1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiGlobal

Kenapa Negara Berkembang Waspadai Menguatnya Dolar AS?

Uwe Hessler
18 April 2024

Negara-negara berkembang sibuk mengintervensi lonjakan nilai tukar dolar AS. Penguatan mata uang global itu dikhawatirkan bisa memicu inflasi dan menghambat pertumbuhan ekonomi. Kenapa demikian?

Mata uang dolar AS
Mata uang dolar ASFoto: La Nacion/ZUMA/picture alliance

Menguatnya nilai tukar dolar AS memicu kekhawatiran tidak hanya di negara-negara berkembang. tapi juga di negara industri maju.

Hampir semua mata uang milik kelompok perekonomian terbesar di dunia, G20, mengalami depresiasi terhadap dolar. Mata uang lira Turki, misalnya, anjlok sebanyak 8,8 persen sejak awal tahun. Penyusutan juga dialami mata uang yen Jepang sebanyak 8 persen dan won Korea Selatan anjlok sebesar 5,5 persen.

Menguatnya USD juga berdampak terhadap dolar Australia, dolar Kanada, dan mata uang euro yang masing-masing melemah sebesar 4,4 persen, 3,3 dan 2,8 persen.

Kenapa dolar AS menguat?

Faktor utama di balik penguatan dolar adalah redanya kekhawatiran bahwa Federal Reserve AS akan segera menurunkan suku bunga. Indeks harga konsumen, CPI, di AS yang dirilis pada Rabu (10/4) lalu tercatat naik lebih dari ekspektasi pasar. Artinya, angka inflasi AS kemungkinan akan kembali merangkak ke atas.

Alhasil, pialang saham tidak lagi bertaruh pada penurunan suku bunga The Fed, yang akan mendorong kenaikan nilai tukar dolar. Tren ini tercermin pada lonjakan sebesar 4 persen pada Bloomberg Dollar Spot Index, yang melacak pergerakan nilai tukar USD terhadap sejumlah mata uang utama.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Selain itu, meningkatnya ketegangan di Timur Tengah setelah serangan Iran terhadap Israel ikut mendorong penguatan mata uang AS, karena dianggap kebal krisis.

Faktor ini ditambah dengan membaiknya indikator perekonomian AS, mulai dari pertumbuhan lapangan kerja atau penjualan ritel yang melampaui ekspektasi.

Terlebih, meskipun beberapa negara berkembang masih menawarkan bunga obligasi yang lebih tinggi dibandingkan obligasi AS, kesenjangannya semakin mengecil.

Pada awal tahun lalu, tingkat suku bunga di Brasil sebesar 13,75 persen, di Chili sebesar 11,25 persen dan di Hongaria sebesar 13 persen. Sejak itu, ketiga negara memangkas suku bunga acuannya, sehingga memperkecil keuntungan bagi calon investor.

Can anything challenge the US dollar's reign?

21:08

This browser does not support the video element.

Ancaman bagi negara berkembang

Perkembangan ini ikut merepotkan negara berkembang karena meningkatkan beban bunga yang harus dibayarkan dengan mata uang dolar AS.

Menurut Dana Moneter Internasional, IMF, kenaikan nilai tukar dolar sebesar 10 persen akan menekan produk domestik bruto, PDB, riil di negara-negara berkembang sebesar 1,9 persen setelah satu tahun. Dampak buruk terhadap perekonomian diperkirakan akan berlangsung selama lebih dari dua tahun.

Pada 2022 ketika terakhir kali nilai tukar dolar melonjak tinggi, Sri Lanka nyaris bangkrut dan kehabisan valuta asing seiring depresiasi terhadap rupee. Negara-negara berkembang lain berupaya mencegah depresiasi mata uang dengan menaikkan suku bunga acuan.

Pada awal tahun 2024, keyakinan pasar menguat bahwa suku bunga AS akan diturunkan pada akhir tahun dan nilai tukar dolar akan terkoreksi secara alami.

Modus krisis di negara berkembang

Pada 1 April lalu, Bank sentral Brasil melakukan intervensi di pasar valuta asing dalam rangka menjaga stabilitas nilai tukar. Intervensi Bank Sentral itu untuk pertama kalinya dilakukan sejak Presiden Luiz Inacio Lula da Silva menjabat awal tahun lalu.

Argentina's Milei backtracks on peso switch

03:11

This browser does not support the video element.

Adapun Bank Indonesia (BI) mengambil langkah serupa demi menopang nilai tukar rupiah, yang anjlok ke titik terendah dalam empat tahun terakhir. Saat ini nilai tukar rupiah beriksar di Rp16.000 yang dianggap krusial bagi ekonomi.

Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengatakan kepada wartawan, Selasa (16/4), bahwa pihaknya "selalu memantau kondisi pasar dan akan memastikan mata uang tetap stabil," kata dia usai dipanggil menghadap Presiden Joko Widodo di Istana Negara.

Kota Hirayama, analis SMBC Nikko Securities, mengatakan "risiko meningkatnya inflasi kembali mencuat di negara-negara berkembang," karena depresiasi nilai tukar mata uang dan kenaikan harga minyak.

"Negara-negara ini sepertinya tidak akan menaikkan suku bunga. Karena ketimbang merespons dengan kebijakan moneter, mereka cenderung merespons sementara depresiasi mata uang dengan program intervensi untuk mengulur waktu," katanya dalam sebuah catatan kepada investor.

Otoritas keuangan di negara berkembang, seperti Bank Indonesia, harus menggunakan cadangan devisa untuk membeli mata uang dan menopang nilai tukar. Akibat depresiasi, Bank sentral Malaysia mengimbau perusahaan negara untuk memulangkan keuntungan dari investasi asing dan mengkonversinya menjadi ringgit.

Kekhawatiran mengenai penguatan dolar tidak hanya terbatas pada negara-negara berkembang. Jepang dan negara-negara maju lainnya juga sedang berusaha mencegah depresiasi mata uang nasional. Dalam pertemuan menteri keuangan dan gubernur bank sentral G20 minggu ini di Washington DC, Menkeu Jepang Shunichi Suzuki mengindikasikan bahwa "ada kemungkinan bahwa dolar akan menjadi agenda.

rzn/as

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait