1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kenapa Era Penerbangan Murah di Eropa Berakhir?

23 Juni 2023

Lonjakan harga bahan bakar dan ketatnya regulasi emisi mencuatkan ongkos perjalanan domestik di Eropa. DW mengkaji faktor-faktor di balik kenaikan harga tiket pesawat.

Maskapai Eurowings
Maskapai penerbangan murah Jerman, EurowingsFoto: Micha Korb/picture alliance

Era penerbangan murah di Eropa boleh jadi sudah berakhir. Hingga kini, belum ada tanda akan turunnya harga tiket pesawat seperti sebelum pandemi. Dugaan itu sudah sesuai dengan data statistik yang dirilis Biro Statistik Federal Jerman.

Menurut laporan tersebut, harga rata-rata tiket penerbangan internasional pada April 2023 tercatat 33,4 persen lebih tinggi ketimbang pada tahun lalu.

"Seperti juga kenaikan biaya hidup, yang digerakkan oleh harga bahan bakar dan energi, biaya operasi untuk maskapai, pengelola bandar udara, penyedia jasa perawatan teknis, dan layanan penerbangan juga meningkat,” kata pakar penerbangan Jerman, Cord Schellenberg. 

Ditambah lagi, jumlah penumpang yang tinggi tidak sesuai dengan kapasitas angkutan yang tidak banyak bertambah sejak 2019, kata dia. "Jadi, permintaan tinggi bertemu dengan penawaran yang rendah.”

Menurut Asosiasi Penerbangan Jerman (BDL), kepadatan lalu lintas udara di Jerman pada 2022 lalu hanya mencapai 70 persen dibandingkan tahun 2019. "Artinya, pemulihan di Jerman berlangsung lebih lambat dibandingkan di negara Eropa lain, di mana pada 2022, mencatatkan kepadatan sebesar 84 persen,” tulis BDL dalam laporan teranyarnya.

Terbang Hanya dengan Energi Angin dan Surya

04:12

This browser does not support the video element.

Penambahan kapasitas turunkan harga tiket

Christoph Bützel, Guru Besar Manajemen Lalu Lintas Udara di Universitas Bad Honnef, Jerman, memperkirakan harga akan menurun, setidaknya untuk jangka pendek. "Tahun depan, ongkosnya kemungkinan besar akan turun lagi,” kata dia.

Menurut Brützel, penurunan harga tiket didorong oleh penambahan kapasitas oleh maskapai.

Meski begitu, pengamat meyakini tren tersebut tidak akan mengembalikan harga tiket seperti di masa lalu. Ryanair misalnya menyatakan kepada BBC, rata-rata harga tiket di maskapainya akan meningkat dari USD43 menjadi USD57 dalam beberapa tahun ke depan.

Menurut CEO Ryanair, Michael O'Leary, kenaikan disebabkan harga bahan bakar yang tinggi. Klaimnya itu dibenarkan Harald Zeiss, Guru Besar Ekowisata di Universitas Harz, Jerman. "Energi fosil akan menjadi sangat mahal di masa depan,” kata dia. 

Fasilitas Penitipan Pesawat Terbang di Spanyol

04:24

This browser does not support the video element.

"Jika Anda bergantung pada kerosin, Anda tidak punya pilihan selain memindahkan bebannya kepada konsumen.”

Harga yang tinggi bisa dibenarkan jika menghitung kerusakan lingkungan yang disebabkan energi fosil. "Satu ton CO2 menciptakan kerusakan lingkungan senilai USD195,” kata Werner Reh, juru bicara LSM lingkungan, BUND. "Ongkos lingkungan dari penerbangan memang sudah sewajarnya tercermin pada harga tiket.”

Kenaikan harga berkat energi berkelanjutan

Di masa depan, tingginya konsumsi bahan bakar berkelanjutan (SAF) diyakini akan turut mencuatkan ongkos penerbangan. Regulasi Uni Eropa misalnya mewajibkan maskapai menggunakan lebih banyak bahan bakar berkelanjutan, demi memangkas emisi sebesar 55 persen pada 2030.

Bagi maskapai, perubahan itu menaikkan ongkos energi sebanyak 16 persen per ton bahan bakar, dibandingkan dengan kerosin, tulis lembaga konsultan Pricewaterhouse Coopers di Jerman. "Penumpang yang ingin terbang dengan lebih berkelanjutan harus mau membayar lebih besar,” kata Jan Wille, salah seorang penulis riset.

Dalam sebuah studi lain, ilmuwan menghitung, beban menghapus emisi gas rumah kaca dari industri penerbangan Eropa pada 2050 akan membutuhkan biaya sebesar USD897 miliar. Hal ini, sebagai konsekuensinya, akan pula tercermin pada harga tiket pesawat.

(rzn/ha)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait

Topik terkait

Tampilkan liputan lainnya