1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kemenangan Rapuh Akal Sehat

Jamsheed Faroughi
18 Januari 2016

Iran sambut pencabutan sanksi ekonomi. Dunia kini bisa bernapas lega. Tapi banyak pihak tidak ingin perubahan situasi. Demikian pendapat editor DW Farsi, Jamsheed Faroughi.

Iran Teheran Übersicht
Ibukota Iran, TeheranFoto: picture alliance/dpa/A. Taherkenareh

Inilah akhir sengketa atom dengan Iran yang berlangsung lama. Selama 13 tahun banyak yang sudah diupayakan. Dan sekarang, mungkin sudah ada momen bersejarah, ketika Perwakilan Tinggi Uni Eropa untuk Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan Federica Mogherini dan Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Jawad Sarif dengan senang mengumumkan berakhirnya konflik nuklir Iran.

Kita harus menengok kembali jalan panjang berbatu menuju "atom deal". Baru setelah itu kita bisa mengerti, bagaimana sulitnya, dan oleh sebab itu bagaimana pentingnya, kesepakatan dengan Iran.

Petualangan Berbahaya

Sudah banyak pembicaraan yang dilalui, perundingan yang gagal, keputusan yang hanya berlangsung sebentar, ancaman militer, juga sangsi menyeluruh. Juga tidak boleh dilupakan adanya serangan misterius terhadap pakar fisika atom Iran, sabotase, dan serangan siber yang penuh teka-teki.

Selama beberapa tahun, mengulur waktu jadi taktik Iran dalam perundingan nuklir. Para pemimpin di Teheran bahkan menyatakan, sanksi ekonomi tidak ada dampaknya. Tapi sekarang, Iran mendesak pencabutan sanksi secepat mungkin.

Terobosan dalam konflik nuklir adalah keberhasilan diplomasi di masa jabatan Presiden Barack Obama, dan juga jadi kemenangan kubu moderat di Iran, yang mengerti perubahan jaman dan menjaga jarak dari sikap nekat negaranya dalam hal nuklir.

Situasi labil

Memang sekarang sudah lebih baik, tapi kalau dilihat lebih teliti, kemenangan akal sehat sangat rapuh, jadi situasi masih labil. Selain itu, kesepakatan ini banyak musuhnya, dan mereka ada di berbagai bidang.

Rakyat Iran menyambut baik pencabutan sanksi. Tapi di Iran ada kekuatan yang bertahun-tahun mendapat keuntungan dari ketegangan dan kekerasan di kawasan itu. Kekuatan inilah yang diperlukan AS sebagai gambaran musuh, baik ideologis maupun finansial.

Musuh-musuh terobosan diplomatis, yang menentang kembalinya Iran ke dalam masyarakat dunia menggabung kekuatan. Dilihat dari sudut pandang ini, kaum haluan keras di Iran, PM Israel Netanjahu, Donald Trump yang mencalonkan diri untuk jadi presiden AS, juga Raja Salman dari Arab Saudi punya tujuan sama. Mereka semua takut Iran mendekat ke Barat.

Mujizat tidak ada

Sanksi-sanksi jadi pukulan berat bagi ekonomi Iran. Industri kacau-balau, investasi tidak ada, pengetahuan juga tidak ada. Ditambah pembatasan perdagangan, terutama dalam hal ekspor minyak mentah dan gas, semua itu adalah "warisan" program nuklir yang tidak ada manfaatnya

Pencabutan sanksi adalah kunci bagi pembenahan kekacauan di bidang sosial. Tapi ini jelas bukan kunci penyelesaian semua masalah. Jadi orang tidak boleh menunggu mujizat.

Berakhirnya sengketa nuklir secara damai adalah kemenangan bagi mereka yang menggunakan akal sehat di Iran. Sekarang mereka harus menjaganya terhadap serangan dari dalam maupun luar. Itulah jalan yang benar.

Jamsheed FaroughiFoto: Getty Images/AFP/A. Kenare
Presiden Iran, Hassan Rouhani
Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait