Sekitar setengah dari bank makanan di Jerman mencatat kenaikan jumlah warga yang datang sejak tahun lalu. Banyak warga yang membutuhkan tidak bisa mendapatkan bantuan makanan.
Iklan
Ketika inflasi melonjak hingga lebih dari 10% dan pemerintah Jerman menerapkan langkah-langkah yang semakin ketat untuk mencegah krisis energi, situasi di bank makanan negara itu kian memburuk.
Surat kabar lokal melaporkan banyaknya warga yang membutuhkan makanan, tetapi kemudian ditolak oleh sukarelawan di bank makanan. Saat ini persediaan makanan mereka semakin berkurang.
Kapasitas bank makanan yang terbatas
"Permintaan keanggotaan telah meningkat secara signifikan," sejak awal 2022, dikonfirmasi Günter Giesa, yang sering menjadi sukarelawan untuk Tafel, sebutan bank makanan di Jerman, di kota Bonn.
"Saat ini, kami hanya dapat menerima klien baru jika orang lain membatalkan keanggotaan mereka," kata Giesa, seraya menambahkan bahwa kondisi itu memalukan, karena "orang-orang semakin cemas akan keuangan mereka dan membutuhkan bantuan kami."
Sekitar 13,8 juta orang di Jerman tercatat sudah hidup hampir atau di bawah garis kemiskinan. Mengingat bahwa jumlah rumah tangga miskin energi diperkirakan akan berlipat ganda dari tahun 2021 hingga 2022, para ahli khawatir jumlah warga miskin juga akan meningkat secara drastis.
Iklan
Perang dan inflasi sebabkan kebutuhan meningkat
Menurut angka terbaru dari Tafel Deutschland, induk organisasi bank makanan Jerman, sekitar 61% dari 60.000 lokasi di seluruh negeri telah mencatat peningkatan permintaan untuk keanggotaan baru setidaknya 50% dibandingkan tahun sebelumnya. Sekitar 30% bank makanan memiliki klien dua kali lebih banyak, sementara sisanya terpaksa harus menolak permintaan keanggotaan.
Kondisi tersebut sebagian disebabkan oleh invasi Rusia ke Ukraina. Menurut Giesa, "minggu-minggu pertama bulan Maret sangat sulit. Banyak orang yang datang kepada kami tidak punya uang sama sekali, hanya pakaian yang menempel di tubuh mereka."
Pengalaman ini dialami oleh Kat, 45 tahun, yang menggambarkan kekacauan sejak awal musim semi: "Mereka memiliki antrean terpisah untuk pendatang baru, dalam beberapa kasus terjadi pertengkaran antara yang baru dan pelanggan lama, yang berharap mereka diberi perlakuan khusus."
Kami Berasal dari Sini: Kehidupan Keturunan Turki-Jerman dalam Gambar
Untuk merayakan ulang tahun ke-60 kesepakatan penerimaan pekerja migran asal Turki di Jerman, museum Ruhr memamerkan foto-foto karya fotografer asal Istanbul, Ergun Cagatay.
Fotografer Ergun Cagatay dari Istanbul, pada 1990 mengambil ribuan foto warga keturunan Turki yang berdomisili di Hamburg, Köln, Werl, Berlin dan Duisburg. Ini akan dipajang dalam pameran khusus “Kami berasal dari sini: Kehidupan keturunan Turki-Jerman tahun 1990” di museum Ruhr. Pada potret dirinya dia memakai pakaian pekerja tambang di Tambang Walsum, Duisburg.
Dua pekerja tambang bepose usai bertugas di tambang Walsum, Duisburg. Dipicu kemajuan ekonomi di tahun 50-an, Jerman menghadapi kekurangan pekerja terlatih, terutama di bidang pertanian dan pertambangan. Menindak lanjuti kesepakatan penerimaan pekerja migran antara Bonn dan Ankara pada 1961, lebih dari 1 juta “pekerja tamu” dari Turki datang ke Jerman hingga penerimaan dihentikan pada 1973.
Ini foto pekerja perempuan di bagian produksi pelapis interior di pabrik mobil Ford di Köln-Niehl. “Pekerja telah dipanggil, dan mereka berdatangan,” komentar penulis Swiss, Max Frisch, kala itu. Sekarang, komunitas Turki, dimana kini sejumlah keluarga imigran memasuki generasi ke-4, membentuk etnis minoritas terbesar di Jerman dengan total populasi sekitar 2.5 juta orang.
Foto menunjukan keragaman dalam keseharian orang Turki-Jerman. Terlihat di sini adalah kedelapan anggota keluarga Hasan Hüseyin Gül di Hamburg. Pameran foto di museum Ruhr ini merupakan liputan paling komprehensif mengenai imigran Turki dari generasi pertama dan kedua “pekerja tamu.”
Saat ini, bahan makanan seperti zaitun dan keju domba dapat ditemukan dengan mudah di Jerman. Sebelumnya, “pekerja tamu” memenuhi mobil mereka dengan bahan pangan itu saat mereka balik mudik. Perlahan-lahan, mereka membangun pondasi kuliner Turki di Jerman, untuk kenikmatan pecinta kuliner. Di sini berpose Mevsim, pemilik toko buah dan sayur di Weidengasse, Köln-Eigelstein.
Anak-anak bermain balon di Sudermanplatz, kawasan Agnes, Köln. Di tembok yang menjadi latar belakang terlihat gambar pohon yang disandingkan dengan puisi dari Nazim Hikmet, penyair Turki: “Hidup! Seperti pohon yang sendiri dan bebas. Seperti hutan persaudaraan. Kerinduan ini adalah milik kita.” Hikmet sendiri hidup dalam pengasingan di Rusia, hingga dia meninggal pada 1963.
Di sekolah baca Al-Quran masjid Fath di Werl, anak-anak belajar huruf-huruf Arab agar dapat membaca Al-Quran. Itu adalah masjid dengan menara pertama yang dibuka di Jerman pada tahun 90-an. Sejak itu warga Turki di Jerman tidak perlu lagi pergi ke halaman belakang untuk shalat atau beribadah.
Cagatay, sang fotografer berbaur dengan para tamu di sebuah pesta pernikahan di Oranienplatz, Berlin-Kreuzberg. Di gedung perhelatan Burcu, para tamu menyematkan uang kepada pengantin baru, biasanya disertai dengan harapan “semoga menua dengan satu bantal.” Pengantin baru menurut tradisi Turki akan berbagi satu bantal panjang di atas ranjang pengantin.
Tradisi juga tetap dijaga di tanah air baru ini. Di pesta khitanan di Berlin Kreuzberg ini, “Masyaallah” tertulis di selempang anak sunat. Itu artinya “terpujilah” atau “yang dikehendaki tuhan.” Pameran antara lain disponsori Kementerian Luar Negeri Jerman. Selain di Essen, Hamburg dan Berlin, pameran juga akan digelar di Izmir, Istanbul, dan Ankara bekerjasama dengan Goethe Institute. (mn/as)
Sekarang, karena pengungsi Ukraina telah diintegrasikan ke dalam sistem, sebagian besar pendatang baru di Tafel adalah keluarga dan individu yang terkena dampak krisis biaya hidup.
"Situasinya suram," kata Kat. "Orang-orang harus berdiri di tengah hujan selama berjam-jam, menunggu. Sumbangan datang dan para sukarelawan terlebih dahulu memilih apa yang bisa dibutuhkan. Pelanggan dipanggil secara acak dan menerima barang-barang juga secara acak - kebanyakan buah dan sayuran, serta roti.." Adapun kebutuhan lain termasuk kertas toilet, tampon, dan popok, tidak ada.
"Keadaan memang menjadi drastis dalam beberapa minggu terakhir," kata Günter Giesa tentang jumlah orang yang ditolak. Dia juga menekankan perlunya orang untuk menyumbangkan "barang-barang yang bisa disimpan lama seperti pasta, beras, dan makanan kaleng."
Dia mengatakan bahwa Bonn Tafel sudah harus memberi orang makanan dalam jumlah yang lebih sedikit untuk membantu orang lebih banyak.
Seruan solidaritas
Data statistik dari Tafel Deutschland menunjukkan gambaran yang sama suramnya. Setidaknya 62% bank makanan melaporkan pada bulan Agustus lalu bahwa mereka memberikan lebih sedikit barang ke setiap rumah tangga. Sekitar setengah dari bank makanan telah menambah jam kerja mereka untuk mengatasi krisis, yang memengaruhi kesehatan fisik dan mental para pekerja sukarela. Organisasi itu juga melaporkan "penurunan yang signifikan" dalam donasi karena semakin banyak orang yang memperketat anggaran mereka.
Tafel Deutschland baru-baru ini meluncurkan seruan, meminta solidaritas karena "lebih banyak orang membutuhkan bantuan pada musim gugur ini dan di bulan-bulan yang lebih dingin ... hubungi bank makanan lokal Anda dan tanyakan apa yang paling mereka butuhkan." (ha/yf)