Kemunduran ekonomi tidak terjadi begitu saja pada suatu akhir minggu. Semuanya terjadi lambat-laun. Ada indikasi awal, kalau orang teliti memerhatikan data-data yang masuk dan keluar setiap hari. Misalnya data produksi industri, data angka pemesanan atau omset pertokoan.
Menurut data terakhir, angka penjualan (bebas inflasi) di pertokoan pada bulan Juni turun 9 persen dibanding tahun sebelumnya. Badan Statistik Jerman di Wiesbaden mengatakan, penurunan seperti ini belum pernah terjadi sejak 28 tahun terakhir. Ini pernyataan yang cukup dramatis.
Sejak dua tahun terakhir, omset pertokoan sudah mengalami penurunan drastis karena pandemi corona. Selain karena operasi pertokoan sempat dihentikan, juga karena banyak orang yang berusaha menyimpan uangnya menghadapi masa-masa serba tidak pasti. Apalagi akhir-akhir ini dengan derasnya berita tentang perang di Ukraina dan tentang ancaman inflasi. Pada hari-hari terakhir juga muncul berita eskalasi masalah Taiwan. Semua ini bukan perkembangan baik bagi perekonomian.
Angka inflasi akan terus naik
Belum ada yang tahu bagaimana perkembangan selanjutnya. Yang jelas, segala sesuatu akan menjadi lebih mahal. Angka inflasi di Jerman saat ini memang tidak menunjukkan kenaikan, atau malah turun sedikit. Tapi itu hanya rekaman sesaat saja. Selain itu ada kebijakan-kebijakan pemerintah yang meringankan beban warga, seperti tiket transportasi umum 9 euro per bulan dan subsidi BBM. Kedua kebijakan itu akan berakhir bulan ini. Itu berarti, angka inflasi akan melonjak lagi.
Selain itu, biaya energi sudah naik drastis. Tetapi para penyewa rumah baru akan melihat kenaikan tarif listrik dan pemanasan ruangan tahun depan, saat para pemilik rumah mengirimkan tagihan tahunan listrik gedung, pemanasan ruangan dan air panas. Sekarang sudah banyak perhitungan yang memperkirakan bahwa biaya yang harus ditanggung penyewa rumah bisa meledak sampai tiga atau empat kali lipat.
Semua itu menambah kekhawatiran warga dan membuat mereka sangat hati-hati mengeluarkan uang. Banyak orang menunda rencana pembelian barang-barang besar. Bahkan ketika berbelanja di supermarket makin banyak warga yang lebih teliti memerhatikan harga-harga. Di masa pandemik Corona, konsumen masih tetap membeli barang-barang tanpa begitu memperhatikan harga. Tapi sekarang situasinya berubah. Yang dilirik adalah barang-barang yang lebih murah.
Tuntutan kenaikan gaji bisa memicu inflasi
Naiknya inflasi membuat banyak serikat pekerja sekarang menuntut kenaikan gaji yang cukup tinggi, paling tidak untuk mengimbangi kenaikan harga. Para pekerja pelabuhan di Hamburg misalnya menuntut kenaikan gaji sampai 12,5 persen. Para pekerja di maskapai penerbangan Lufthansa, yang sempat mogok sehari untuk menegaskan tuntutan mereka, sekarang mendapat kenaikan gaji sampai 19 persen.
Tapi tuntutan kenaikan bisa memicu putaran kenaikan harga baru, jika produsen kesulitan meningkatkan produksinya. Selanjutnya dapat terjadi apa yang disebut "spiral kenaikan gaji dan harga barang” yang saling dorong-mendorong.
Apakah Jerman sedang menuju situasi tahun 1990an, ketika negara ini disebut-sebut sebagai "orang sakit Eropa?" Lalu apa artinya bagi Eropa, jika lokomotif perekonomiannya terhuyung-huyung? Situasi akan menjadi lebih runyam lagi.
Itu sebabnya, Eropa harus bersatu dan menunjukkan solidaritas menghadapi upaya pemerasan dari Moskow. Jika Putin berhasil memecah-belah Eropa dengan kebijakan gasnya, maka dia sudah berhasil mencapai tujuan utamanya: perpecahan Eropa. Ini harus dihindari, dengan kebijakan-kebijakan cerdas dan solidaritas Eropa. Dengan langkah-langkah konkret yang benar-benar membantu warga di masa-masa sulit. Imbauan-imbauan untuk menghemat energi saja tidak akan cukup.
(hp/pkp)