Reaksi atas kasus dugaan prostitusi online yang melibatkan seorang artis sinetron disayangkan oleh aktivis hak perempuan. Korban cendrung disudutkan sebagai "obyek seksual" tanpa asas praduga tak bersalah.
Iklan
Perkembangan kasus dugaan prostitusi online yang menyeret nama seorang artis papan atas Indonesia membuat aktivis perempuan meradang. Antara lain polisi dinilai tidak peka terhadap isu perempuan ketika membeberkan nama korban. "Mereka tidak punya perspektif dalam menangani kasus-kasus terkait perempuan," kata aktivis hak perempuan Tunggal Pawestri.
"Kalau melihat bagaimana polisi merespons kasus ini dan bagaimana masyarakat membuat vonis, ini membuat kita repot meyakinkan teman-teman perempuan yang menjadi korban sesungguhnya dari kasus kekerasan untuk berbicara," pungkasnya saat dihubungi Deutsche Welle (DW).
Menyusul penggerebekan di Surabaya, Kepolisian Daerah pada Sabtu (5/1) menyebutkan nama sosok yang ditangkap, "Itu Vanessa Angel yang ditangkap prostitusi. Itu bukan dari saya, tapi dari Wadir Ditreskrimsus Polda Jatim AKBP Arman Asmara," kata Kombes Pol Frans Barung kepada Kompas.com seperti dilansir Tribunnews.
Pada kesempatan lain Arman Asmara buru-buru menambahkan bahwa para artis yang diduga terlibat dalam jaring prostitusi adalah "korban."
Namun apa lacur, bocoran dari kepolisian sontak disambut pemberitaan media dan beragam reaksi warganet di media-media sosial. Akun Instagram milik korban dibanjiri komentar pedas. Tagar #MenjemputRezeki2019 yang sempat menguasai linimasa Twitter pada Senin (7/1) pagi ramai dipenuhi komentar yang menyindir status Instagram korban, yakni "menjemput rezeki" yang diunggah pada hari ketika dia ditangkap.
Tidak sedikit pula yang mengolok-olok 'banderol' seharga Rp. 80 juta yang diungkap oleh kepolisian. Situasi ini dinilai berpotensi merugikan upaya advokasi hak perempuan, terutama korban kekerasan seksual dan perdagangan manusia.
"Ini seolah-olah beban untuk menjaga moralitas itu hanya ditumpukkan pada perempuan. Akibatnya dalam kasus semacam ini biasanya perempuan yang dijadikan 'obyek serangan,'" kata Tunggal saat dihubungi DW. "Mereka tidak punya perspektif lain, selain bahwa perempuan adalah obyek seks."
Hal serupa diungkapkan Ketua Subkomisi Pengembangan Sistem Pemulihan Komnas Perempuan, Indri Suparno. Menurutnya dalam kasus ini perempuan lagi-lagi dijadikan "sasaran pelampiasan" oleh penduduk. Terutama media dinilai seharusnya bisa berperan dalam mengedukasi masyarakat terkait kasus hukum yang melibatkan perempuan.
Wajib Militer: Mimpi Buruk Transgender di Thailand
Dalam antrian perekrutan pria yang harus ikut wajib militer di Thailand selalu tampak sosok-sosok feminin. Mereka dari kelompok transgender yang tetap harus ikut wamil jika tak punya surat pembebasan.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Wajib milter semua pria di atas 21 tahun
Semua pria di Thailand yang telah berusia 21 tahun, diharuskan ikut wajib militer. Para transgender juga tak terkecuali. Thailand tak memperbolehkan warganya mengganti identitas jenis kelamin di kartu tanda penduduk, transgender yang tercatat lahir sebagai laki-laki tetap diwajibkan ikut wajib militer.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Mereka yang disebut 'kathoey'
Data Univesitas Hong Kong yang dikutip PRI menulis 1 dari 165 pria di Thailand menjadi transgender. Beberapa tahun silam, militer Thailand menganggap transgender mengalami gangguan kejiwaan. Namun setelah proses hukum di pengadilan, kini militer anggap tubuh mereka tidak konsisten dengan jenis kelamin mereka saat lahir. Kaum transgender bisa meminta surat pembebasan wamil.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Sertifikat bebas wamil
Pengecualian dari wajib militer ini hanya bisa diperoleh transgender yang sudah memiliki sertifikat pembebasan wajib militer yang diurus melalui proses hukum. Masalahnya tidak semua transgender memiliki surat pembebasan tersebut. Para aktivis hak asasi manusia terus berjuang agar transgender memperoleh pengakuan dari negara.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Tetap wajib hadir
Meski punya sertifikat pembebasan dari wajib militer, kaum transgender tetap harus datang di hari penyaringan wajib militer dan menunjukan surat pembebasan itu. Barulah para petugas percaya dan mereka tak harus ikut dalam penyaringan wamil. Sementara yang tak punya surat itu, tetap harus ikut dalam proses penyaringan.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Bersama-sama dengan pria
Penentuan wajib militer biasanya diadakan tiap bulan April. Karena banyaknya transgender di Thailand, sudah biasa terlihat para transgender yang tak punya surat pembebasan, berada di jejeran para pria yang antri dalam pemeriksaan kesehatan untuk ikut wajib militer. Sejumlah trangender mengaku sangat stres dengan kewajiban tersebut.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Pemeriksaan kesehatan
Banyak kaum transgender yang panik dalam penyaringan itu, antara lain karena dalam pemeriksaan kesehatan, pakaian mereka harus dilucuti. Seorang dokter akan membawa mereka ke ruangan tertutup atau di balik dinding. Dokter akan melihat apakah kaum transgender itu mengalami banyak perubahan fisik atau tidak.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Dipilih lewat lotre
Pendaftaran wajib militer di Thailand dilakukan dengan sistem undian. Di dalam guci tertutup mereka harus mengambil kartu. Ada dua jenis kartu di dalamnya. Kartu merah dan kartu hitam. Jika mendapat kartu merah, artinya mereka langsung langsung diproses untuk ikut wamil, sedangkan jika mendapat kartu hitam, mereka tak harus ikut wajib militer di tahun itu.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Dua tahun jalani tugas militer
Setiap tahunnya jumlah pria yang ikut wajib militer di Thailand sekitar 100 ribu orang. Mereka menjalani wajib milter selama dua tahun. Setelahnya, warga bisa kembali menjalani kehidupan biasa. Seorang warga dalam foto ini histeris, ketika berhasil lolos tidak harus menjalani wamil tahun ini.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Perjuangan mendapatkan pengakuan
Kanphitcha Sungsuk memegang foto masa kecilnya. Para pegiat HAM di Thailand terus berusaha agar transgender mendapatkan pengakuan resmi dari pemerintah. Jika perjuangan mereka berhasil, maka negara gajah putih itu akan mengikuti jejak India, yang 2014 telah memberi pengakuan pada jenis kelamin ketiga.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Hentikan diskriminasi !
Ronnapoom Samakkeekarom pegiat HAM Transgender Alliance for Human Rights menyerukan semua pihak agar berhenti memperlakukan transgender sebagai bahan lelucon, termasuk saat mereka antri wamil. Menurutnya para trangender ini merasa tertekan karena kerap didiskriminasi, dilecehkan dan mengalami tindak kekerasan. Ed: ap/as(bbg sumber)
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
10 foto1 | 10
"Kami sayangkan karena posisi kasusnya sendiri sebenarnya belum jelas, tetapi informasi dan pemberitaannya sudah sangat menyudutkan korban," kata dia kepada DW.
Namun demikian anggota Dewan Pers membantah media mendorong perisakan lantaran menyebut nama korban. Kepada Wartakota, Hendry Ch Bangun menilai Vanessa Angel "bukan korban kejahatan" karena absennya unsur "pemaksaan." Sebab itu korban dalam hal ini tidak dilindungi oleh Kode Etik Jurnalisme, klaimnya.
Sebaliknya buat Indri, reaksi masyarakat terhadap pemberitaan kasus dugaan prostitusi online ini "memperkuat pandangan misoginis masyarakat terhadap perempuan. Ketika peristiwa prostitusi atau kekerasan seksual, itu tidak dilihat sebagai kasus di mana perempuan mengalami ketidakadilan akibat relasi kekuasaan yang tidak setara," imbuhnya. "Jadi kalau kasus prostitusi, terutama kelas atas, perempuan yang harus paling disalahkan."
Indri menambahkan perkembangan kasus dugaan prostitusi online oleh artis ini berpotensi menciptakan ketidakadilan baru. "Kami sangat perihatin terhadap kondisi korban. Dia bisa jadi mengalami trauma atau kehilangan sumber penghidupan yang lain. Sementara mungkin saja yang dia lakukan tidak sebesar pemberitaan yang muncul."