Apakah Saya Orang yang Narsistik?
10 Maret 2020"Ketika saya masuk ke sebuah ruangan, saya sering merasa semua pandangan orang tertuju pada saya."
Untuk tes ini, saya bisa mempunyai pilihan jawaban "Ya" atau "Tidak." Saya mengklik 22 pertanyaan dan pernyataan lainnya sebelum hasil akhirnya ditampilkan: Wow! Saya tidak memiliki gangguan kepribadian narsistik.
Tapi ini hanya sebuah tes online pribadi yang saya cari di laman mesin pencari Google dan tentu saja itu tidak bisa disamakan dengan hasil diagnosa pakar. Jadi saya bertanya kepada psikolog dan psikoterapis Aline Vater bagaimana saya bisa tahu apakah saya seorang narsisistik atau bukan.
Vater menggunakan sistem klasifikasi dari American Psychiatric Association (APA), yang disebut DSM-5, yang mencantumkan sembilan kriteria, di mana seseorang baru dapat disebut mengalami gangguan kepribadian narsistik jika memiliki minimal lima kriteria tersebut.
Untuk mengilustrasikan beberapa kriteria tersebut, anggap saja saya adalah penderita gangguan kepribadian narsistik. Kondisi rapat editorial pagi di kantor saya akan tampak seperti berikut:
Semua mata tertuju pada saya
Semua orang menatap saya begitu saya berjalan ke dalam ruangan. Setidaknya, saya yakin mereka melakukannya. Karena saya tidak hanya cantik tetapi juga sangat pintar, dan rapat tidak akan berarti tanpa masukan maupun pendapat saya.
Sementara yang lain berbicara, saya menikmati fantasi megalomaniak saya. Saya membayangkan diri saya sebagai kepala departemen editorial ini, kepala departemen termuda yang pernah ada! Saya membayangkan rekan-rekan saya mengagumi saya dan mereka berpikir tidak pernah memiliki atasan yang lebih baik dan sensasional daripada saya.
Dengan perasaan, kekuatan, kecantikan, dan fantasi kesuksesan yang saya miliki, setidaknya saya telah memenuhi dua kriteria sebagai penderita gangguan kepribadian narsistik. Namun, rapat masih belum usai.
Jangan pernah berani mengkritik saya
"Karakteristik dari gangguan kepribadian narsisistik bukan hanya terlihat dari pendapat narsistik yang sangat tinggi tentang diri mereka sendiri," kata Aline Vater, "tetapi juga mudah terpengaruh."
Sekarang giliran saya untuk berbicara dalam rapat, dan saya memberi tahu rekan kerja saya tentang ide fantastis saya untuk artikel selanjutnya. Saya yakin saya akan mendapat tepuk tangan meriah. Namun sayangnya, mereka memilih ide yang bisasa-biasa saja. Ini saja sudah cukup untuk membuat saya merasa sangat malu.
Usulan saya dibahas singkat, dikritik, dan kemudian ditolak. Saya merasa sangat kecewa.
Di sini, di tempat kerja, saya menyembunyikan perasaan malu saya di balik wajah arogan. Rekan-rekan kerja saya mungkin tidak dapat menyadarinya. Saya tidak pergi makan siang dengan mereka, harus diakui karena tidak ada yang mengajak juga.
Kesepian tanpa empati
Kemarahan dan kekecewaan atas penolakan yang saya terima belum hilang pada saat saya tiba di rumah. Pasangan saya di rumah tentu saja harus menyadari bahwa saya baru saja melalui hari yang buruk dan membutuhkan perhatian penuh kasih sayang.
Namun, kedua kalinya saya dibuat sangat kecewa. Pasangan saya pun tidak menyadari jika saya baru saja melalui hari yang buruk.
"Orang dengan gangguan kepribadian narsistik yang parah selalu terlibat konflik dengan orang lain," jelas Vater. Tidak hanya dengan rekan kerja, namun hubungan dengan pasangan tidak langgeng, dan jalinan persahabatan cenderung agak tidak stabil.
Ini karena hubungan dekat dengan orang lain membutuhkan rasa empati. "Narsistik menunjukkan kurangnya empati. Mereka bisa tahu ketika orang lain sedih, tetapi mereka tidak bisa benar-benar berempati," kata Vater. "Jika Anda adalah seseorang yang berulang kali memiliki masalah dengan orang lain, tentu baik untuk mencari konseling psikologis dari seseorang yang berpengalaman dengan narsisme."
Narsisme jarang datang sendiri
Konflik yang terus-menerus tidak hanya mengganggu bagi orang-orang di sekeliling saya, namun juga menggerogoti saya. Perasaan kesepian, salah paham, dan tidak dicintai membuat saya merasa tertekan.
"Seringkali, narsistik datang untuk mengatasi masalah lain," kata Vater. Depresi atau kecanduan obat-obatan, misalnya. Psikolog menyebutnya dengan "komorbiditas" yakni penyakit penyerta.
Untuk dapat mengetahui seseorang mengalami gangguan kepribadian narsisitik, diagnosa bisa dilakukan dengan cara wawancara beberapa jam, yang biasanya berlangsung beberapa minggu. "Untuk diagnosis, sangat membantu jika bertanya kepada orang terdekatnya yang mengenalnya dengan baik," tambah Vater.
Kenali polanya
Namun, bila saya mendatangi Aline Vater dengan perasaan bahwa saya adalah seorang narsistik, mungkin dia tidak dapat menyembuhkan saya. ‘‘Menurut definisi, gangguan kepribadian adalah pola yang berakar pada masa kanak-kanak dan berlangsung stabil selama masa hidup,‘‘ jelasnya.
Vater mengatakan ini bukan tentang penyembuhan, tetapi tentang memahami mengapa pola ini berkembang dan menciptakan semacam ‘‘instruksi manual‘‘ terhadap diri sendiri, yang memungkinkan seseorang mengatasi gangguan tersebut.
Ia juga mengatakan ada dua faktor yang menyebabkan orang narsistik, yakni antara ia dipuja atau direndahkan oleh orang tuanya saat kecil
"Dalam kedua kasus ini, kebutuhan anak tidak terpenuhi," jelasnya. Maka sifat narsistik berkembang untuk menyembunyikan rasa kecewa akibat kebutuhan yang terabaikan.
Misalnya, saya duduk di kantor setelah menjalani perawatan terapi. Maka mungkin saya memiliki keinginan besar untuk dikagumi dan dihargai. Saya juga mungkin akan cepat tersinggung dan merasa kesal jika keinginan saya tidak terpenuhi.
Tetapi daripada saya menyalahkan orang lain atas keterpurukan diri, saya akan dapat melihat pola yang mendasari perasaan ini. Hal ini akan memungkinkan saya untuk secara bertahap mengubah perilaku saya terhadap orang lain, menahan amarah, mengurangi harapan tinggi, menambah empati. Mungkin saya tidak akan sendirian lagi. (rap,pkp/vlz)