Kementerian Kesehatan mengatakan bahwa pihaknya akan berkonsultasi ke penyedia alat tes PCR hingga LKPP untuk menurunkan biaya tes PCR. Anggota DPR komisi IX meminta agar harga tes PCR di bawah Rp 450 ribu.
Iklan
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan segera menindaklanjuti perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memerintahkan agar harga tes polymerase chain reaction (PCR) diturunkan. Kemenkes akan konsultasi dengan penyedia alat tes PCR hingga Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
"Sesuai arahan presiden ya kita akan berkonsultasi dengan berbagai pihak. Penyedia (alat tes PCR), distributor, lab swasta, BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan), LKPP," kata Juru Bicara Vaksinasi Kemenkes dr. Siti Nadia Tarmizi kepada detikcom, Minggu (15/08).
Nadia mengatakan konsultasi bersama sejumlah pihak itu membahas komponen pembentukan harga yang meliputi biaya SDM, listrik, bahan habis pakai (tube, tip filter), APD, limbah, air dan reagen. Dia memastikan bahwa nantinya harga tes PCR akan merata di seluruh Indonesia.
"(Harga akan sama) seluruh Indonesia, nanti kita lihat apakah seperti rapid yang ada dua batas harga," ucapnya.
Nadia menyebut Kemenkes tengah di tahap finalisasi penurunan biaya tes PCR. Dia berjanji Kemenkes akan secepatnya mengumumkan penurunan harganya.
Negara-negara ASEAN Berjuang Hadapi Gelombang Ketiga COVID-19
Gelombang ketiga virus corona varian Delta melanda beberapa negara di Asia Tenggara. Fasilitas kesehatan masyarakat yang tidak memadai membuat kawasan itu tidak mampu mengendalikan situasi.
Foto: Wisnu Agung Prasetyo/ZUMA/picture alliance
Gelombang ketiga melanda
Infeksi COVID-19 meningkat secara eksponensial di Asia Tenggara dalam beberapa bulan terakhir. Negara-negara seperti Laos, Thailand dan Vietnam telah berhasil mengurangi penyebaran virus pada 2020, tetapi saat ini mereka tengah berjuang mengatasi gelombang baru, seperti yang dihadapi Indonesia.
Foto: Agung Fatma Putra/ZUMA/picture alliance
Kekacauan dan kehancuran di Indonesia
Hingga Minggu (18/07), Indonesia telah melaporkan 73.582 kematian akibat COVID-19 dan lebih dari 2,8 juta kasus yang dikonfirmasi sejak awal pandemi. Pekan lalu, negara itu melampaui India dan Brasil dalam tingkat infeksi baru. Para ahli meyakini jumlah kasus sebenarnya bisa jauh lebih tinggi. Warga putus asa mencari tabung oksigen dan tempat tidur rumah sakit.
Foto: Timur Matahari/AFP/Getty Images
Virus corona varian Delta
Sistem perawatan kesehatan dan rumah sakit di Indonesia berjuang untuk mengimbangi masuknya pasien baru COVID-19. Dengan populasi sekitar 270 juta, negara itu sangat terpukul oleh wabah corona setelah perayaan Idul Fitri bulan Mei lalu, yang membuat jutaan orang melakukan perjalanan ke luar daerah. Kasus infeksi melonjak akibat varian Delta yang sangat menular.
Foto: Wisnu Agung Prasetyo/ZUMA/picture alliance
Kondisi yang memburuk
Pada tahun 2020, para pejabat Vietnam dipuji karena secara efisien sukses menahan penyebaran virus corona. Namun, ketika varian Delta merebak luas, jumlah infeksi di negara itu meningkat tajam. Pemerintah Vietnam saat ini menempatkan seluruh wilayah selatan dalam penguncian selama dua minggu, karena infeksi COVID-19 dikonfirmasi melebihi 3.000 kasus.
Foto: Luke Groves/AP/picture alliance
Kemarahan terhadap pihak berwenang
Pengunjuk rasa Thailand menyerukan Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha untuk mundur karena tidak mampu menangani pandemi COVID-19. Demonstrasi berlangsung ketika kerajaan mencatat rekor tingkat infeksi virus corona. Rumah sakit di seluruh negeri berada di bawah tekanan.
Sektor pariwisata Thailand juga terdampak parah oleh pandemi corona. Ketika Bangkok dan provinsi sekitarnya berjuang menghadapi lonjakan COVID-19, pemerintah justru mendorong rencana untuk membuka kembali pulau resor populer Phuket sebagai upaya menyelamatkan ekonomi.
Foto: Sirachai Arunrugstichai/Getty Images
Peluncuran vaksin yang lambat
Pemerintah Thailand lambat dalam pengadaan vaksin. Negara gajah putih itu mulai memvaksinasi tim medis pada Februari dan memulai kampanye vaksinasi massal pada Juni dengan suntikan AstraZeneca yang diproduksi secara lokal dan mengimpor dosis Sinovac buatan Cina. Upaya vaksinasi Thailand sejauh ini lambat dan tidak menentu.
Foto: Soe Zeya Tun/REUTERS
Putus asa mengharapkan bantuan
Masyarakat Malaysia tengah berjuang melawan COVID-19. Beberapa warga telah menemukan cara baru untuk meminta bantuan, yakni dengan mengibarkan bendera putih di luar rumah. Kampanye #benderaputih ramai dibicarakan di media sosial. Malaysia telah memberlakukan lockdown secara nasional sejak 1 Juni lalu untuk mengurangi lonjakan infeksi COVID-19.
Foto: Lim Huey Teng/REUTERS
COVID-19 dan kudeta
Kudeta militer menghambat akses masyarakat ke fasilitas perawatan kesehatan di Myanmar. Banyak dokter menolak bekerja di rumah sakit untuk menunjukkan perlawanan mereka terhadap junta. PBB telah memperingatkan Myanmar karena berpotensi menjadi "negara penyebar super", lantaran meningkatnya kasus infeksi dan vaksinasi yang lambat.
Foto: Santosh Krl/ZUMA/picture alliance
Impian mencapai herd immunity
Seperti negara-negara Asia Tenggara lainnya, Filipina mengalami pasokan vaksin yang terbatas dan peluncuran vaksin yang lambat. Pakar kesehatan mengatakan negara itu mungkin menjadi yang terakhir di kawasan Asia Tenggara mencapai kekebalan kelompok. Melihat kondisi saat ini, pihak berwenang mungkin membutuhkan waktu dua tahun atau lebih untuk memvaksinasi setidaknya 75% dari populasi. (ha/hp)
Foto: Dante Diosina Jr/AA/picture alliance
10 foto1 | 10
Harga di bawah Rp 450 ribu
Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PAN Saleh Partaonan Daulay menilai kisaran harga tersebut masih tergolong tinggi. Saleh menilai bahwa perintah untuk menurunkan biaya tes PCR dari semula Rp 900 ribu ke Rp 450-550 ribu merupakan respons positif dari Jokowi. Dia berharap kisaran harga yang disampaikan Jokowi dapat dihitung ulang berdasarkan perhitungan faktual.
Iklan
"Karena kalau kita bandingkan dengan harga yang ada di luar negeri ternyata masih jauh, kalau Rp450 ribu pun masih jauh itu. Karena orang lain kan harganya Rp96 ribu. Jadi kalau Rp450 ribu ya itu pasti harganya masih mahal, karena itu ini harus dihitung ulang lah," kata Saleh kepada wartawan, Minggu (15/08).
Dia membeberkan alasan mengapa kisaran biaya yang diperintahkan Jokowi harus dihitung ulang agar betul-betul sesuai dengan harga pasar yang sesungguhnya. Menurutnya, hal itu guna tidak merugikan siapapun, baik produsen maupun konsumen dalam hal ini masyarakat.
"Kita berharap kalau harga murah banyak orang yang testing, banyak orang yang mau lakukan tracing, berarti itu membantu pemerintah juga untuk memetakan penyebaran virus COVID," ucapnya.
Apresiasi arahan Jokowi
Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Fraksi PDIP Charles Honoris mengapresiasi Jokowi yang meminta agar biaya tes PCR diturunkan. Sebab, kata dia, selama ini harga yang harus dibayarkan oleh masyarakat untuk uji swab PCR di berbagai fasilitas pelayanan kesehatan terbilang memberatkan masyarakat.
"Saya yakin publik juga pasti menyambut baik diturunkannya harga swab PCR mengingat hari-hari ini masyarakat memerlukan hasil swab PCR untuk bisa menjalankan berbagai aktivitas di tempat umum," katanya.
Dia meminta pemerintah harus mendorong industri alat kesehatan dalam negeri khususnya BUMN farmasi untuk memproduksi alat tes dan reagen untuk PCR secara mandiri. Menurutnya, pemerintah juga bisa memberikan berbagai insentif bagi produsen agar biaya produksi dan harga jual bisa semurah mungkin.
"Harapan kami penurunan harga PCR ini bisa meningkatkan jumlah testing harian dan memperbaiki upaya tracing dalam rangka memutus rantai penularan COVID-19 di Indonesia," ujarnya.
Seperti diketahui, Presiden Jokowi memerintahkan agar harga tes PCR diturunkan. Jokowi meminta agar biaya tes PCR di kisaran Rp450 ribu hingga Rp550 ribu. Selain untuk menurunkan harga, Jokowi memerintahkan agar hasil tes PCR dipercepat. Dia meminta agar hasil tes PCR keluar dalam waktu maksimal 1x24 jam.