Kenapa Perang Saudara di Arab Tidak Akan Pernah Berakhir?
6 Juli 2018
Perang saudara dalam konteks Arab merujuk pada kelompok yang hidup melalui ikatan kekeluargaan atau kesukuan. Sebab itu pula, menurut Morris Ayek, cendikiawan Suriah, perang saudara di Timur Tengah tidak akan berakhir
Iklan
Dunia Arab berdetak dalam ritme perang saudara, dari Suriah hingga Irak, Libya, Yaman dan Somalia dan sebelumnya, Libanon, Sudan dan Aljazair. Perang hanya berakhir untuk kemudian kembali berkecamuk. Dan contoh paling ekstrim dari fenomena ini mungkin adalah perang saudara berkepanjangan di Libanon.
Bahkan ketenangan dan stabilitas yang terkadang tercipta lebih menyerupai perang 'dingin' saudara yang dilancarkan rejim penguasa terhadap rakyatnya sendiri. Karena stabilitas dan keamanan di dunia Arab hanyalah sisi lain kekuasaan yang mengandalkan polisi rahasia dan militer.
Konsep Arab untuk "perang saudara" merujuk pada pertalian keluarga, berbeda dengan di Inggris atau Jerman yang merujuk pada perang antara warga negara. Konsep tersebut adalah endapan dari perdebatan yang marak pada dekade 1990an seputar gagasan "masyarakat madani" sebagai perantara antara individu dan negara, dalam bentuk partai-partai politik, serikat buruh atau organisasi kemasyarakatan.
Dalam skenario Arab, entitas yang berfungsi menjembatani rakyat dan pemerintah adalah suku, klan atau institusi keagamaan, yang semuanya berhubungan dalam ikatan kekeluargaan, bukan struktur sipil atau institusi modern. Untuk alasan ini, konsep komunitas dibuat untuk membedakannya dengan fenomena masyarakat madani yang hilang atau baru seumur jagung. Perdebatan tentang masyarakat madani dan komunitas adalah semata-mata fenomena Arab.
Di sini pun, keunikan bahasa Arab - meski istilah tersebut berarti serupa dalam bahasa lain - berguna ketika memahami perang saudara Arab sebagai perang antara entitas sosial. Istilah perang saudara di bahasa Rusia, Perancis, Spanyol, Yunani dan lainnya adalah antara warga negara. Kelompok-kelompok yang mengidentifikasikan diri melalui ideologi dan institusi modern membidik kemenangan ideologi-ideologi panutannya.
Sebaliknya perang saudara Arab adalah konflik antara sanak saudara. Pasalnya kelompok sosial cendrung menjadi partisan, entah itu bersifat sektarian, kesukuan, kepartaian atau etnis. Perbedaan penting antara dua jenis konflik ini adalah bahwa perang saudara Arab tidak memiliki akhir. Di dunia non-Arab, konflik berakhir ketika salah satu ideologi terkalahkan, sementara dengan kita bangsa Arab, kemenangan tidak menutup cerita. Kaum Sunni, Syiah, Alawit dan kaum Kristen akan tetap ada, seperti juga bangsa Arab, Kurdi atau Sudan Selatan.
Sejarah Proses Perdamaian Israel-Palestina
Lima puluh tahun berlalu sejak Perang Enam Hari tahun 1967, namun sengketa antara Israel dan Palestina belum juga terpecahkan. Berikut sejarah singkat upaya menghadirkan damai di Timur Tengah.
Resolusi 242 Dewan Keamanan PBB, 1967
Resolusi Dewan Keamanan PBB 242 tanggal 22 November 1967 menyerukan pertukaran tanah untuk perdamaian. Sejak itu, banyak upaya untuk membangun perdamaian di wilayah mengacu pada Resolusi 242. Resolusi itu ditulis sesuai dengan Bab VI Piagam PBB, di mana resolusi itu bersifat rekomendasi, bukan perintah.
Foto: Getty Images/Keystone
Perjanjian Perdamaian Camp David, 1978
26 Maret 1979, foto diambil setelah Presiden Mesir Anwar Sadat, presiden Amerika Serikat Jimmy Carter dan PM Israel Menachem Begin tandatangani perjanjian perdamaian di Washington, AS. Koalisi negara-negara Arab, yang dipimpin Mesir & Suriah berjuang dalam Yom Kippur (Perang Oktober 1973). Perang ini akhirnya mengarah pada pembicaraan damai yang berlangsung 12 hari & menghasilkan dua kesepakatan
Foto: picture-alliance/AP Photo/B. Daugherty
Konferensi Madrid, 1991
Amerika Serikat dan Uni Soviet bersama-sama menyelenggarakan sebuah konferensi di ibukota Spanyol, Madrid. Konferensi di Madrid melibatkan Israel, Yordania, Lebanon, Suriah, dan Palestina. Inilah untuk pertamakalinya mereka bertemu juru runding Israel. Di sini tak banyak pencapaian ke arah perdamaian. Namun pertemuan tersebut membuahkan kerangka dasar untuk negosiasi lanjutan.
Foto: picture-alliance/dpa/J. Hollander
Perjanjian Oslo, 1993
Negosiasi di Norwegia berlangsung antara Israel dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). Inilah kesepakatan pertama antar kedua belah pihak yang disebut Perjanjian Oslo & ditandatangani di Amerika bulan September 1993. Isinya antara lain penarikan pasukan Israel dari Tepi Barat dan Gaza. Palestina mendapat kewenangan membangun sendiri otoritas pemerintahan selama masa transisi 5 tahun
Foto: picture-alliance/dpa/A. Sachs
Perjanjian Camp David, 2000
Presiden AS saat itu, Bill Clinton, mengundang Perdana Menteri Israel, Ehud Barak, dan Ketua PLO, Yasser Arafat, untuk membahas perbatasan, keamanan, pemukiman, pengungsi, dan Yerusalem. Meskipun lebih rinci daripada sebelumnya, dalam negosiasi ini tidak tercapai kesepakatan. Kegagalan untuk mencapai kesepakatan di Camp David tahun 2000 diikuti oleh pemberontakan Palestina.
Foto: picture-alliance/AP Photo/R. Edmonds
Inisiatif Perdamaian Arab, 2002
Negosiasi berikutnya di Washington, di Kairo dan Taba, Mesir. Namun, juga tanpa hasil. Kemudian, Inisiatif Perdamaian Arab diusulkan di Beirut pada Maret 2002. Inisiatif menyatakan jika Israel mencapai kesepakatan dengan Palestina tentang pembentukan negara Palestina berdasarkan garis batas 1967, maka semua negara Arab akan tandatangani perjanjian perdamaian dan hubungan diplomatik dengan Israel.
Foto: Getty Images/C. Kealy
Peta jalan damai, 2003
Dalam kerangka Kuartet Timur Tengah, AS, Uni Eropa, Rusia & PBB mengembangkan peta jalan damai. Pada bulan Juni 2003, Perdana Menteri Israel Ariel Sharon dan Pemimpin Palestina Mahmoud Abbas, menerima peta jalan damai itu, dengan persetujuan Dewan Keamanan PBB pada November. 2003. Jadwal kesepakatan akhir sejatinya bakal berlangsung tahun 2005. Sayangnya, hal itu tidak pernah terlaksana.
Foto: Getty Iamges/AFP/J. Aruri
Annapolis, 2007
2007, Presiden AS, George W. Bush jadi tuan rumah konferensi di Annapolis, Maryland, yang bertujuan meluncurkan kembali proses perdamaian. PM Israel, Ehud Olmert & Pemimpin Otoritas Palestina, Mahmoud Abbas ambil bagian dalam pembicaraan dengan pejabat puluhan negara-negara Arab. Disepakati, negosiasi lebih lanjut akan dilakukan dengan tujuan mencapai kesepakatan damai pada akhir tahun 2008.
Foto: picture-alliance/dpa/S. Thew
Washington 2010
Tahun 2010, atas upaya utusan khusus AS George Mitchell, PM Israel Benjamin Netanyahu menyetujui dan menerapkan moratorium 10 bulan untuk permukiman di wilayah yang dipersengketakan. Kemudian, Netanyahu dan Abbas setuju untuk kembali meluncurkan negosiasi langsung guna menyelesaikan semua masalah. Negosiasi dimulai di Washington pada September 2010, namun dalam beberapa minggu terjadi kebuntuan
Foto: picture-alliance/dpa/M. Milner
Siklus eskalasi dan gencatan senjata
Babak baru kekerasan pecah di dan sekitar Gaza akhir tahun 2012. Gencatan senjata dicapai antara Israel dan mereka yang berkuasa di Jalur Gaza berakhir Juni 2014. Penculikan dan pembunuhan tiga remaja Israel pada Juni 2014 mengakibatkan kekerasan baru dan akhirnya menyebabkan peluncuran operasi militer Israel, yang berakhir dengan gencatan senjata pada tanggal 26 Agustus tahun 2014.
Foto: picture-alliance/dpa
KTT Paris, 2017
Utusan dari lebih dari 70 negara berkumpul di Paris, Perancis, membahas konflik Israel -Palestina. Netanyahu mengecam diskusi itu sebagai bentuk "kecurangan". Baik perwakilan Israel maupun Palestina menghadiri pertemuan puncak. "Sebuah solusi dua negara adalah satu-satunya kemungkinan," kata Menteri Luar Negeri Perancis, Jean-Marc Ayrault, dalam acara tersebut.
Penulis: Aasim Saleem (ap/as)
Foto: Reuters/T. Samson
11 foto1 | 11
Motor Konflik Berupa Ikatan Sosial
Satu-satunya poin dalam perang saudara Arab adalah wilayah kekuasaan yang biasanya didominasi warlord yang hidup dengan mengobarkan perang sebagai sumber kemakmuran, pemaksaan dan penjarahan. Hal ini berbeda dengan perang saudara di tempat lain, di mana kedua pihak yang bertikai membidik pertumbuhan ekonomi untuk menjamin sumber daya dan kemenangan. Ironisnya, model mencari keuntungan seperti ini serupa dengan struktur perekonomian Arab.
Politisasi kelompok sosial terjadi dalam dua bentuk. Pada level yang kasatmata, dalam kasus Islam Politik misalnya, baik Syiah, Sunni atau Kristen Maronit, afiliasi sektarian dipolitisasi. Tapi juga ada fenomena samar tak terlihat, di mana rejim Suriah saat ini dan pemerintah Irak pada era Saddam Husein, belum lagi Partai Sosialis Progresif Libanon, mengusung ideologi modern, namun masih mengandalkan ikatan sosial sebagai motor penggerak.
Derita Perang di Timur Tengah
Lebih dari 2100 warga Palestina tewas dan sekitar 70 warga Israel kehilangan nyawa akibat konflik yang membara di Gaza.
Foto: Reuters
Sukacita di Gaza
Warga Gaza merayakan gencatan senjata yang disepakati oelh Israel dan Hamas. 50 hari terakhir merupakan hari-hari yang berat terutama bagi penduduk Jalur Gaza.
Foto: picture-alliance/Ibrahim Khati
Hari-hari Pertumpahan Darah
Foto: Pemakaman seorang anak berusia dua tahun yang tewas di Gaza akibat serangan udara militer Israel. Menurut PBB, selama konflik terbaru ini, serangan Israel telah menewaskan lebih dari 2100 warga Palestina, hampir 500 diantaranya adalah anak-anak.
Foto: Imago
Kehilangan Rumah
Mereka kehilangan tempat bernaung dan mencari tempat berlindung dii sebuah sekolah PBB di Gaza. Ribuan keluarga tak memiliki rumah lagi dan harus rela membagi tempat di sekolah yang penuh sesak atau tempat penampungan sementara.
Foto: Imago/Eibner Europa
Luka yang Dalam
Seorang dokter di RS Al Shifa di Gaza tengah memeriksa seorang anak kecil. Menurut piihak berwenang Palestina, lebih dari 11.000 orang terluka dan banyak diantara mereka menjadi cacat.
Foto: Imago/Xinhua
Gelap dan Kering
Instalasi listrik dan air di Gaza rusak berat. Satu bencana lain bagi penduduk Gaza ketika pasokan listrik dan air terhenti.
Foto: Reuters
Puing-puing Mematikan
Pihak Israel menyatakan telah membom 5.230 target di Jalur Gaza. PBB memperkirakan, butuh miliara-an Euro untuk membangun kembali Gaza. Dan bahaya pun mengintai dar bawah reruntuhan banyak bangunan, tempat di mana diduga ribuan bahan peledak disembunyikan.
Foto: Reuters
Lolos dari Maut
Apartemen di Ashkelon ini rusak akibar roket yang ditembbakkan Hamas. Berkat pertahanan rudal Israel, serangan roket jarang menyebabkan kerusakan atau korban jiwa.
Foto: Reuters
Duka Abadi
Duka satu keluarga seorang anak laki-laki berusia empat tahun yang tewas akibat serangan yang diluncurkan dari Gaza. Israel mengatakan, pihak Hamas menembakkan sekitar 4.600 roket ke Israel, menewaskan enam orang.
Foto: Reuters
Kehilangan Rekan
Tentara Israel meratapi kematian kawan mereka. 64 tentara Israel tewas dalam operasi militer sepanjang konflik terbaru. Pemakaman tentara Israel selalu mendapat perhatian warga.
Foto: picture-alliance/AP Photo
Jadi Sasaran
Foto: pejuang Hamas di sebuah terowongan di Gaza: menghancurkan jaringan terowongan merupakan tujuan utama Israel dalam operasi militer kali ini. Belum diketahui, seberapa sukses misi tersebut. Banyak terowongan dari Gaza mencapai wilayah Israel.
Foto: REUTERS
Sampai Tuntas
Kedua belah pihak yang bertikai meningkatkan serangan mereka menjelang gencatan senjata diberlakukan. Roket Palestina menewaskan dua warga Israel, sementara serangan udara Israel menghancurkan gedung-gedung di Gaza.
Foto: Reuters
11 foto1 | 11
Di sini kita diingatkan pada perang saudara di Afrika, di mana masing-masing suku membentuk barisan liberal, demokratis atau progresifnya sendiri.
Lantas kenapa Arab mengobarkan perang kesukuan dan bukan perang saudara? Atau kenapa identitas sipil modern gagal menggeser identitas kesukuan Arab? Adaptasi identitas sipil tidak mengecualikan kemungkinan terjadinya perang. Fenomena ini banyak terjadi di abad ke20. Tapi dilema menghadapi identitas berdasarkan ikatan kekeluargaan adalah bahwa perang saudara akan berlangsung tanpa henti.
Identitas Sipil dan Era Liberal
Dari penghujung abad ke19 hingga dekade 1940an, era liberal Arab mengalami pesatnya perkembangan dan pertumbuhan identitas sipil. Ada dua faktor yang menciptakan fenomena tersebut: pertama adalah pertumbuhan ekonomi dan kemerdekaan melalui kemunculan industri modern yang memungkinkan tumbuhnya aspek lain, termasuk identitas kelas.
Pergulatan yang muncul di dalam roda ekonomi terkristalisasi di sepanjang garis kelas dan menggeser identitas sipil. Buruh hidup dalam kondisi mengenaskan dan mereka mengidentifikasikan diri sebagai pion dalam perang melawan eksploitasi kapitalis, terlepas dari afiliasi sektariannya.
Kedua adalah sistem parlementer, kebebasan pers dan tumbuhnya kelas menengah menciptakan ruang publik yang mengadopsi bahasa bersama dan menggeser peran komintas atau kelompok sosial. Ini tidak berarti absennya kelompok sosial. Sebaliknya, mereka tetap aktif dan berakar di dalam partai-partai atau gerakan politik Arab masa itu.
Meski demikian, kemerdekaan ekonomi dan eksistensi ruang publik membuka jalan bagi terbentuknya area yang terbebas dari ikatan kekeluargaan. Terlebih kelompok-kelompok sosial harus mengembangkan citra dan bahasa yang inklusif dan tidak mengisolasinya dari kelompok lain.
Perang 1967: Yerusalem, Dulu dan Sekarang
Selama setengah abad sejak perang 1967, Yerusalem berada di jantung kontroversi seputar Palestina, pemukiman Yahudi dan pergeseran demografi. Namun kendati begitu tidak banyak yang berubah pada wajah kota abadi itu
Foto: Reuters/R. Zvulun
Masjid Al-Aqsa - 1967
Selamanya Yerusalem diperebutkan oleh kaum Muslim dan Yahudi. Uniknya perang yang berkecamuk pada 1967 hampir tidak mengusik kehidupan warga Yerusalem. Menjelang akhir pekan, penduduk muslim berkumpul di Masjid al-Aqsa untuk menunaikan ibadah Sholat Jumat. Foto ini diambil pada 23 Juni 1967, dua pekan setelah perang berakhir.
Foto: Reuters/
Masjid Al-Aqsa - 2017
Pada lokasi yang sama kehidupan umat Muslim tidak berubah, meski telah berselang separuh abad. Ribuan warga tetap berduyun-duyun menunaikan ibadah di Masjid Al-Aqsa dan berkumpul di halamanya untuk bersantai.
Foto: Reuters/A. Awad
Makam Absalom - 1967
Lembah Kidron adalah kawasan suci buat umat Yahudi dan Kristen. Selain Makam Absalom, putra Raja Daud yang memberontak, lembah ini juga menampung Taman Getsemani, di mana Yesus berdoa sebelum mengalami penyaliban.
Foto: Reuters/Moshe Pridan/Courtesy Government Press Office
Makam Absalom - 2017
Sampai saat ini warga Arab dan Yahudi masih berseteru ihwal nama lembah bersejarah ini. Dalam bahasa Ibrani lembah ini dinamai Kidron, sementara warga Arab menyebutnya Wadi al-Joz.
Foto: Reuters/R. Zvulun
Bukit Zaitun - 1967
Lini pertahanan pasukan Arab-Yordania di Bukit Zaitun yang membentengi bagian timur Yerusalem mengalami gempuran hebat oleh militer Israel. Tidak butuh waktu lama bagi pasukan Yahudi untuk merebut kawasan strategis tersebut.
Foto: Government Press Office/REUTERS
Bukit Zaitun - 2017
Kini Bukit Zaitun dan kawasan pemukiman Wadi el-Joz yang berada di tepi Yerusalem terlihat modern. Pun menara rumah sakit Augusta Victoria yang dibangun pada awal abad ke19 masih berdiri tegap di puncak Bukit Zaitun. Kawasan tersebut hingga kini dihuni oleh warga Arab di Yerusalem.
Foto: Ronen Zvulun/REUTERS
Kubah Shakhrah - 1967
Kubah Shakhrah adalah ikon Yerusalem yang diperebutkan. Kompleks suci ini tidak hanya menjadi situs berharga umat Muslim, tetapi juga bangsa Yahudi. Sebab itu keputusan parlemen Israel, Knesset, untuk menyerahkan kompleks Al-Haram kepada umat Muslim sesaat setelah Perang 1967 dianggap mengejutkan oleh banyak pihak.
Foto: Reuters/Moshe Pridan/Courtesy of Government Press Office
Kubah Shakhrah - 2017
Buat warga Yahudi, kubah Shakhrah melindungi batu besar, tempat di mana Bumi diciptakan danNabi Ibrahim mengorbankan puteranya. Sementara untuk umat Muslim, dari tempat inilah Nabi Muhammad melakukan perjalanan langit yang dikenal dengan Isra Mi'raj.
Foto: Reuters/A. Awad
Gerbang Damaskus - 1967
Setelah tidak digunakan lagi sebagai benteng pertahanan, Gerbang Damaskus menjadi pintu masuk utama menuju kota tua Yerusalem. Meski terdapat konsensus antara Arab dan Israel untuk tidak menghancurkan bangunan bersejarah, sebagian tembok Gerbang Damaskus turut hancur dalam Perang 1967.
Foto: Reuters/
Gerbang Damaskus - 2017
Selama berpuluh tahun, kerusakan pada Gerbang Damaskus yang muncul akibat perang dibiarkan tak tersentuh. Baru 2011 silam Israel merestorasi menara dan sebagian besar tembok yang hancur akibat Perang 1967. Kini Gerbang Damaskus menjadi salah satu atraksi wisata paling digemari turis mancanegara.
Foto: Reuters/R. Zvulun
Arab Souk - 1967
Pasar Arab adalah jantung perdagangan Yerusalem sejak era Kesultanan Utsmaniyyah. Pada era kerajaan Islam terkuat sepanjang sejarah itu Yerusalem mengalami banyak pembangunan, antara lain tembok yang mengelilingi kota tua dan Pasar Arab.
Foto: Reuters/Fritz Cohen/Courtesy of Government Press Office
Arab Souk - 2017
Hingga hari ini Pasar Arab masih riuh oleh pedagang muslim yang menjajakan berbagai barang, mulai dari kebutuhan sehari-hari, pakaian khas Arab hingga berbagai jenis suvenir untuk wisatawan.
Foto: Reuters/A. Awad
Restoran Basti - 1967
Restoran Basti sudah dimiliki oleh keluarga muslim Yerusalem sejak 1927. Saat perang berkecamuk pun warga muslim masih menyempatkan diri bertemu di salah satu tempat makan paling tua di Yeruslem itu.
Foto: Reuters/Moshe Pridan/Courtesy of Government Press Office
Restoran Basti - 2017
Kini, 50 tahun berselang, restoran Basti menjadi lokasi favorit wisatawan asing yang menjelajah kota tua Yerusalem. Setiap tahun restoran ini selalu tutup lebih awal ketika warga Yahudi merayakan pembebasan dan penggabungan Yerusalem ke wilayah Israel sebagai buntut Perang 1967.
Foto: Reuters/A. Awad
Pemakaman Yahudi - 1967
Pada Perang Enam Hari, komandan militer Israel Motta Gur dan pasukannya memantau kompleks Al-Haram dari punggung Bukit Zaitun yang juga menaungi salah satu pemakaman Yahudi paling tua di Timur Tengah. Setelah merebut kawasan strategis ini dari tangan pasukan Yordania, Israel merencanakan perebutan kota tua Yerusalem.
Foto: Government Press Office/REUTERS
Pemakaman Yahudi - 2017
Kini, di lokasi yang sama, ribuan wisatawan berfoto untuk mengabadikan kompleks Al-Haram beserta kota tua Yerusalem. Bukit Zaitun tidak cuma tujuan wisata favorit umat Muslim, melainkan juga bangsa Yahudi.
Foto: Reuters/R. Zvulun
Sabil Qaitbay - 1967
Mata air Qaitbay yang dibangun pada era Kesultanan Mamluk, dianggap sebagai salah satu sudut paling cantik di kompleks Al-Haram. Meski dibangun dengan gaya Islam dengan membubuhkan ayat-ayat Al-Quran, menara mata air ini didesain oleh seorang arsitek beragama Kristen.
Foto: Reuters/
Sabil Qaitbay - 2017
Sejak Perang 1967, semua bangunan bersejarah dan dianggap suci oleh tiga agama Samawi dilindungi dan dijauhkan dari konflik bersenjata. Sebab itu pula berbagai situs bersejarah di Yerusalem nyaris tak berubah meski didera perang dan gelombang kekerasan. Meski begitu Yerusalem tetap berada di episentrum konflik antara Palestina dan Israel.
Foto: Reuters/A. Awad
18 foto1 | 18
Kontrakdisi era liberal seperti kesenjangan ekonomi, manipulasi sistem parlementer dan pemerintahan yang hanya menguntungkan kaum elit adalah alasan di balik kejatuhannya dan perlucutannya oleh rejim otoriter dan populis. Mereka merebut kekuasaan dengan cara kudeta yang kebanyakan bisa dijabarkan melalui ikatan partisan. Bahkan dengan rejim tradisionalis, legitimasi mereka dibangun atas struktur keberpihakan yang telah mengendap lama dan melindungi sistem politik yang ada.
Melucuti Domain Publik
Dari paruh kedua abad ke20 hingga saat ini, negara-negara Arab melakukan ekspansi dan mengambilalih kendali atas masyarakat melalui nasionalisasi seperti yang dilakukan rejim populis atau melalui monopoli sumber kemakmuran di negara lain. Dengan cara itu, negara menguasai perekonomian dan memberangus ruang publik. Semua menjadi sandera keamanan nasional. Negara menjadi eksekutor kekuasaan, kemakmuran dan status sosial, meski kontrol terhadap negara itu sendiri hanya mungkin melalui ikatan partisan atau kekeluargaan.
Dengan melucuti domain publik seperti pers yang bebas dan sistem parlementer, negara mengancurkan ruang di mana identitas sipil dan nasional bisa diayomi dan dikembangkan di luar lingkup kelompok sosial. Yang terakhir mencakup kehidupan sehari-hari bertetangga, di klub-klub atau jejaring pertemanan dan ini meliputi kontak atau lingkaran yang mendukung bisnis, yang sebaliknya berdasarkan afiliasi kekeluargaan dan sektarian.
Bertentangan dengan lingkup harian kelompok sosial, identitas modern terkesan lebih abstrak, tidak berbentuk dan tidak biasa. Identitas ini mengusung semangat "kolektif" atau individu yang tidak termasuk dalam hubungan sosial sehari-hari. "Bangsa" adalah salah satu contoh dari fenomena ini, terutama dengan seruan kolektif imajiner yang menggeser hubungan sehari-hari. Seperti kata Benedict Anderson, identitas modern hanya ada jika dikembangkan di sepanjang lingkup domain publik.
Teori ini benar dari sudut pandang kelas, meski hanya bisa disimak dalam konteks pergulatan kelas itu sendiri. Terlebih, identitas kelas hanya bisa berperan jika didukung oleh logika kemerdekaan ekonomi, kecuali ini diganti dengan sistem kenegaraan yang menghasilkan keuntungan untuk pemerataan kemakmuran, bertansformasi dengan menjamin kemakmuran dan membeli kesetiaan.
Siapa Sekutu Rahasia Israel dari Dunia Muslim?
Usai menemui Yahya Cholil Staquf, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu merayakan kedekatan negara-negara Arab dan Muslim dengan Israel. Klaimnya itu bukan pepesan kosong. Inilah negara muslim yang bekerjasama dengan Israel
Foto: Getty Images/AFP/D. Furst
Turki
Hubungan kedua negara banyak memburuk dalam beberapa tahun terakhir, terutama sejak pembantaian demonstran Palestina di Jalur Gaza baru-baru ini. Namun begitu hubungan Turki dan Israel tidak akan terputus, klaim Kementerian Pariwisata dan Perdagangan di Ankara dan Tel Aviv. Belum lama ini PM Netanyahu juga memblokir pembahasan genosida Armenia di parlemen untuk menenangkan Turki.
Foto: picture-alliance/AA/M. Kula
Yordania
Sejak menyepakati damai 1995 silam, Yordania dan Israel memperdalam hubungan kedua negara, terutama di bidang keamanan dan ekonomi. Yordania misalnya sering mengirimkan tenaga kerja untuk sektor pariwisata di Israel, sebaliknya Israel menjual gas ke Yordania. Raja Abdullah bahkan menyebut Israel sebagai sekutu utama di Timur Tengah.
Foto: Reuters/Y. Allan
Mesir
Ketika Presiden Abdel Fattah al-Sisi bertemu dengan PM Netanyahu September 2017 silam, keduanya mengklaim hubungan antara Israel dan Mesir sedang mengalami masa keemasan. Tel Aviv bahkan mengizinkan militer Mesir memasuki wilayah jangkar keamanan di Semenanjung Sinai untuk menghalau ancaman ISIS. Selain itu kedua negara juga memiliki musuh yang sama, yakni Hamas di Jalur Gaza.
Foto: picture-alliance/ZUMAPRESS.com
Palestina - Fatah
Musuh bukan tidak bisa berteman. Meski kerap bertempur dengan Hamas di Jalur Gaza, Israel membina hubungan dekat dengan Fatah di Tepi Barat Yordan. Fatah tidak hanya mengakui kedaulatan Israel, tapi juga banyak bergantung dari negeri Yahudi itu untuk stabilitas keamanan. Pada 2014 silam dinas rahasia Israel misalnya menggagalkan upaya pembunuhan oleh Hamas terhadap Presiden Mahmoud Abbas.
Foto: picture-alliance/dpa/J. Reed
Arab Saudi
Dipersatukan oleh musuh bersama, yakni Iran, Arab Saudi dan Israel banyak mendekat dalam beberapa tahun terakhir, meski masih bersifat rahasia. Pada 2010 silam Direktur Dinas Rahasia Mossad, Meir Dagan, dikabarkan melawat ke Riyadh untuk membahas program nuklir Iran. Saat ini Israel banyak mengekspor teknologi pertahanan, keamanan siber dan pertanian buat negara-negara Teluk.
Foto: Reuters/A. Levy & A. Cohen
Uni Emirat Arab
Belum lama ini mingguan AS New Yorker mengungkap bagaimana Uni Emirat Arab dan Israel telah menegosiasikan normalisasi hubungan diplomatik sejak awal dekade 1990an. Sejak 2015 negeri Yahudi itu memiliki perwakilan tetap di Dubai. Serupa dengan Arab Saudi, kerjasama rahasia antara Israel dan Uni Emirat Arab lebih dititikberatkan untuk melawan Iran.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/A. Widak
Azerbaidjan
Israel termasuk negara pertama yang mengakui kemerdekaan Azerbaidjan dari Uni Sovyet. Sebab itu pula kedua negara membina hubungan dekat sejak 1991. Saat ini Azerbaidjan merupakan sumber energi terbesar buat Israel, terutama sejak jalur pipa minyak antara Baku-Tbilisi-Ceyhan diresmikan 2006 silam. Sebaliknya pemerintahan Ilham Aliyev banyak bergantung pada Israel dalam teknologi pertahanan.
Dengan memonopoli perekonomian, negara dalam tradisi Arab menjadi jalur menuju kemakmuran. Kesejahteraan hanya bisa dicapai melalui negara dalam bentuk kontrak kerja atau izin ekspor dan impor, atau bahkan mengamankan jabatan di pemerintahan yang membuka peluang korupsi. Jenis interaksi semacam ini memperkuat hubungan persaudaraan yang diwakili oleh jejaring klientel di antara pejabat pemerintah dan lingkarannya.
Negara Arab, entah itu dalam perannya menjamin kemakmuran atau populis, tidak pernah bisa dianggap sebagai negara modern dalam konteks normal, di mana masyarkat madani berusaha membangun sebuah bangsa. Sebaliknya, negara Arab fokus mengumpulkan kemakmuran untuk kelompok sosial yang dominan dan dengan begitu melindungi struktur sosial berdasarkan ikatan keluarga.
Konstelasi konflik Suriah kini makin rumit. Perang dipicu ketidakpuasan rakyat atas rezim di Damaskus. Tapi di belakang layar juga ada negara lain yang ikut terlibat, baik yang punya kepentingan atau tunggangi konflik.
Foto: picture alliance/AP Photo/A. Kots
Bashar al Assad
Presiden Suriah ini bersama rezim di Damaskus adalah penyebab utama pecahnya perang saudara yang dimulai 2011. Rakyat yang tak puas atas kepemimpinannya 4 tahun silam menggelar berbagai aksi protes yang dijawab dengan tembakan peluru tajam. Sumbu peledak perang adalah tewasnya beberapa remaja yang menggambar grafiti anti Assad di tahanan aparat keamanan.
Foto: AP
Pemberontak Suriah
Mereka menamakan diri kelompok oposisi. Dalam kenyataanya mereka adalah kelompok militan yang punya berbagai agenda, dan kebetulan punya satu sasaran, yaitu menumbangkan rezim Bashar al Assad. Kelompok paling menonjol adalah Free Syrian Army, serta Front al Nusra yang merupakan cabang al Qaida di Suriah. Akibat perang saudara, 300.000 tewas dan lebih 12 juta warga Suriah mengungsi.
Foto: Reuters
Islamic State (IS)
Walaupun baru muncul awal tahun 2014, IS merupakan kelompok bersenjata paling kuat dan ditakuti. Kelompok Sunni ini didukung pakar militer bekas pasukan elit Saddam Hussein dari Irak. Anggotanya berdatangan dari berbagai negara Eropa. Kebanyakan anak muda, militan, radikal, dan punya keahlian di bidang militer maupun teknologi informatika. IS kini menguasai kawasan luas di Suriah dan Irak.
Foto: picture-alliance/Balkis Press
Arab Saudi
Merupakan negara pendukung kelompok pemberontak Sunni di Suriah. Arab Saudi terutama ingin menumbangkan rezim Assad dan meredam hegemoni penunjang kekuasaanya, yaitu Iran. Mereka sekaligus juga memerangi IS agar tidak semakin kuat. Riyadh punya kepentingan agar Suriah tidak runtuh, yang akan menyeret Libanon dan Irak serta seluruh kawasan ke situasi chaos.
Foto: picture-alliance/AP/Manish Swarup
Iran
Sebagai negara pelindung kaum Syiah, Iran mendukung milisi Hisbullah di Libanon yang bertempur membela rezim Al Assad. Iran juga mengirim tentara serta penasehat milternya ke Damaskus. Mula-mula kehadiran Iran tidak dianggap. Tapi perkembangan situasi menyebabkan pemain besar lainnya kini mulai merangkul pemerintah di Teheran untuk solusi krisis Suriah.
Foto: AP
Turki
Ankara takut terbentuknya negara Kurdistan di Suriah. Karena itu dengan segala cara hal ini hendak dicegah. Turki juga "melatih" pemberontak Suriah dengan dibantu biaya AS. Presiden Recep Tayyip Erdogan juga berseteru dengan Assad. Selain itu kaum Kurdi di Irak juga makin kuat karena mendapat dukungan Iran. Inilah yang membuat Turki mengerahkan militernya ke perbatasan atau melewatinya.
Foto: AP
Amerika Serikat
Keterlibatan Washington di kawasan dimulai 2003 dengan tumbangkan penguasa Irak, Saddam Hussein. Vakum kekuasaan picu runtuhnya Irak dan destabilisasi keamanan hingga ke Suriah. Kondisi ini yang juga ciptakan Islamic State (IS) yang mampu kuasai kawasan luas di Irak dan Suriah. AS juga membiayai pelatihan pemberontak "moderat" dengan dana 500 juta US Dolar, sebagian menyeberang ke Al Qaida.
Moskow dikenal sebagai pendukung rezim di Damaskus. Akhir 2015 Rusia memutuskan lancarkan serangan udara terhadap IS. Operasi militer ini memicu kecaman di kalangan NATO. AS dan Turki mengklaim serangan udara Rusia ditujukan ke kelompok pemberontak anti Assad. Insiden penembakan jet Rusia oleh militer Turki makin panaskan situasi.