1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikCina

Kenapa Kesepakatan Cina dan Kep. Solomon Dianggap Berbahaya?

8 April 2022

Perjanjian keamanan antara Cina dengan Kep. Solomon memberi akses bagi kapal perang Cina untuk berlayar ke selatan Pasifik. Perjanjian itu menegaskan ambisi maritim Cina memperluas pengaruhnya hingga Samudera Atlantik.

Latihan militer angkatan laut Cina, Rusia dan Iran di Samudera Hindia
Latihan militer angkatan laut Cina, Rusia dan Iran di Samudera HindiaFoto: Iranian Army/AFP

Peringatan antara lain datang dari Presiden Mikronesia David Panuelo yang mewanti-wanti Perdana Menteri Kep. Solomon Manasseh Sogavare tentang kerusakan yang tercipta ketika negara-negara kepulauan Pasifik terseret menjadi medan tempur Perang Dunia II.

"Saya yakin tidak seroang pun ingin melihat kembalinya konflik sebesar itu, terutama tidak di halaman rumah kita sendiri,” tulisnya dalam sebuah surat.

Kegentingan merajalela di barat daya Pasifik setelah pemerintah di Honiara merangkai kesepakatan dengan Cina. Menurut naskah yang bocor ke media, perjanjian itu membuka pelabuhan di Kep. Solomon bagi kapal perang Tiongkok untuk mendapat "suplai logistik,” serta memungkinkan pemerintah mendatangkan aparat keamanan Cina jika terjadi kerusuhan sosial.

Kep. Solomon giat mendekat ke Cina sejak memutus hubungannya dengan Taiwan pada 2019 silam. Buntutnya, Februari lalu Amerika Serikat mengumumkan akan kembali membuka kedutaan di Honiara yang ditutup sejak 1993. Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken menyatakan pentingnya memperkuat hubungan dengan Kep. Solomon sebelum Cina bisa menjalin "ikatan kuat” di Honiara.

Keberadaan militer Cina di negeri kepulauan itu dianggap mengkhawatirkan, lantaran jaraknya yang dekat dengan Australia, Selandia Baru, dan pangkalan militer raksasa AS di Guam.

Letak geografis negara-negara kepulauan Pasifik dianggap strategis untuk mengakses wilayah selatan Samudera Pasifik

Namun begitu, Kementerian Luar Negeri Cina menegaskan kesepakatan dengan Kep.Solomon "tidak menitikberatkan pada militer,” tetapi kepada perlindungan warga dan properti dalam skenario kerusuhan massal.

Ekspansi maritim

Euan Graham, peneliti senior di International Institute for Strategic Studies di Singapura, mengatakan Cina sudah berusaha mengakses pelabuhan di Kepulauan Pasifik sejak lima tahun, seiring ambisinya di selatan Pasifik.

"Jika mereka ingin mengakses Samudera Pasifik, mereka harus membangun kapabilitas logistik untuk menopang misi militer di sana,” kata dia. "Kita tidak berbicara tentang rencana perang, melainkan memperluas keberadaan militer dan pengaruhnya.”

Berbeda dengan pangkalan militer di Djibouti, di mana Cina ingin melindungi kepentingan komersilnya, Graham meyakini Kep. Solomon akan memainkan peranan yang lebih kecil.

"Dampaknya halus,” kata dia. "Cina selama ini berhasil mengalahkan Amerika Serikat dan Australia dalam kompetisi memperluas pengaruh, bukan kompetisi militer,” tukasnya lagi.

Pangkalan militer Cina di Djibouti dibuka pada tahun 2017 silam. Fasilitas itu terutama digunakan untuk menopang operasi angkatan laut menumpas pembajakan di Teluk Aden. Di sana, Cina juga membangun lapangan udara sepanjang 400 meter dan asrama untuk 2.000 tentara. 

Pemerintah di Beijing juga berhasil melobi Kamboja untuk mengizinkan pembangunan pangkalan militer. Kesepakatan dilaporkan dibuat secara diam-diam oleh Presiden Hun Sen pada 2019 silam. 

Sejak itu, perusahaan Cina terlibat memperdalam Pangkalan Laut Ream, untuk bisa dilabuhi kapal berbobot jauh lebih besar ketimbang yang saat ini dimiliki angkatan laut Kamboja. Cina juga sedang membangun markas angkatan laut baru untuk menggantikan gedung lama yang dibangun AS. 

Adapun di Pakistan, Cina juga membiayai koridor ekonomi yang berujung di pelabuhan Gwadar. Sementara Sri Lanka terpaksa menyerahkan pengelolaan pelabuhan Hambantota kepada Cina setelah gagal membayar utang.

Jet Siluman Cina J-20 Mulai Dioperasikan untuk Kombat

00:48

This browser does not support the video element.

Kep. Solomon dalam bidikan

Akses terhadap Kepulauan Solomon memungkinkan Cina mengintervensi operasi armada Pasifik Amerika Serikat. Hal ini bisa menjadi krusial jika terjadi perang seputar Taiwan atau di Laut Cina Selatan.

Letnan Jendral Greg Bilton, Kepala Operasi Gabungan Australia, menilai kemampuan angkatan laut Cina beroperasi di barat daya Pasifik "mengubah kalkulasi” keamanan.

"Sekarang mereka berjarak sangat dekat dari dataran Australia, tentu saja hal ini akan mengubah pendekatan kami dalam merencanakan operasi harian, terutama di udara dan laut,” kata dia.

Perjanjian dengan Kep. Solomon tidak serta merta memungkinkan militer Cina untuk menempatkan kapal perangnya secara permanen, kata Jonathan Pryke, Direktur Kepulauan Pasifik di Lowy Institute, sebuah lembaga wadah pemikir di Australia. 

Menurutnya dibutuhkan kesediaan yang jauh lebih besar dari Kep. Solomon untuk membiarkan Cina membangun pangkalan militer. "Saya tidak yakin perjanjian ini akan mengubah realita di lapangan,” kata dia.

Namun begitu, aliansi baru itu menguntungkan posisi Cina, terutama dalam konflik dengan AS dan Australia. 

Beijing saat ini juga sedang melobi Guinea Khatulistiwa untuk mengizinkan pembangunan pangkalan militer. Jika berhasil, Beijing untuk pertamakalinya memiliki akses tetap menuju Samudera Atlantik, dan berhadapan secara langsung dengan Amerika Serikat.

"Cina menyabet peluang untuk memperluas pengaruhnya, ketika AS dan negara barat lain melupakan negara-negara kepulauan Pasifik,” kata Elizabeth Wishnick, pakar Cina di Montclaire State University, New Jersey, AS.

rzn/yf (AP)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait