Foto: Getty Images/Ulet Ifansasti
Terrorisme
Pemerintah mengklaim sebanyak 999 eks-jihadis berhasil mengikuti program deradikalisasi. Sejumlah pengamat juga menghargai satuan anti teror Densus 88 yang kini lebih sering menangkap terduga teroris, dan tidak lagi menembak di tempat. Pendekatan lunak ala Indonesia juga mengundang pujian dunia. Tantangan terbesar adalah RUU Anti Terorisme yang bakal melibatkan TNI dalam penanggulangan terorisme.
Foto: Reuters/W. Putro/Antara Foto
Infrastruktur
Pembangunan infrastruktur sejak awal menjadi jurus pamungkas Jokowi. Berbagai proyek yang tadinya mangkrak kembali dihidupkan, antara lain jalan Trans-Papua, infrastruktur kelistrikan berkapasitas 35.000 megawatt yang baru tuntas 40% dan transportasi. Di bawah pemerintahannya anggaran infrastruktur digandakan dari 177 triliun Rupiah pada 2014 menjadi 401 triliun untuk tahun anggaran 2017.
Foto: Getty Images/AFP/B. Ismoyo
Demokrasi
Indeks demokrasi Indonesia banyak menurun di era Jokowi. Pemerintah berkilah, berlangsungnya pilkada ikut mempengaruhi peringkat Indonesia. Sejumlah pengamat menyoroti wacana Ambang Batas Kepresidenan sebesar 20% dan Perppu Ormas yang dinilai bermasalah. Selain itu Indeks Kebebasan Pers selama tiga tahun terakhir juga mencatat kemerdekaan media di Indonesia cenedrung berjalan di tempat.
Foto: picture alliance/abaca/J. Tarigan
Intoleransi
Ujaran kebencian dan kabar hoax menemani kepresidenan Jokowi sejak Pemilu 2014 dan memuncak pada Pilkada DKI Jakarta 2017. Sejak itu dia mulai aktif memberangus media-media hoax, mengeluarkan Perppu yang membidik organisasi intoleran seperti HTI, menggandeng Facebook dan Twitter buat menghalau fitnah dan membentuk unit anti intoleransi.
Foto: Reuters/D. Whiteside
Hubungan Internasional
Sejauh ini Istana Negara banyak menitikberatkan kerjasama internasional untuk membantu program pembangunan di dalam negeri seperti diplomasi maritim. Namun tantangan terbesar Indonesia adalah menjadi poros penyeimbang antara kekuatan regional Cina dan negara ASEAN, terutama menyangkut konflik Laut Cina Selatan.
Foto: Reuters/R. A. Tongo
Hak Azasi Manusia
Ada masanya ketika Jokowi menggariskan penuntasan pelanggaran HAM sebagai prioritas utama. Namun cita-cita tersebut menyurut seiring berjalannya roda pemerintahan. RUU Penyiaran misalnya mendiskriminasi kaum minoritas seksual. Sementara rekonsiliasi pembantaian 1965 cendrung berjalan di tempat dan penggunaan hukuman mati yang masih marak menjadi catatan hitam pemerintahan Jokowi.
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
Ekonomi
Banyak hal positif yang dicatat dari pemerintahan Joko Widodo di bidang ekonomi, meski tidak membuahkan target pertumbuhan yang dipatok 7%. Selain 16 paket kebijakan, pemerintah juga dinilai sukses meningkatan pemasukan pajak, memperbaiki kemudahan berbisnis, rating investasi dan mempertahankan inflasi. Namun begitu rendahnya konsumsi domestik menjadi catatan muram perekonomian Indonesia.
Foto: Reuters
Lingkungan
Konflik agraria yang kian meruncing membutuhkan reformasi untuk mendamaikan kebijakan lingkungan, tanah adat dan kebutuhan industri. Tahun 2016 saja pemerintah mencatat 400 konflik yang melibatkan 1,2 juta hektar lahan, kebanyakan akibat ekspansi perkebunan. Reformasi agraria masih menjadi agenda besar Indonesia, terutama menyangkut penanggulangan perubahan iklim yang kian mendesak.
Foto: Getty Images
8 foto1 | 8
Saya pribadi sebagai seseorang yang berkecimpung dalam dunia penulisan sejarah cukup mendukung PKPU tersebut. Pertama, memang sudah waktunya bagi partai-partai politik Indonesia berani menunjukkan substansi belang politik mereka masing-masing tanpa perlu bersembunyi di balik tampilan nama besar tokoh-tokoh masa lampau. Bahkan kelihatannya, memasang foto-foto Sukarno atau Suharto berdampingan dengan calon-calon pemimpin masa kini dalam alat-alat kampanye justru terlihat sebagai parade rasa tidak percaya diri partai-partai politik terhadap kemampuan mereka sendiri.
Sejarah memperlihatkan bahwa Sukarnoisme dan Suhartoisme adalah kemasan politik yang terbilang gagal membawa kemakmuran yang menyeluruh dan berkesinambungan. Keduanya lengser oleh tekanan massa yang terlampau muak dengan otoriterianisme, dan reputasinya dicap buruk oleh pemerintahan penerus langsungnya. Jika partai-partai politik berharap menggaet pemilih muda yang cerdas dengan mengaitkan secara mentah calon-calonnya dengan tokoh yang memiliki warisan politik semacam itu, maka hal tersebut cukup naif.
Kedua, sudah saatnya bagi kelompok elite Indonesia, terlebih pada saat atmosfer politik tengah panas-panasnya, untuk tidak lagi mempolitisasi sejarah di ruang-ruang publik demi keuntungan kelompok dan pengerahan massa. Mengorelasikan satu tokoh sejarah dengan satu kekuatan politik secara gamblang, dapat terlihat sebagai upaya monopoli masa lalu. Apalagi jika hal tersebut memicu perpecahan dan menyulut politik identitas berlebihan di Indonesia. Dengan kata lain, pelarangan berdasarkan PKPU tersebut sudah cukup tepat sasaran dan adil, terlebih partai-partai boleh memasang foto-foto tokoh kebangsaan hanya dalam rapat-rapat internal non-kampanye.
Apa Yang Terjadi di Indonesia Selama 2017?
Tahun 2017 ditandai dengan dinamika politik pasca Pilkada DKI Jakarta dan wara wiri seputar Setya Novanto dan Panglima TNI Gatot Nurmantyo. Tapi apa saja yang termasuk peristiwa besar di Indonesia sepanjang 2017?
Foto: Getty Images/E. Wray
Terbakarnya Zahro Express
MV Zahro Express, perahu wisata yang membawa 184 orang terbakar saat perjalanan ke Pulau Tidung di Kepulauan Seribu, Jakarta. Insiden pada malam pergantian tahun ini menewaskan setidaknya 23 orang tewas dan menyebabkan 17 orang hilang.
Foto: Reuters/D.Whiteside
Pembekuan Kerjasama Militer Australia
Secara sepihak TNI membekukan kerjasama pendidikan dengan militer Australia setelah seorang prajurit menemukan buku latihan yang menghina Pancasila. PM Malcolm Turnbull segera meminta maaf kepada Presiden Joko Widodo dan berjanji menindak pihak yang menyusun buku tersebut.
Foto: Reuters/J. Reed
Pilkada DKI Jakarta
Pilkada DKI 2017 ditandai dengan maraknya peredaran berita hoax dan ujaran kebencian di media-media sosial. Pemerintah akhirnya menggandeng penyedia jasa media sosial dan menindak kelompok yang terbukti menjajakan kabar bohong sebagai komoditas politik. Pilkada DKI sendiri dimenangkan pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno dengan perolehan 57.96% suara.
Foto: Getty Images/AFP/G. Chai Hin
Vonis Penjara Ahok
Setelah takluk pada Pilkada DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama divonis dua tahun penjara pada 9 Mei 2017 setelah dinyatakan bersalah dalam kasus penodaan agama. Dia sebelumnya mengritik penggunaan Al-Quran untuk kepentingan politik Pilkada yang mengundang aksi protes kelompok muslim garis keras. Ahok kemudian menolak mengajukan banding dan menerima vonis yang ditengarai sarat politik tersebut
Foto: Reuters/B. Ismoyo
Seribu Lilin buat Pancasila
Pada hari-hari setelah pembacaan vonis Ahok, jutaan orang di seluruh Indonesia menyalakan lilin sebagai tanda simpati. Selain menuntut pembebasan bekas gubernur itu, demonstran juga menyatakan kesetiaan pada Pancasila sebagai buntut maraknya intoleransi pada Pilkada DKI Jakarta.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/D. Roszandi
Pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia
Organisasi Islam radikal, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), menjadi sasaran pertama Perppu Ormas yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo untuk membubarkan organisasi yang dianggap merongrong Pancasila. Namun HTI tidak tinggal diam dan melancarkan perlawanan hukum untuk menghadang niat Jokowi tersebut.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Rizieq Shihab Melarikan Diri
Pentolan Front Pembela Islam, Rizieq Syihab terbang ke Arab Saudi setelah mampir ke Malaysia seusai umrah. Ia diduga melarikan diri untuk menghindari penjemputan paksa Polisi yang mengajukan red notice ke Interpol. Menurut kuasa hukum Rizieq, Sugito Atmo Pawiro, Arab Saudi dipilih karena berada di luar ranah Interpol sehingga kliennya bisa terhindar dari penangkapan.
Foto: picture-alliance/dpa/B. Indahono
Raib Duit First Travel
Kasus dugaan penggelapan uang sekitar 60.000 calon jamaah umrah dan haji First Travel menjadi salah satu peristiwa yang paling hangat selama 2017. Anniesa Hasibuan, perancang yang pernah tampil di New York Fashion Week, dituding menggelapkan dana jemaah senilai 550 milyar Rupiah. Hingga kini kedua tersangka, Annisa dan suaminya Andika Surachman mengaku tidak mengetahui kemana raibnya uang tersebut
Foto: Imago/Pacific Press Agency
Kunjungan Raja Salman
Jarang Indonesia mengalami kunjungan kenegaraan yang sedemikian mewah seperti saat Raja Salman bertandang ke Jakarta. Kunjungannya tersebut merupakan lawatan pertama kepala negara Arab Saudi selama hampir 50 tahun. Raja Salman tidak hanya melakukan pertemuan resmi dengan Presiden Joko Widodo, tetapi juga menikmati liburan selama lima hari di pulau Bali.
Foto: Getty Images/AFP/B. Ismoyo
Pelantikan Gubernur DKI Jakarta
Setelah berhasil merebut kursi DKI 1 lewat Pilkada yang ditandai dengan maraknya intoleransi dan ujaran kebencian, pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno dilantik di Istana Negara pada 16 Oktober 2017. Pelantikan sempat ditandai kontroversi seputar pidato pribumi Anies Baswedan yang dinilai bernuansa SARA.
Foto: Reuters/Beawiharta
Drama Setya Novanto
Komisi Pemberantasan Korupsi akhirnya menangkap Ketua DPR Setya Novanto atas dugaan korupsi proyek eKTP. Ia sebelumnya sempat dirawat di rumah sakit setelah mengalami tabrakan. Namun tim dokter menyatakan Setnov sehat dan bisa menjalani proses pengadilan.
Foto: picture-alliance/AP Photo
Wara Wiri Gatot Nurmantyo
Manuver politik Panglima TNI Gatot Nurmantyo seputar pembantaian 1965 dan kedekatannya dengan kelompok Islam konservatif kian menyudutkan Presiden Joko Widodo. Ia ditengarai memiliki ambisi dalam Pemilu Kepresidenan 2019. Pada Desember Jokowi mencopot Gatot lebih dini dan menggantinya dengan Marsekal Hadi Tjahjanto.
Foto: Reuters/Beawiharta
Erupsi Gunung Agung
Setelah sempat bergolak selama berpekan-pekan, Gunung Agung akhirnya meletus dan memaksa 100.000 penduduk mengungsi dari tempat tinggalnya. Akibat erupsi tersebut, geliat pariwisata Bali menyusut tajam. Terutama penutupan bandar udara I Gusti Ngurah Rai membuat sektor pariwisata di pulau dewata itu mengalami kerugian hingga 234 milyar Rupiah per hari.
Foto: picture-alliance/dpa/F. Lisnawati
13 foto1 | 13
Maju Dengan Masa Lalu
Orang-orang Indonesia masih gagap kala menempatkan sejarah, apalagi saat mencoba mengaitkannya dengan hal-ihwal politik, baik itu di kalangan elite atau massanya. Banyak anggapan bahwa gaya politik Sukarno yang konfrontatif yang paling cocok diterapkan di Indonesia sekarang. Ada pula yang mendambakan ‘ketertiban dan bersih lingkungan' ala Suharto, sisanya mencoba memberi warna spiritual politik dengan mengutip-ngutip junjungannya tanpa kritik. Ini keliru. Yang paling baik adalah mengolaborasikan pemikiran-pemikiran tokoh-tokoh tersebut dengan argumentasi dan kepribadian yang berdasarkan nilai-nilai aktual.
Kepercayaan diri partai-partai politik untuk menawarkan visi dan misinya, dan mempertaruhkannya dalam panggung politik, tanpa terbebani oleh nama-nama besar sejarah, adalah gambaran ideal dari bagaimana seharusnya politik modern bekerja. Corak individual dari kader-kader partai harus lebih ditonjolkan meski mereka berselimutkan prinsip-prinsip politik historis partainya, karena dengan itulah kita bisa lebih tepat memilih orang-orang yang akan menjadi wakil politik kita dalam skema demokrasi ini.
Sejarah adalah entitas yang telah lewat. Ia berfungsi seperti spion dalam mobil yang tengah melaju ke depan; sesekali kita memang harus menengok ke belakang untuk memahami hal-hal apa saja yang telah kita lewati agar perjalanan menjadi nyaman. Jangan biarkan romantisme sejarah membuai dan mendikte gerak maju politik terlalu dalam, apalagi menjadi batu loncatan, dan mengglorifikasinya tanpa substansi hanya demi meraup suara dan legitimasi kekuasaan.
Penulis: Rahadian Rundjan (ap/vlz)
Esais, kolumnis, penulis dan peneliti sejarah
@RahadianRundjan
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWnesia menjadi tanggung jawab penulis
Menagih 12 Janji Manis Anies - Sandi
Puluhan janji ditebar pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno buat merebut kursi DKI-1. Tidak semua realistis. Berikut 12 program kerja milik kedua pasangan yang patut ditunggu warga Jakarta.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/D. Husni
Dua untuk Jakarta
Pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno akan dilantik sebagai gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta pada 16 Oktober 2017. Puluhan program kerja dicanangkan keduanya selama masa kampanye. Inilah 12 janji Anies-Sandi yang akan menentukan keberhasilan pemerintahannya.
Foto: Reuters/Antara Foto/M. Agung Rajasa
Revisi Kartu Jakarta Sehat
Merevisi dan memperluas manfaat Kartu Jakarta Sehat dalam bentuk Kartu Jakarta Sehat Plus dengan menambahkan fasilitas khusus untuk para guru mengaji, pengajar sekolah minggu, penjaga rumah ibadah, khatib, penceramah dan pemuka agama.
Foto: Reuters/D. Whiteside
Revisi Kartu Jakarta Pintar
Merevisi Kartu Jakarta Pintar menjadi Kartu Jakarta Pintar Plus untuk semua anak usia sekolah (6-21 tahun). KJP+ juga diniatkan agar dapat digunakan untuk Kelompok Belajar Paket A, B dan C, pendidikan madrasah, pondok pesantren dan kursus keterampilan serta dilengkapi dengan bantuan tunai untuk keluarga tidak mampu
Foto: Public domain
Lapangan Kerja
Melalui program OKE-OCE, kedua pasangan berjanji membuka 200.000 lapangan kerja baru, membangun dan mengaktifkan 44 pos pengembangan kewirausahaaan warga untuk menghasilkan 200.000 pengusaha baru, selama lima tahun. "Jadi, setiap kecamatan akan ada 5000 wirausaha baru. Angka 5000 saja akan bisa menggerakkan perekonomian warga Jakarta," papar Anies.
Foto: Bay Ismoyo/AFP/Getty Images
Ibu Hamil
Mengembangkan inisiatif Menyusu Dini dan ASI Ekslusif, melakukan pendataan dan pemantauan terhadap ibu-ibu hamil dan balita yang memerlukan bantuan khusus, memberikan cuti khusus bagi suami selama proses kelahiran anak, serta menyediakan fasilitas-fasilitas publik seperti Ruang Menyusui dan Tempat Penitipan Anak yang dikelola secara sehat, profesional dan bisa diakses seluruh warga
Foto: Monique Rijkers
Ketahanan Pangan
Mengendalikan harga-harga kebutuhan pokok dengan menjaga ketersediaan bahan baku dan menyederhanakan rantai distribusi, serta menyediakan Kartu Pangan Jakarta untuk meningkatkan daya beli warga tidak mampu. Program kerja Anies-Sandi juga melibatkan revitalisasi pasar tradisional dan pedagang kali lima.
Foto: Getty Images/AFP/J. Kriswanto
Pendidikan Kejuruan
Niat bakal gubernur DKI buat mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan kejuruan sudah sesuai dengan program pemerintahan Jokowi, yakni mengadopsi sistem pendidikan vokasi Jerman dengan melibatkan dunia usaha untuk menghasilkan lulusan yang langsung terserap ke dunia kerja dan berwirausaha.
Foto: Imago/Zumapress
Jakarta Hijau
Menjadikan Jakarta sebagai Kota Hijau dan Kota Aman yang ramah, sejuk dan aman bagi anak, perempuan, pejalan kaki, pengguna jalan, dan seluruh warga. Program ini juga diarahkan buat menggalakkan kegiatan cocok tanam kota, melakukan audit berkala keamanan kampung serta memperluas cakupan dan memperbaiki kesejahteraan petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU).
Foto: Getty Images/AFP/B. Ismoyo
Pemberdayaan Perempuan
Memberdayakan perempuan Jakarta dengan mendukung sepenuhnya partisipasi perempuan dalam perekonomian, antara lain melalui pemberian Kredit Usaha Perempuan Mandiri.
Foto: Getty Images/P. Sayoga
Reklamasi Teluk Jakarta
Sejak awal Anies mengambil posisi menentang Reklamasi Teluk Jakarta. Ia berjanji mengentikan proyek yang sudah dicanangkan sejak era Soeharto itu untuk kepentingan pemeliharaan lingkungan hidup serta perlindungan terhadap nelayan, masyarakat pesisir dan segenap warga Jakarta.
Foto: Getty Images/E. Wray
Transportasi Umum
Membangun sistem transportasi umum yang terintegrasi dalam bentuk interkoneksi antarmoda, perbaikan model manajemen dan perluasan jangkauan transportasi umum, pengintegrasian sistem transportasi dengan pusat-pusat pemukiman, pusat aktivitas publik, dan moda transportasi publik dari luar Jakarta.
Foto: Getty Images/AFP/J. Samad
Rumah DP 0%
Program rumah terjangkau tanpa uang muka merupakan salah satu janji kampanye Anies-Sandi yang paling kontroversial. Namun demikian keduanya enggan merevisi rencana tersebut. Nantinya, peserta program DP nol rupiah mencicil uang DP kepada pemerintah dan bisa melanjutkan cicilan bulanan dalam jangka waktu yang relatif panjang.
Foto: AFP/Getty Images/Bay Ismoyo
Bantuan Rumah Ibadah
Meningkatkan bantuan sosial untuk rumah ibadah, lembaga pendidikan keagamaan, lembaga sosial, sekolah minggu dan Majelis Taklim yang berbasis asas proporsionalitas dan keadilan.