Kenali Anak Penderita Gangguan Konsentrasi dan Atensi
8 Maret 2016
Banyak anak penderita gangguan konsentrasi dan atensi ADHD alami perlakuan tak nyaman di sekolah dan keluarga. Masalahnya, tak banyak yang tahu gejalanya. Tips dan pengalaman berharga hadapi anak dengan sindroma ini.
Iklan
Kenali Anak Penderita Gangguan Konsentrasi dan Atensi
03:45
Misalnya saja seoran siswa di sebuah sekolah di Jerman yang bernama Niklas mengalami masalah di sekolah sejak beberapa tahun lalu. Di kelas ia tidak bisa konsentrasi, pikirannya melayang kemana-mana. ia tidak tenang dan sering terjatuh dari bangku. Niklas tidak ingin mengingat lagi apa yang terjadi saat itu.
Resep Ilmiah Membesarkan Anak Bahagia
Membesarkan anak yang bahagia bukan perkara mudah. Menurut studi tentang kebahagiaan yang dilakukan situs Happify, ada beberapa faktor yang memperngaruhi kebahagiaan anak. Berikut beberapa diantaranya:
Foto: karelnoppe/Fotolia
Asuhan ibu
Menurut penelitian yang berfokus pada hippocampus - bagian dari otak yang menangani stres dan memori-- Anak-anak balita dalam asuhan ibu penuh kasih sayang dan penuh dukungan, memiliki hippocampus 10 persen lebih besar ketika mulai masuk usia sekolah.
Foto: Colourbox
Pentingnya cinta ayah
Selain menegakkan aturan, ayah perlu untuk mendengarkan anak dan menjalin hubungan yang erat dengan mereka. Beri kebebasan wajar pada anak-anak. Anak-anak yang merasa ditolak atau tidak dicintai oleh orang tua mereka, lebih mengembangkan sifat permusuhan, agresif dan menunjukan atau ketidakstabilan emosi.
Foto: Fotolia/goodluz
Kebahagiaan orangtua juga berpengaruh
Kepuasan hidup orangtua bisa dalam segi pendidikan, pendapatan maupun pekerjaan yang mereka sukai, serta waktu yang diluangkan bersama keluarga. Namun orang tua juga perlu waktu untuk melakukan hal menyenangkan bagi diri sendiri, misalnya nonton film, menjalin pertemanan, dll.
Foto: Fotolia/nenetus
Pentingnya optimisme
Ajarkan anak untuk selalu optimistis. Ini berguna untuk meredakan stress ketika mereka puber. Bahkan anak umur lima tahunpun bisa memetik manfaat dari cara berpikir positif. Mereka juga bisa belajar bagaimana orangtua mereka mengatasi masalah.
Foto: Fotolia/drubig-photo
Puji anak atas usahanya, bukan otaknya
Anak yang terbiasa dipuji atas otak dan ketrampilannya, ketimbang usahanya, mengalami masa sulit saat mengalami kegagalan. Anak yang dipuji atas usahanya akan lebih memiliki motivasi dan tidak takut akan tantangan.
Foto: Fotolia/olly
Pendekatan tiap anak beda-beda
Ketika cara mengajar orangtua tak cocok dengan kepribadian anak, maka anak akan cenderung depresi dan ketakutan. Jika mereka mampu mengatasi emosi dan tingkah lakunya sendiri, maka mereka anak lebih mandiri. Demikian sebaliknya.
Foto: Fotolia/Jörg Hackemann
Lebih tangguh dari yang kita kira
80% anak yang orangtuanya berpisah tidak jatuh dalam problem psikologis yang serius. Orangtua yang memelihara komunikasi baik , mendorong anak-anak mereka mencapai cita-cita, dekat dengan keluarga dan menikmati jalinan hubungan dengan orang lain. Anak-anak yang keluarganya diselimuti konflik, cenderung terganggu dalam mengikuti pelajaran di sekolah dan kesulitan mengatasi masalah emosional.
Foto: goodluz - Fotolia
Anak ingin lebih berarti
Caranya bisa dengan berbuat baik bagi temannya, menyelenggarakan acara atau bergabung dengan klub. Rasa empati juga perlu dibangun sedari dini, mulai dari menemani kawan yang sedih, memuji orang lain, berbagi dengan sesama atau meluangkan waktu dengan kakek nenek.
Foto: Monkey Business/Fotolia
Anak-anak zaman sekarang…
.. lebih sedikit waktu bermain ketimbang anak-anak 20 tahun lalu. Bermain penting untuk membangun kreativitas, ketrampilan motorik, kekuatan emosional, kognisi dan ketrampilan sosial.
Foto: Anatoliy Samara - Fotolia
Olahraga vs TV
Anak-anak yang latihan fisik atau berolahraga lebih percaya diri. Mereka yang merasa baik dalam jenis sport tertentu bahkan lebih percaya diri ketimbang yang memang benar-benar ‘jago‘ di bidang itu. Studi 7 tahun atas 4000 remaja menunjukkan, anak-anak yang banyak menonton TV lebih memperlihatkan gejala depresif., dengan peningkatan 8% dari setiap jam menyaksikan TV.
Foto: Fotolia/HaywireMedia
10 foto1 | 10
Bagi guru kelas, Niklas adalah elemen pengganggu dan bereaksi dengan menghukumnya. Hingga suatu hari Niklas pingsan dan sekolah kelabakan mencari pertolongan medis.
Niklas menceritakan : "Guru di sekolah memperlakukan saya dengan buruk. Setiap hari ada catatan jelek di buku saya, misalnya: Niklas mengganggu pelajaran dan tidak bisa berkonsentrasi. Dalam buku pekerjaan rumah saya penuh coretan warna merah.".
Barulah setelah kejadian itu diketahui bahwa Niklas mengidap ADHS atau ADHD. Sebuah gangguan atensi pada otak. Anak yang mengidap ADHS sulit memfokuskan pikirannya. Niklas tenggelam dalam dunia impiannya. Bukannya mengikuti pelajaran dari guru, ia malahan berkhayal melakukan petualangan di dunia misteri. Bagi anak dengan ADHS, imajinasi lebih menarik ketimbang realita.
"Dalam pikiran, saya bisa menyemburkan api dari mulut, pokoknya segala hal yang bukan dari dunia nyata", ujar Niklas.
Terapi psikologi
Professor Michael Schulte-Markwort turun tangan menangani kasus Niklas. Ahli psikologi anak dan remajka ini berusaha meneropong ke dalam kepala pasiennya.
"Dari visi pengidap ADHS, dunia ini amat menegangkan dan penuh rangsangan menarik", kata prof Schulte-Markwort . Mereka mencermatinya, tapi ibaratnya melompat dari satu kembang api ke yang lainnya, dan tidak bisa menyelesaikan tugasnya dengan tenang hingga tuntas.
Harus diakui ADHS bukan hanya beban bagi anak yang mengidapnya. Orang tua dan guru sering kewalahan menghadapi kelakuan anak yang tidak bisa tenang. Kini para ahli sudah menemukan terapinya.
"Langkah pertama penanganan tepat ADHS adalah memberi penyuluhan. Orang tua tidak bersalah, juga guru tidak salah, jika tidak mampu menangani siswanya. Yang penting, mengarahkan dan menstruktur kegiatan harian anak", papar Prof. Schulte-Markwort
Dengan aktivitas waktu luang, seperti olahraga, Niklas bisa melepas energi yang berlebihan. Dengan bergerak di luar, membantunya bisa duduk tenang di kelas. Terapi yang tepat membantunya melepas semua pikiran khayal dalam kepala, agar ia bisa berkonsentrasi pada satu latihan atau tugas individual. Pengobatan dan pindah sekolah, memberi kontribusi pada Niklas untuk menghadapi keseharian lebih efektif.
Inilah 7 Pemicu Depresi Pada Anak-anak
Makin banyak anak-anak derita depresi yang berujung pada kasus bunuh diri. Waspadai penyebab dan pemicu depresi berikut ini.
Foto: Fotolia/Nicole Effinger
Stres
Anak jaman sekarang banyak dikelilingi faktor pemicu stress. Tuntutan berprestasi di sekolah atau dalam klub olahraga, PR bertumpuk, serta tekanan lingkungan. Stres melemahkan hampir semua sistem biologi dalam tubuh. Kortisol dalam tubuh diproduksi terus, hingga anak mudah mengalami perubahan emosi secara dramatis hingga depresi. Hindari faktor stres dengan melakukan kegiatan secara rasional.
Foto: picture-alliance/blickwinkel
Broken Homes
Goncangan dalam keluarga seperti perceraian, atau orang tua yang cekcok terus menerus, mempengaruhi secara signifikan perilaku dan psikologi anak. Hasil riset yang dipublikasikan dalam Journal of Marriage and Family menunjukkan, anak-anak dari keluarga yang pecah akibat perceraian, memiliki risiko lebih tinggi untuk mengembangkan depresi dan perasaan tertekan dibanding anak dari keluarga utuh.
Foto: goodluz - Fotolia
Porsi Bermain Kurang
Bermain merupakan kebutuhan penting bagi anak-anak. Dengan bermain otak punya kesempatan berkembang dan belajar. Anak juga belajar memecahkan masalah, mengontrol sendiri kehidupannya, mengembangkan kompetensi serta mengeksplorasi minat. Pakar gangguan mental pada anak Peter Gray, PhD menyebut, kurang bermain secara aktif membuat anak tak mampu pecahkan masalah dan tidak kompeten.
Foto: picture-alliance/dpa/R. Schlesinger
Kecanduan Game Elektronik
Anak-anak yang bermain game elektronik di depan layar computer, tablet atau smartphone lebih dari lima jam sehari, menurut riset yang dilansir dalam American Journal of Industrial Medicine menunjukkan kecenderungan lebih mudah depresi dan mengalami masalah emosional. Main game lebih 20 jam seminggu, menyusutkan sel otak yang berkorelasi pada kapasitas untuk mengembangkan empati dan persahabatan.
Foto: dpa
Kebanyakan Konsumsi Gula
Di zaman modern ini konsumsi gula, berupa kue-kue, manisan dan minuman berkarbonasi, amat tinggi di kalangan anak-anak. Peneliti psikiatri Inggris Malcolm Peet membuat analisa yang menunjukan tingginya konsumsi gula berkorelasi erat dengan maraknya kasus depresi dan skizoprenia. Gula juga menekan aktivitas hormon pertumbuhan di otak. Pada penderita depresi dan skizoprenia, level hormon ini rendah.
Foto: Colourbox
Menggunakan Antibiotika
Obat-obatan antibiotika merusak keseimbangan flora dan bakteri usus yang berperan penting menjaga kesehatan mental. Laporan peneliti di McMaster University yang melakukan riset dengan tikus yang diberi antibiotika dalam jangka panjang, menunjukkan hewan ini menjadi lebih mudah cemas dan bagian otaknya yang mempengaruhi emosi serta perasaan juga mengalami gangguan.
Foto: picture-alliance/dpa/F. May
Terpapar Racun
Racun kini cemari lingkungan di mana-mana. Mulai dari pestisida untuk tanaman, bahan pembersih, unsur pengawet, cemaran logam berat pada bahan makanan hingga cemaran dari emisi kendaraan. Dalam bukunya: The UltraMind Solution, Mark Hyman, MD merinci simptoma dari dampak paparan racun, antara lain depresi dan gelisah tanpa sebab. Solusinya, lakukan detoksifikasi untuk menghilangkan gejala depresi.